06. Kencan Pertama?

39 5 1
                                    

Hallo, Bumi, how was your day?”

“Tidak baik, aku bertemu saudaraku kemarin dan .... Gitu.”

Wajah Jeremy di sebrang sana sudah terlihat berubah, matanya yang sendu menunjukkan betapa ia turut berduka atas perasaan sahabatnya.

“Bumi, i want to tell you something tapi aku pikir keadaannya tidak baik untuk sekarang.”

Bumi menampilkan senyum, “Overall good, Jer, aku sudah melewati hal-hal yang lebih menyakitkan sebelumnya.”

“Pada hari itu aku benar-benar tidak tahu kenapa kami bisa dipertemukan? Tapi menurutku semesta memang sudah merencanakan,” lanjutnya.

“It's okey, Bumi. If you want to tell me, aku akan selalu menjadi pendengar yang baik untukmu.”

“Manis sekali Jer, i think i love you so much.”

Jeremy tertawa di sebrang sana.

“Jadi, kamu mau bercerita prihal apa?”

“Aku punya partner bisnis baik di Indonesia dan aku fikir agar kamu menemuinya, membelikan bunga dan menyampaikan salam hangat dariku.”

“Oh ya? Nanti aku kirimkan ke tempatnya kalau begitu.”

Jeremy menggeleng, “Aku maunya kamu sendiri yang mengirimkan.”

“Tapi kenapa harus aku?”

“Aku ingin semua orang di dunia ini mengenal manusia sebaik, selucu, semanis, sekuat kamu.”

Bumi terbahak, “Lucu. Aku hanya pura-pura kuat, Jeremy. Selebihnya aku adalah manusia yang paling rapuh. Ketahuilah, hatiku tidak pernah benar-benar sembuh sejak hari itu.”

Jeremy menggeleng tidak menerima alasan dari manusia di depan layar laptopnya.

“Sekuat hatimu berpura-pura tegarlah yang membuatku tak pernah berhenti mengagumi, Bumi,” katanya, “Aku menunggu cerita hangat selanjutnya darimu.”

“Okey, see you Jeremy.”

Selepas bunyi tut terdengar maka berakhirlah obrolan dari dua manusia itu. Bumi bergegas ke toko bunga sebelum terik matahari menyengat kulit tubuhnya.

Bumi hanya membeli bunga yang menurutnya bagus saja. Sebelum itu ia sempat bertanya pada Jeremy sebaiknya bunga apa yang harus dibelikan.

Mata Bumi menyapu semua sudut dari kantor tempatnya menginjakkan kaki.

“Sebelumnya apakah Ibu sudah membuat janji?” begitu pertanyaan perempuan di depannya kala Bumi menanyakan keberadaan orang yang dimaksud.

Bumi menggeleng.

“Kalau begitu Ibu tunggu dulu biar saya bicarakan.”

Bumi memilih duduk sembari memainkan gawainya, mencari semua hal yang tidak mengundang kejenuhan.

Namun, yang namanya bosan akan selalu melanda apabila terlalu lama dalam keadaan seperti itu.

Bumi menaikkan pandangan, matanya melihat ke arah beberapa orang yang menjadi pusat perhatian penghuni kantor.

Salah satu di antara pria itu ada Gama, berjalan dengan gagahnya dan berhenti di depan perempuan yang berjaga.

Mata Bumi berhenti berpusat pada lelaki itu. Sama seperti Bumi, pandangan Gama juga turut terhenti pada perempuan itu. Gama menarik sudut bibirnya.

Tapi Bumi membuang pandangan.

Melihat keberadaan perempuan itu, Gama berpamitan pada Marsel partner bisnisnya.

TERASINGWhere stories live. Discover now