"Lo gapapa?"

Yang setelah nya berhasil membuat Dito memutuskan untuk bertanya, walaupun sejujurnya Dito sendiri merasa ini adalah tindakan ilegal. Bagaimana kalau seseorang di sebelah nya ini justru merasa terganggu dengan pertanyaan nya? Bagaimana kalau ternyata sosok di balik lelah nya tarikan nafas tersebut hanya butuh waktu sendiri?

Namun jawaban yang tercipta setelah hening dari pertanyaan nya menguar, membuat Dito bernafas lega.

"Gapapa."

Oke. Cukup sampai disana saja. Sebaiknya Dito tidak bertanya lebih lanjut atau berusaha sok peduli dengan orang yang bahkan tidak dia ketahui identitas nya, meski ia yakin kalau dia adalah seorang perempuan.

"Udah makan?"

Baik. Itu adalah pertanyaan bodoh. Untuk beberapa detik Dito merasa kalau mulut nya tidak pernah sinkron dengan otak dan hati nya, untuk beberapa waktu Dito mengutuk dirinya sendiri. Orang gila.

Masih hening dan kali ini Dito sudah akan beranjak dari sana mengembalikan bacaan nya setelah bertindak bodoh, melewati batas. Sebelum akhirnya suara yang tidak selembut Tante Cantika tapi sedalam mariana tersebut mengalun dalam rungu nya.

"Gue kenapa harus sekolah disini."

Itu bukan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan nya. Bukan jawaban yang pas dengan apa yang ia tanyakan, tetapi, berhasil membuat langkah Dito tertahan beberapa saat.

Bukan jawaban yang menjadi fokus nya tetapi gurat nada lelah yang gadis itu ungkapkan menciptakan rasa tidak nyaman di dalam hati Dito. Dirinya seperti melihat Dito di masa lalu pada gadis ini.

"Karena lo gak bisa melawan takdir."

Dengan begitu pandangan mereka bertemu, netra coklat bening itu bertemu dengan netra legam berkilau milik Dito. Sesaat mereka berdua sama-sama menahan napas hanya untuk saling menyelami nayanika masing-masing.

Mengukur seberapa dalam tatapan tersebut, mencoba untuk saling mencari tau sudah sebanyak apa rasa sakit yang netra tersebut lihat dan hadapi.

Dan untuk membuat kedua nya sama-sama sadar lalu memutus kontak mata dengan cepat. Dalam keterkejutan yang belum selesai Dito baru sadar, gadis yang duduk di balik sekat itu adalah gadis yang sama yang beradu argumen dengan Gara, tempo hari.

"Lo—"

"Maaf kalo keganggu, bisa nggak anggep gue angin lalu aja? Maaf ya."

Berikut nya gadis itu tenggelam dalam lengan nya yang menumpuk di atas meja. Dia tidak menangis hanya diam selama beberapa menit, heran nya kenapa bisa gadis itu membuat Dito kembali duduk di sebelah nya, membiarkan waktu perlahan-lahan menggerogoti kedua nya.

Tidak ada yang salah. Tidak ada yang patut untuk di pertanyakan. Sudah jalan nya semesta mempertemukan kedua nya.

Mempertemukan kedua nya yang sama-sama sepi tetapi bergemuruh dari dalam.

"Jangan tanya apa-apa, gue mau sendirian."

Mengurungkan niat Dito untuk kembali bertanya dan membuat nya menutup mulut secara paksa. Dito bukan tipe orang yang peduli dengan hidup orang lain, tetapi, gadis ini tidak tau mengapa menjadi sebuah pengecualian.

Hi, Bye Papa! Where stories live. Discover now