"Sebenarnya dialah yang menolongmu, Tuan," katanya pada Sir Montgomery. "Gideon anak yang baik, tapi kadang kurang sopan. Ah, sudah waktunya dia bersikap selayaknya pria dewasa. Asal kau tahu saja, dia jugalah yang menjerang teh chamomile dan mencari minyak obat untuk lukamu. Nah, Tuan, kau mau makan apa pagi ini? Atau mungkin kau mau susu? Kami punya susu sapi terbaik yang pernah diperah langsung dari kandangnya!"

"Saya—saya hanya ingin mengatakan banyak terima kasih," kata Montgomery cepat-cepat. "Kalian sungguh baik, tapi bagaimana dia menemukan saya?"

"Well, itu masalah sepele," kata wanita itu. "Baiklah, kalau kau lapar, datanglah ke dapur, lima langkah dari kamar melalui lorong lalu belok kanan. Tapi bisakah kau menunduk, Tuan, supaya aku bisa membasuh wajahmu? Aha, begitu baru bagus! Kau datang dari Selatan—kata Gideon begitu? Kalau sudah makan, ceritalah pada kami soal perjalananmu!"

Setelah wanita itu pergi, Montgomery sebenarnya tidak berpikir untuk makan, tapi berhubung dia tak mau mengecewakan sang empunya rumah, maka ia bergerak keluar kamar. Pada awalnya, kaki dan tangannya terasa kaku, tetapi setelah terbiasa, bukan masalah lagi baginya berjalan ke dapur. Baru selangkah keluar kamar, Montgomery dikejutkan oleh asap menggumpal yang memenuhi lorong. Sang ksatria buru-buru menuju dapur.

Di dapur sempit itu, si wanita gemuk bersenandung sembari mencacah wortel. Di sampingnya ada keranjang rotan besar berisi sayur mayor, bawang putih, dan buah-buahan. Di meja kayu yang lain terdapat daging mentah, ayam yang sudah dicabuti bulunya, serta golok besar yang tertancap di bangku kecil. Asap tebal menggumpal-gumpal dari kuali hitam besar di atas tungku. Air di dalamnya menggelegak sementara api merah menjilat-jilat dasar kuali. Namun wanita itu santai saja, dan sembari mencacah lobak dan menabur merica, ia mengaduk kuali tersebut. Aroma asing namun lezat membanjiri ruangan. Lord Montgomery mencium ada campuran rosemary dan mint di dalamnya.

"Aha, sudah siap untuk sarapan? Baik, baik, aku hampir lupa memberimu piring dan sendok! Yak, tangkap, Tuan! Kau orang baik!"

Selama wanita gemuk itu bicara, nadanya selalu naik ke atas. Logatnya seperti logat Moontrose biasa, tapi nada itulah yang membuat Montgomery yakin bahwa wanita itu belum pernah tinggal di kota. Wanita itu lalu menuangkan sesendok besar sup yang asapnya masih mengepul ke dalam piring Montgomery. Ksatria itu mengucapkan terima kasih, lalu duduk di kursi kecil yang ada setelah menyingkirkan golok di atasnya. Ia makan dengan nikmat, lalu minum banyak-banyak dari gentong air. Setelah makan, si wanita gemuk memintanya bercerita tentang dirinya, juga tempatnya berasal. Betapa terkejutnya wanita itu mendengar kisah Montgomery.

"Sungguh luar biasa!" ujar wanita itu berkali-kali. "Luar biasa! Aku tak menyangka Moontrose memiliki orang terhormat seperti Anda, Tuan! Oh, mengapa tidak Anda bilang saja dari awal kalau Anda ini ksatria, Tuan?"

"Tak perlu terkejut padaku, Ibu," kata Montgomery rendah hati. "Semua ksatria memiliki kehormatannya, tapi kehormatan itu bisa hilang jika dia berkhianat pada negeri dan rajanya."

"Dan raja Anda—raja Anda bukankah Louis yang dikenal sebagai 'Harimau Padang Rumput' itu? Ya Tuhan, tak bisa kupercaya aku bisa bertemu dengan salah satu ksatrianya!"

"Ya, ya, beliau memang tersohor di kalangan jelata," jawab Montgomery. "Seperti yang kalian tahu, Louis memang penyelamat yang dinanti-nantikan, dan kepadanya-lah aku mengabdi. Dan, oiya, Ibu tak perlu menggunakan 'Anda' untuk memanggilku karena penggunaan bahasa formal terlalu resmi bagi seorang ksatria tua yang tidak lagi terhormat. Aku sudah merasa senang dirawat dua hari dua malam di sini, dan makanan ini enak sekali. Aku belum pernah makan seenak ini sejak—yah, ini dampak perang besar yang melanda Moontrose dan Abbery mengakibatkan kegagalan panen di wilayah-wilayah dekat ibukota."

Si wanita gemuk berdecak resah. "Kau tahu, Tuan Ksatria, ketika kata 'Anda' itu digunakan, bukan berarti kami menganggap siapapun yang menjadi ksatria adalah orang terhormat. Apalah orang desa seperti kami yang hanya bisa menyaksikan pergulatan negeri dari perbatasan? Perang, perang, perang. Selalu ada perang di mana-mana. Apabila kekacauan itu berakhir suatu hari nanti, apakah yang hendak kauperbuat, Tuan Ksatria?"

MAHKOTA BERDURIحيث تعيش القصص. اكتشف الآن