Tentang segala sesuatu yang terjadi hari ini..

"Kamu ini beneran ya semua gen Ayah di ambil. Bunda nggak di sisain!"

"Aku kan cowok, wajar lah gen nya Ayah semua!"

Cantika jelas menolak argumen dari anak nya tersebut. "Nggak lah! Bunda masih percaya kalau anak cowok itu pasti kebanyakan diwarisin sama gen dari Ibu!"

"Kenapa gitu? Emang ada contoh nya?"

Mendengus sebal mendadak percakapan dua orang anak dan ibu tersebut seperti acara debat tahunan sekolah.

"Ada lah! Bunda berani bilang gini karena Bunda udah nemu contoh nya!"

Raga sendiri merasa jiwa-jiwa IPA nya tertantang lantas sedikit mengangkat dagu nya untuk membuat Bunda terjengit kaget.

"Emang siapa contoh nya?"

"Dito. Nggak ada satu pun gen nya Sekala yang ada di dalam diri Dito, semua nya persis milik Mama nya. Kecuali satu,"

Kerutan samar itu mulai menghiasi dahi mulus nya sesaat penjelasan Bunda menggantung begitu saja. Seperti menerawang masa lalu apa yang pernah terjadi dulu, dulu sekali sebelum Dito dan Raga lahir.

"Sifat ingin melindungi orang lain sekalipun mengorbankan diri sendiri."

.. tentang sahabat nya Dito.

••••

Obrolan nya dengan Bunda yang entah mengapa sampai menyeret Dito, masih terngiang-ngiang di dalam kepala Raga.

"Dito. Nggak ada satu pun gen nya Sekala yang ada di dalam diri Dito, semua nya persis milik Mama nya. Kecuali satu, sifat ingin melindungi orang lain sekalipun mengorbankan diri sendiri."

Menjadi sahabat Dito sedari kecil tidak membuat Raga sepenuh nya tau tentang Dito. Laki-laki berlesung tersebut bagaikan bom waktu yang kapan saja bisa meledak, tanpa bisa di prediksi.

Dito tau semua tentang Raga, tapi Raga bahkan yakin apapun yang dirinya ketahui hari ini tentang Dito tidak dapat memberikan jaminan bahwa dia tau segala hal yang ada di dalam diri sahabat nya tersebut.

Terutama isi di dalam kepala Dito.

Dito adalah orang paling peka yang pernah Raga temui, sekaligus rumah yang terasa lengkap dan hangat. Tetapi, dalam satu waktu yang tidak akan pernah kita tau entah kapan, rumah itu pasti akan hancur.

Ini hanya tentang waktu yang akan menghasilkan korban, lagi dan lagi.

"Gue nggak mau Papa khawatir, Ga."

Masih belum ada benang yang bisa Raga satukan saat ini meskipun tidak tau kenapa tiba-tiba ingatan nya tentang Dito yang menangis sendirian di ruang musik, mengawang.

"Gue nggak mau Papa sedih."

Menciptakan kerutan samar di dahi nya yang semakin lama semakin jelas, memaksa nya untuk terus berpikir.

"Gue bisa lakuin apa aja asal Papa nggak terluka, lagi."

Raga benci untuk mengakui ini, tetapi sifat cekatan nya menyatukan potongan memori yang tercecer, berhasil membawa nya kepada fakta yang sangat ia benci.

Hi, Bye Papa! Where stories live. Discover now