Prolog : Namanya Dito

Start from the beginning
                                    

Siapapun tahu kalau semua harapan nya hilang. Semua orang tahu bahwa detik itu juga, hidup nya tidak lagi sama. Bahkan semesta pun tahu, kedepan nya tidak ada lagi senyuman secerah matahari pagi menyambut nya setiap dirinya pulang. Semua nya selesai, kekasih nya 'pulang'.

Bahkan dirinya belum sempat bertukar cerita hari itu, bahkan dirinya belum sempat mendengar sapaan selamat malam dari bibir kemerahan yang sekarang berubah begitu pucat tersebut. Sekarang, semua nya terasa sunyi.

"Maaf, kami tidak bisa membantu banyak. Nyonya Danila telah berpulang malam ini tepat pukul 20.00 malam."

Danila. Nama itu seharusnya tertulis di setiap sudut rumah nya. Nama itu tidak seharusnya tertulis di nisan yang sangat enggan untuk dirinya lihat.

Danila-nya berpulang tanpa sempat memberikan kecupan terakhir untuk nya, untuk malaikat kecil nya.

"Danila-ku.."

"Pa?"

"PAPA?!"

Lamunan nya terhenti begitu saja sesaat setelah putra semata wayang nya berteriak kencang. Sungguh benar-benar sekencang itu sampai membuat telinga nya sedikit berdenging.

"Papa ngelamun lagi."

Begitu katanya dengan nada yang sangat ketus. Nampaknya laki-laki yang lebih muda itu terlampau kesal. Sementara diri nya hanya bisa tertawa canggung, sedikit merasa bersalah karena acara sarapan pagi nya mendadak terganggu.

Sekala bukan nya sengaja tetapi mendadak bayangan menyakitkan itu terputar kembali di otak nya dan kembali menciptakan luka di hati nya yang tidak pernah mengering sejak dulu.

"Hehe, maaf."

"Papa tuh jangan kebanyakan ngelamun. Raga bilang nanti bisa kesurupan, emang Papa mau kesurupan? Aku sih engga ya!" Omel nya panjang lebar yang hanya dibalas senyuman khas bapak-bapak oleh Sekala.

"Nyerocos mulu kamu tuh. Ayo makan, keburu telat kamu nya. Papa juga."

Lalu mau tidak mau ceramah yang sudah ia siapkan kembali dirinya telan berbarengan dengan nasi goreng buatan Papa yang selalu menjadi menu favorit nya tiap kali sarapan. Papa adalah chef terhebat sepanjang masa! Bahkan Om Tegar—Ayah nya Raga yang seorang chef beneran pun masih kalah dari Papa.

Papa nya itu selalu ada di nomor satu. Dan dirinya akui. "Papa, besok kata nya ada kunjungan orang tua ke sekolah."

"Oh ya? Kok kamu baru bilang sekarang?" Balas Sekala yang menatap anak nya dengan penuh tanya.

Tidak biasa nya laki-laki berlesung pipi tersebut terlambat memberikan pemberitahuan dari sekolah, selalu tepat. Sehingga dirinya bisa menyesuaikan jadwal, karena belakangan ini perusahaan sedang genting-genting nya mengingat beberapa hari lagi akan meluncur kan produk baru.

Hi, Bye Papa! Where stories live. Discover now