"AYAH!"
Teriakan kompak menghentikan ayunan tangan Dirja sehingga telapak tangannya batal menghantam wajah Jarvis. Dada sang tuan besar narik turun cepat seiring amarahnya menderu.
"Kamu kenapa jadi kasar gini sih, Yah?!" Sang istri tak tahan diam. Dia siap menjadi tameng untuk cucunya.
"Saya nggak akan kasar kalau nasihat saya didengarkan. Dari tadi udah sabar, bicara baik-baik malah disela." Kilatan matanya menusuk Jarvis yang menunduk dalam. "Kamar itu milik Helena. Dia yang berhak menentukan siapa saja yang boleh atau tidak boleh ke ruangannya."
Sang cucu mencicit dengan suara bergetar, "tante Helena bilang cuma Jarvis sama Mas Sagra yang boleh."
"Kamu pikir Vino siapa?! Vino anaknya, anak kandungnya. Mana mungkin kamu boleh sedangkan anaknya sendiri dilarang? Bersikap dewasa, Jarvis."
"Yah, Jarvis masih kecil," walau nadanya lebih rendah, namun perkataan Murti ditekan. "Jarvis cuma belum terbiasa."
"Dimaklumi terus, dimanja terus. Kapan berkembangnya? Jangan terlalu dimanja lah, udah 15 tahun, bentar lagi SMA."
Lantas Murti meminta anak serta menantunya membawa Jarvis keluar. Dia harus bicara serius dengan suaminya.
"Maaf Yah," ucap Niko pelan mewakili anak bungsunya.
Seperginya Jarvis bersama kedua orang tuanya, Murti berdiri agar bisa berbicara dari mata ke mata dengan Dirja.
"Kamu berubah, Yah. Sikapmu ke Jarvis berubah. Apa karena Jarvis bukan cucu kandung jadi keberadaannya mulai dikesampingkan? Jadi kamu bisa bentak dan kasar sama dia?"
Alis Dirja menukik sedang istrinya masih meneruskan. "Sebelum Vino ditemukan, Jarvis yang kamu manja-manja. Sekarang setelah posisi cucu kandungmu terpenuhi, Jarvis mau kamu buang gitu aja?"
"Kamu ini kenapa sih? Aku memperlakukan Vino dengan semestinya."
"Semestinya apa? Tadi aja katanya Jarvis jangan terlalu dimanja, padahal umur mereka sama."
Dirja memijit pangkal hidungnya, pening. "Jelas beda. Dari segi fisik aja keliatan beda. Tinggi dan berat badan Vino di bawah rata-rata anak seusianya. Kedua, Vino kehilangan masa kecil bersama keluarga kandungnya. Aku nggak mau Vino besar jadi anak yang kurang kasih sayang."
"Apa bedanya sama Jarvis?! Dia juga kurang kasih sayang orang tuanya, dari bayi ditinggal kerja, dititip sana sini一"
"Salahkan orang tuanya!"
Bentakannya membuat sang istri bungkam dan membeku sejenak. Namun kemudian mendengkus seraya tersenyum miring. "Hebat. Sikapmu ini justru makin membuktikan kalau kamu nggak tulus nerima anak dan cucuku."
"Aku nggak pernah membeda-bedakan. Semua setara一"
Ucapan Dirja tak dihiraukan sebab Murti lebih pilih melenggang pergi. Pintu pun ditutupnya dengan kencang dari luar.
Berjalan hendak ke kamarnya, pandangan Murti lurus tak indahkan kanan kiri. Bahkan ketika Vino yang duduk di sofa langsung berdiri begitu melihat kedatangannya.
"Nenek, Pino pulang dulu ya."
Uluran tangannya tak digubris. Sang nenek melengos tanpa menatapnya seujung mata pun.
Vino turunkan tangan perlahan. Senyumnya memudar. Lantas dia kembali duduk dengan lesu hingga Bundanya datang.
"Anak Bunda kok tiba-tiba murung?" tanyanya saat berjongkok memakaikan kaos kaki. "Nggak mau pulang? Pino mau di sini aja?"
YOU ARE READING
MISSING
FanfictionTujuan hidup Sagra adalah untuk menemukan adiknya yang hilang. Jika semesta mengizinkan, akan dia jaga sang adik dengan seluruh jiwa raganya. Sedangkan harapan hidup Nathaniel hanya satu; bahagia.
