"Nindya," sapa Ira
"Eh iya Bun, gimana kabarnya?" jawab Nindya sembari mengalami tangan ira
"Baik nak, bagaimana kabarmu dan orangtumu lama tidak berkunjung kemari,ayo masuk jangan diluar!"
"Baik Bun, Ayah diluar kota jarang pulang sedangkan mama sibuk dengan toko butiknya." Nindya mendudukan dirinya di sofa ruang tamu. "Bun Gistara ada?"
"Wah orang tuamu masih sibuk ya Nin." Ira tersenyum tipis. "Gistara ada di kamarnya baru selsai mandi habis pulang sekolah."
Nindya yang mendengar ucapan Bunda Ira sontak kaget, Nindya merasa aneh dengan perubahan sahabatnya itu.
Sepertinya ada yang disembunyikan.
"Bun, Nindya kekamar Gistara dulu ya. "
"Iya."
****
"Kenapa Nin, kok mukanya lesu begitu?"
Gistara yang tengah merapikan tempat tidur, terpaksa harus menyudahi aktivitasnya. "Mau ngerjain tugas bareng?" lanjutnya.
Nindya menatap tajam kearah Gistara. "Jujur sama gue sekarang Ra!"
Gistara mulai paham tentang arah pembicaraan yang Nindya lontarkan, ia yakin sahabatnya ini akan terus mendesaknya untuk berbicara jujur.
"Gue ngga papa Nin." Gistara mengambil susu kotak diatas nakas. "Gue punya susu kotak rasa vanila kesukaan lo, " kata Gistara sembari memberikan dua susu kotak kepada Nindya.
"Ngga butuh, gue bisa beli sendiri bahkan lebih banyak dari itu!" jawab Nindya ketus.
Gistara bersandar pada bahu Nindya. Sepertinya ia harus mengalah lalu memberi tahu semuanya. Jika tidak pasti Nindya akan marah padanya. Gistara tidak mau persahabatannya hancur karena masalah sepele.
"Gue tadi berangkat sekolah Nin." Gisatara menghela nafas panjang. Lalu menceritakan semua kejadian yang ia alami hari ini.
"JADI LO TADI JUALAN BUNGA DI TAMAN!"
Gistara membekap mulut Nindya. Jangan keras keras kalau ngomong Nin, nanti Bunda tau!"
Nindya menatap Gistara dengan perasaan campur aduk. Bagaimana bisa Gistara berjualan bunga di taman tanpa memberi tahu Bundanya.
"Lo bener Gila!" sentak Nindya.
Senja mengatur nafasnya. Ia mengelus pundak Sahabatnya untuk menenangkan. "Gue ngelakuin ini karena gue butuh uang buat bayar sekolah Nin, dan kebetulan di taman ada yang nawarin kerjaan jadi gue mau," kata Gistara.
Nindya memejamkan mata. Dirinya tak habir pikir dengan pikiran Gistara.
Ia tahu bahwa Gistara orang yang tidak enakan tapi apakah untuk biaya sekolah harus mencari sendiri?
"Gue udah ngomong berkali-kali sama lo Ra, kalau ada masalah cerita!" Lo itu lebih dari sahabat gue ra!" ucap kesal Nindya sembari menunjuk Gistara.
"Gue mau usaha sendiri Nin!" Kondisi ekonomi gue lagi susah dan gue ngga mau ngrepotin Bunda!"
Lagi lagi Gistara membuat emosi Nindya naik.
"KALAU NGGAK MAU NGEREPOTIN BUNDA KAN ADA GUE, GISTARA GEYA ARUNIKA!"
Tangisan Gisatara mulai turun membahasi pipi mulusnya. Ia terduduk di tembok kamar.
"Gue cape Nin, keadaan yang maksa gue seperti ini. Andai Ayah ngga pergi pasti gue dan keluarga ngga bakal ngerasain kaya gini," racau Gistara disela tangisnya.
"Ada gue Ra, gue selalu ada buat lo sampai kapanpun gue janji!" gue bakal bantu lo sebisa gue," jawab Nindya sembari memeluk Gistara dan memenangkanya.
"Tapi janji ya Nin, jangan bilang Bunda gue ngga mau nyusahin Bunda!"
"Janji."
Gimana bab ini?
Spam next?
Kalau rame bakal rajin up
YOU ARE READING
Gistara
Teen FictionTantang Gistara yang dipaksa dewasa oleh keadaan. Semua itu terjadi karena Ayahnya meninggal akibat korban pembunuhan. Gistara harus menelan kenyataan pahit bahwa pelaku belum ditemukan. Namun Gistara tidak akan menyerah ia akan mencari pelaku itu...
Bab 8
Start from the beginning
