bab 15

18 4 0
                                    

Gio pulang dengan perasaan kecewa dengan dirinya sendiri, mengapa ia tak mengatakan bahwa ia sangat mencintai Jia? Jika terlambat ini adalah jawaban dari semuanya. Ia memasuki kamarnya lalu menguncinya rapat-rapat agar tak ada yang mengganggu nya sejenak, ia berjalan ke arah kaca dekat meja belajarnya. Sejenak ia menatap wajahnya di dalam kaca lalu membuang semua benda yang berada di depannya.

"LO GOBLOK BANGET GI!! GOBLOK BANGET" Gio menarik kaca yang ada di depannya hingga terjatuh dan pecah.

Di sisi lain Alfath telah mengantarkan Jia pulang ke rumahnya, saat perjalanan pulang ia merasa ada sesuatu yang keluar dari hidungnya. Sontak ia langsung mengambil tissue yang berada tak jauh darinya lalu mengelap darah yang keluar dari hidungnya itu. Ia seperti tak terkejut dengan apa yang baru saja ia alami itu, seperti sudah terbiasa dengan kejadian ini.

"keluar lagi ya? Pas banget Jia udah pulang" Alfath menyumbat hidungnya dengan tissue.

"andai lo tau ji kalau gue penyakitan wkwkwk"

Alfath melajukan mobilnya tapi tak mengarah ke rumah, ia melajukan mobilnya mengarah ke rumah sakit. Ia memarkir mobilnya lalu berjalan kedalam rumah sakit itu dengan tenang dan tissue yang masih tertancap di hidungnya ia memasuki ruangan dokter, dengan tenang ia menyapa dokter tersebut tanpa merasa ada beban.

"hai dok, apa kabarnya? Baik kan?" Alfath duduk tepat di depan dokter tersebut.

"Alfath? Kemana saja kamu? Sudah sembuh ya mangkanya tidak pernah cuci darah lagi?" dokter tersebut terkejut ketika melihat Alfath yang sudah duduk di hadapannya.

"mau sembuh gimana dok? Saya kan udah ga bisa sembuh, peluangnya cuma kecil"

"oh iya saya lupa, maaf ya. Itu apa yang ada di hidung kamu?" dokter menunjuk sumpalan tissue yang menempel di hidung Alfath.

"oh ini dok? Tadi saya mau pulang tapi pas masih di jalan tiba-tiba mimisan" Alfath melepaskan sumpalan tissue itu dari hidungnya.

"jangan di biasakan menyumpal hidung yang mimisan dengan tissue!! Nanti darahnya bisa kembali masuk"

"iya-iya dok tadi saya kepepet, berapa lama lagi dok?"

"apanya yang berapa lama lagi fat? Jadwal cuci darah?"

"waktu saya hidup lah dok, masa gaji dokter"

"terakhir kali kamu cuci darah kapan?"

"terakhir kali saya cuci darah..... Tiga bulan yang lalu"

"kamu ini bagaimana? Kalau terjadi apa-apa saat kamu sedang mengemudi bagaimana? Ada yang sedang kamu pikirkan?" dokter mencari berkas pasien bernama Alfath.

”dok, saya ke sini cuma mau ngasih ini doang sih” Alfath mengeluarkan secarik kertas yang di sampul dengan amplop pink bergambar beruang dan boneka.

”apa ini? Mau di kasih ke siapa?” dokter menerima surat itu dengan bingung.

”kalau suatu saat saya udah ga ada, dokter tolong kasih ini ke orang yang namanya Jia ”

”fat, apa kamu yakin?”

”dokter ga usah khawatirkan saya”

”dengan cuci darah terus kamu pasti bisa bertahan fat” dokter meletakkan suratnya di atas meja, lalu menatap Alfath yang sibuk mengelap darah yang terus keluar dari hidungnya.

”dok.. saya juga cape kaya gini terus, mungkin dengan ini saya bisa tenang sejenak. Menikmati hari-hari saya bersama sosok yang sangat saya sayangi”

”tapi jika kamu rajin mencuci darah bisa saja kamu akan terus bersama dengan dia fat, ambil keputusan yang tepat”

”dok.. keputusan saya sudah bulat, kalaupun saya terus mencuci darah sepanjang hidup Jia tidak akan mau sama saya dok. Dia akan memilih untuk meninggalkan saya” Alfath beranjak dari tempatnya mengarah ke arah pintu keluar ruangan itu.

”semoga keputusan kamu menjadi yang terbaik”

Alfath keluar dari ruangan itu, ia berjalan menuju lobby rumah sakit. Saat berjalan ia tak sengaja bertemu dengan Fazzwan yang nampaknya baru saja keluar dari dalam kamar di rumah sakit itu.

”fat!! (Teriak Fazzwan) lo ngapain di sini? Keluarga lo ada yang sakit?”

Alfath gelagapan ketika mendengar suara Fazzwan memanggilnya, bagaimana tidak gelagapan ia masih terus mengusap darah yang masih mengalir dari hidungnya. Fazzwan berjalan ke arah Alfath yang mulai menjauhinya.

”fat, mau kemana sih lo?” Fazzwan menepuk pundak Alfath.

Sontak Alfath berbalik menghadap Fazzwan yang baru saja menepuk pundaknya, ia berbalik sambil terus mengusap hidungnya dengan tissue.

”hahaha.... (Tertawa palsu pada Fazzwan) Gu-gue a-anu.... Gue jenguk adiknya bunda yang baru lahiran”

”fat...bunda lo anak terakhir, mana mungkin punya adik. Lo mimisan? Sakit apa lo?”

”gue ga sakit, ini tadi cuma kepentok tembok aja di depan”

Fazzwan menatap curiga Alfath yang berkata gelagapan seperti sedang menyembunyikan sesuatu, ia menarik Alfath berjalan ke arah taman rumah sakit untuk berbicara.

”fat, lo ga biasanya bohong kaya gini” Fazzwan mendorong Alfath untuk menduduki kursi yang berada di belakangnya.

”huhh.... Kayaknya gue harus cerita sama lo deh wan, jadi gini gue kesini karena mau konsultasi sama dokter yang udah ngerawat gue dari awal gue sakit. Mungkin Lo pasti bingung gue sakit apa, sekarang gue jawab pertanyaan lo itu jadi gue kena gagal ginjal akut dari usia 10 tahun, banyak yang syok sama apa yang gue alami waktu itu tapi semua berjalan dengan baik sering waktu. Gue mau lo jaga rahasia ini dari Jia ya? Gue ga mau bikin hati dia hancur gara-gara gue wan”

”sorry ya fat kalau selama ini gue banyak salah sama lo, Gue janji bakal jaga rahasia ini dari Jia” Fazzwan memeluk sahabatnya itu dengan hangat.

”gue ga perlu lo peluk kaya anak lo sendiri kaya gini” Alfath mendorong Fazzwan menjauh darinya.

”jangan ngasih tau yang lain juga ya? Gue mau cuma lo aja yang tau”

”iya fat gue janji sama lo”

”makasih ya bro udah mau ngertiin gue, semoga aja part nya pas sama yang gue rencanain ya”

”maksud lo?” Fazzwan mengerutkan keningnya.

”suatu saat nanti lo pasti tau jawabannya” Alfath berjalan meninggalkan Fazzwan yang masih bingung dengan ucapannya, apa yang sebenarnya sedang di rencanakan Alfath? Fazzwan hanya bisa menghela nafas panjang ketika melihat Alfath berjalan meninggalkannya.

.......................

ALFATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang