Part 8

19.3K 1.4K 4
                                    

Prilly POV

Aku mengerjapkan kedua mataku berkali-kali.
Badanku terasa lemas. Dimana aku sekarang? Dihadapanku ada Mila, Kevin.. dan Ali.
Oh, ingatanku kembali pada kejadian yang menimpaku di toilet yang aneh itu. Tak salah lagi, pasti sekarang aku berada di UKS.

"Prill.. lo udah sadar? Sekarang makan bubur ya.. gue tau lo masih lemes.. gue suapin lo.." Mila mendudukkan tubuhnya di kursi dekat tempatku berbaring dan mulai menyendok bubur.

Aku tersenyum dan kemudian membuka mulut ku menuruti Mila setelah sebelumnya ia membantuku untuk duduk. Badan ku yang lemas ini memang membutuhkan asupan.

Setelah aku menghabiskan setengah porsi bubur yang dibelikan Mila, Mila pun mengambil air minum yang berada di meja di sampingku dan memberikannya padaku. Perutku sudah terasa kenyang sekarang.

"Eh, iya.. tadi kata Nayla lo harus minum ini.." Ali menyerahkan obat yang diambil nya dari meja kepadaku.

'Ah.. aku hampir melupakannya.
Aku ingat bahwa ia yang mendobrak pintu toilet tadi..
Aku ingat bagaimana hangat nya pelukan itu..
Aku ingat ia menggendongku sebelum aku benar-benar tak bisa merasakan apapun lagi..'

Mendadak jantungku berdegup tak beraturan mengingat kejadian itu. Aku merasa nyaman berada di dekatnya.

"Makasih, Li.." entah mengapa aku mulai menghilangkan kegugupan ku ketika berbicara padanya.

Dengan segera aku meminum obat yang diberikan Ali tersebut.

"Gimana keadaan lo?" tanya Ali sembari memandangku.
Ada kekhawatiran dalam matanya walaupun aku tau ia berusaha menyembunyikannya.

"Udah mendingan kok.. mm Ali.. makasih kamu tadi udah keluarin aku dari toilet itu.. dan bawa aku kesini.. " aku menghela nafas dan kemudian melanjutkan perkataanku.

"Badan aku berat ya?"

'Prilly.. pertanyaan macam apa yang keluar dari bibirmu itu?'

Aku mendengar Mila dan Kevin terkekeh.

"Mm.. lumayan berat sih.." jawab Ali yang disusul dengan tawa nya.

'Ini kali pertama aku melihatmu tertawa Ali..'

Dan sekali lagi, ia membuat ritme degupan jantungku berubah tak beraturan.
Ia terlihat manis sekali saat tertawa seperti itu. Berbeda dengan biasanya, dingin dan cuek.

"Tapi.. sama-sama" lanjut Ali saat telah menghentikan tawa nya. Raut wajah nya kembali serius.

"Kenapa lo bisa ada di toilet itu? Itu toilet kan udah gak dipake" Ali menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menatapku tajam.

Aku terkejut mendengar perkataan Ali. Bagaimana bisa ia bilang bahwa toilet itu sudah tidak bisa digunakan? Padahal tadi jelas-jelas terpampang papan bertuliskan TOILET disana.

"Tadi aku mau ke toilet yang biasanya.. tapi di depan pintu lorong toilet ada tulisan yang intinya toilet-toilet itu lagi direnovasi.. terus aku liat satu pintu bertuliskan toilet di dekat gudang. Yaudah aku kesana.. pas udah selesai, eh pintu nya gak bisa dibuka.." ucapku panjang lebar. Ini adalah ucapan terbanyak yang pernah kuucapkan pada seorang lelaki selain almarhum Papa.

"Haa..? Gimana bisa Prill.. semua orang disini udah tau itu toilet gak dipake.. mungkin cuma lo doang yang gak tau. Terus tadi Dahlia bisa tuh pake toilet yang biasanya.. gak ada renovasi seperti yang lo bilang Prill.." cerocos Mila.

"Gue rasa ada seseorang yang sengaja nge jebak Prilly.." kata Kevin.

Tenggorokan ku tercekat.

'Seseorang menjebakku? Apa mungkin? Tapi... kenapa?'

"Ghina.." nama itu meluncur keluar dari bibir Ali.

Kulihat rahang Ali mengeras. Wajah nya berubah menjadi menakutkan seperti ingin menerkam orang. Kedua bahunya naik turun berusaha menahan emosi.

'Ghina? Memang hanya Ghina yang memiliki masalah denganku.. tapi mengapa ia setega itu..'

"Tenang Li.. lo harus tenang. Jangan gegabah.. kita gak punya bukti.. ya walaupun gue juga yakin kalo pelakunya Ghina sama boncil-boncil nya itu.." Kevin menepuk sebelah bahu Ali.

"Bener kata Kevin Li.. kita jangan gegabah.. Lo tau sendiri Ghina tuh kayak apa.." tambah Mila.

Mila memang telah mendengar ceritaku tentang Ghina yang memakiku di kantin. Namun bagian Ali yang menyelamatkanku tentu tak aku ceritakan.

Bicara apa mereka ini? Dari ucapan mereka seperti mereka sedang membicarakan monster saja.
Dan Ali? Apakah ia mengkhawatirkanku? Mengapa ia berubah menjadi perhatian seperti itu?

Ah Prilly buang jauh-jauh pemikiran dangkal mu itu!

Aku memandang ketiga manusia di depanku dengan tatapan bingung bercampur takut. Aku takut Ghina akan berulah lagi.. jika memang benar pelakunya adalah Ghina.

Seakan bisa membaca ketakutanku, Ali bergerak mendekat dan tangan kanannya terangkat untuk mengusap puncak kepalaku membuat darahku berdesir dan mendadak kegugupanku muncul kembali.

"Lo gak usah takut.." ucap Ali lembut. Senyum manis menghiasi wajahnya.

'Tuhaannnn!!! Apakah ini mimpi?? '

Rasanya ada ribuan kupu-kupu menari di perutku yang kemudian membawa jantung ku terbang tinggi.

Aku hanya mengangguk dan membalas senyumannya.

"Eheemm?! Ada gue sama Kevin disini!" Omel Mila yang dilanjut dengan tawa yang keluar dari bibir nya dan juga Kevin.

Sontak Ali menarik tangannya dari kepalaku dan aku mengalihkan pandanganku dari Ali. Dapat kupastikan pipiku memerah sekarang. Aku dapat melihat dengan ekor mataku Ali sedang menggaruk tengkuknya.

"Apaan sih lo berdua ketawa ketiwi sadar woy ini UKS!"

"Ampun Kak Ali.." goda Kevin yang menyatukan kedua telapak tangannya di depan wajahnya dan menundukkan kepala.

"Najis lo Vin" umpat Ali menoyor kepala Kevin.

Aku dan Mila hanya tertawa kecil melihat tingkah konyol dari dua makhluk yang bersahabat ini.

'Hari ini.. aku melihat sosok lain dari Ali.. yang entah mengapa membuatku bahagia.. rasanya aku tak dapat menahan perasaan ini lagi..
Tapi.. apakah yang kulakukan ini benar?

I am UntouchableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang