Awal Mula

546 62 2
                                    

Suara logam bertemu dengan baja. Lift yang dipijak terus bergetar. Seorang gadis berusaha untuk menjaga keseimbangannya. Tetesan keringat mengalir di dahinya meskipun suasananya saat itu dingin.

Gadis itu melihat tangannya yang berlumuran darah. Dia baru bisa fokus ke tangannya yang terluka setelah pengejaran tadi.

Gadis itu melihat sekitar. Tak ada satupun barang ataupun benda yang dapat digunakan untuk menyembuhkan luka di tangannya. Ah bukan. Tidak ada satupun benda yang ada di dalam kotak ini.

Gadis itu melihat bajunya, lalu merobek sedikit bagian dari bajunya, dan mengikatkan kain tersebut ke tangannya agar mengurangi pendarahan. Setidaknya dia harus menahan rasa sakitnya setelah dia berada di atas sana.

Lift itu selalu mengeluarkan suara kartol yang bergerak dan besi yang membentur-bentur dinding dinding dengan bunyi derit yang menggema. Lift itu berayun-ayun saat bergerak naik, membuat lambung gadis itu terasa mual dan ingin muntah. Dia harus segera naik ke permukaan.

Lift itu terus berayun naik gadis itu mulai terbiasa dengan suara rantai yang berderit. Waktu terus berjalan. Menit berganti jam, kemungkinan mengetahuinya secara pasti karena setiap detik seolah terasa sangat lama.

Dia bisa berpikir lebih baik dari ini. Dari instingnya, gadis itu tahu jika dia telah bergerak setidaknya selama setengah jam.

Lift yang bergerak naik itu berhenti, gerakan tiba-tiba itu hampir membuat gadis itu terjatuh, namun dia segera menyeimbangkan tubuhnya. Saat itu suara lift tiba tiba berhenti. Segalanya lantas hening.

Kini, gadis itu hanya bisa menunggu sambil mendongak ke pintu atas bagian lift. Menunggu seseorang membukakan pintu untuknya.

Suara gemerincing keras terdengar dari atasnya. Suara benda berat bergeser terdengar bersamaan dengan pintu ganda yang terbuka. Setelah sekian lama berada dalam bayangan, terdapat sekelebat cahaya matahari yang datang dari permukaan lift.

Pintu lift terbuka lebar. Segera gadis itu melihat banyak anak lain seperti dirinya mengerubungi pintu lift.

"Sini, mari ku bantu." Seorang remaja blonde mengulurkan tangannya kepada gadis itu untuk membantunya naik.

Gadis itu memandangi sekitar setelah menginjak kaki nya di rumput yang sangat luas. Mereka berdiri di atas tanah lapang, yang luasnya beberapa kali lipat lapangan bola, dikelilingi empat tembok raksasa yang terbuat dari bebatuan abu-abu dan diselimuti tanaman menjalar di beberapa bagian.

Ketinggian tembok-tembok itu setidaknya mencapai lebih dari seratus meter dan membentuk persegi sempurna di sekeliling mereka.

"itu seorang gadis?" Tanya seorang dari mereka.

"Para creator mengirimkan perempuan?" Tanya seorang lainnya.

Gadis itu melihat sekitar. Dia baru ingat bahwa glade yang di tempati saat ini hanya berisi anak laki laki atau remaja yang kemungkinan berusia 10 sampai dengan 17 tahun saja. Namun, gadis itu merasa lega melihat seorang remaja laki laki yang sangat dia cari berada disana.

"Thomas?" Kata gadis itu tidak percaya sekaligus lega.

Semua anak anak lain segera menatap Thomas dengan tatapan kebingungan. Mereka bingung bagaimana gadis itu bisa mengenal Thomas. Namun, dari tadi, fokus Thomas terus teralihkan oleh tangan gadis itu yang berlumuran darah.

Thomas tampak ngeri melihat pisau yang menancap di lengan gadis itu. Disisi lain, Thomas juga merasa kebingungan dengan gadis itu yang nampaknya tidak kesakitan.

"Tangan mu? Kau baik baik saja?" Tanya Thomas khawatir. Walaupun Thomas tidak mengenali gadis yang berada di depannya, tetapi dia merasa khawatir dengan keadaan gadis itu.

TMR - The Girl Who Save EveryoneWhere stories live. Discover now