09. Tamparan dari bunda

35 2 0
                                    

Kaera berjalan kearah kamar Luna, dengan wajah yang sepertinya sedang marah entah karena apa.

tok

tok

tok

Luna membuka pintu kamarnya yang diketuk, ia sedikit kaget mendapati bundanya yang sedang menatapnya tajam.

PLAKK

Luna memegangi wajahnya yang terasa panas dan ngilu, Kaera menamparnya dengan sangat keras, ia bingung apa salahnya?

"Bunda.." Kaera kembali menjambak rambutnya dengan sedikit brutal hingga rambut yang sudah menipis dan rontok jadi tambah menipis.

"Bunda stop..sakit bun" lirihnya memohon pada bundanya agar melepaskan jambakannya.

PLAKK

Kaera kembali menamparnya dengan keras hal itu membuat Luna jatuh. Kaera berjongkok menyamakan tingginya dengan Luna, ia kembali menatap Luna yang tengah menangis dengan tatapan marah dan tajam.

"Anak sialan! KAMU SUDAH RUMAH TANGGA SAYA HANCUR LUNA! KAMU ANAK GATAU DIRI!?" Ia kembali menampari Luna dengan brutal hingga pelipis dan ujung bibir Luna berdarah. Luna sudah terkapar lemah tak tahu harus apa. Bahkan nilainya disekolah selalu bagus dan memuaskan, ada apa dengan Kaera yang tiba tiba menerjangnya?

Setelah puas memukuli anaknya ia menunggali Luna begitu saja. Memang orang tua tak tahu diri. Luna lelah rasanya ia ingin mati sekarang. Lihatlah dengan keadaan yang seperti ini ia berjalan tertatih kedalam kamarnya, mengambil pil obat yang ada dilaci samping kasurnya setelah nya ia meminum obat itu dengan air sekali tegukan.

"Salah gue dimana?" lirihnya pada diri sendiri, ia melupakan pelipis dan ujung bibirnya yang berdarah. Air matanya sudah mengalir  sedari tadi.

Ada apa dengan Kaera?

Luna berjalan kearah kamar mandi untuk membersihkan diri lima belas menit sudah ia mandi dengan piyama yang melekat pas ditubuhnya, ia berjalan kearah meja belajar yang penuh dengan buku fisika dikarenakan besok jadwal mata pelajaran fisika.

Luna menghela nafas mengelap air matanya yang belum reda untuk berhenti turun. Ia mengambil buku diary miliknya lalu mencatat semua yang terjadi hari ini, lalu setelah nya ia mengambil buku buku fisika lalu mencatat yang baginya penting untuk besok.

Sebenarnya Luna mengantuk tapi ia tahu watak sang ayah yang begitu keras dalam hal belajar. Terus mencatat hingga tak sadar waktu sudah menunjukan pukul dua belas malam. Selesai dengan belajarnya Luna tak langsung merebahkan dirinya dikasur melainkan berjalan kearah pintu balkon lalu membukanya terlihat ada dua banggu untuk duduk, ia tersenyum kembali menutup pintu balkon lalu duduk disalah satu bangku yang ada disana. Ia duduk menatap langit malam yang terlihat banyak bintang disana. Ia tersenyum getir ketika sekilas bayangan bundanya yang menamparnya tadi.

"Salah gue apa?" ia terkekeh pelan, bukan kekehan lucu atau segalanya melainkan kekehan menahan nangis, paham kan?

"Ambil Luna tuhan Luna capek! ga ada yang pernah ngertiin Luna! Ga ada yang pernah ngerasain posisi Luna! Luna capek nangis terus , Luna pengen ketawa bareng ayah sama bunda tapi apa? haha" Ia membiarkan air matanya jatuh.

Ia menatap bintang yang paling bersinar diatas langit malam, senyum nya terbit tatkala melihat bintang itu.

"Tuhan jadiin Luna salah satu bintang yang paling bersinar dilangit sana" Ia menunjuk bintang yang bersinar terang, ia seperti sedang bicara dengan seseorang padahal tak ada siapa pun selain dirinya.

"Gimana kabar nenek disana? nenek disisi tuhan kan?" tetiba pikirannya mengingat kepada sang nenek.

Luna menghela nafas, lalu ia berdiri dan kembali masuk kekamarnya tak lupa untuk menutup pintu balkon. Ia berbaring Luna memutuskan untuk tidur dan kembali beraktivitas besok.

***

Matahari memunculkan dirinya, dicela cela tidur gadis cantik yang terlihat mata sembab dan pipi yang sedikit bengkang juga ujung bibir yang terlihat kebiruan dan pelipis yang sama kebiruan terlihat seperti bekas tamparan.

Gadis itu terbangun dari tidurnya, ia sedikit terganggu dengan cahaya matahari yang masuk dicela jendelanya. Luna melihat jam yang terletak dilaci samping kasur, ternyata jam sudah menunjukan pukul enam pagi, ia berjalan kearah kamar mandi untuk membilas diri. Setelah selesai ia mengunakan baju batik yang ia kenakan dihari kamis, dipadukan dengan rok abu yang ia kenakan.

Ia berjalan menuruni tangga terlihat satu wanita paruh baya yang sedang menyajikan berbagai lauk sarapan pagi ini. Luna tersenyum kala melihat bi Inem. Art yang membantu pekerjaan rumah sudah lumayan lama.

"Pagi bi" sapanya, bi Inem tersenyum lalu mengangguk.

"Yang lain kemana bi?" tanya nya

"Bibi gatau non tuan Dean gak pulang dari malem lalu kalo nyonya Kaera udah berangkat jam empat subuh tadi bawa koper juga non" Luna hanya mengangguk sekilas. Setelah selesai sarapan ia pamit dengan bi Inem.

"bi Luna berangkat dulu ya? em bibi dirumah aja ya? temenin Luna" bi inem mengangguk.

Angkot yang dikendarai Luna berhenti tepat disekolahnya ia membayar angkot itu lalu turun.

"Makasi ya mang" Mamang itu mengangguk lalu melanjutkan perjalanannya.

Luna berjalan dikoridor tak jarang ada yang menatapnya terang terangan jijik. Luna hanya membalasnya dengan senyum manisnya saja.

"Luna!" Luna melihat kearah belakang mendapati Alvaro yang berlari kecil kearahnya tak lupa dengan senyum manis ciri khasnya.

Ia membalas senyum itu.

"Pipi lo kenapa?! siapa yang ngelakuin ini ?! om dean iya? atau tante kaera?!" Alvaro menarik tangan Luna menuju UKS yang terletak dipojok sebelas ruang indoor voly.

Alvaro dengan sigap mendudukan Luna diatas brankar lalu mengambil kotak p3k dilaci tersebut. Setelah nya ia menuangkan alkohol dikapas itu dengan telaten lalu menempelkan kapas itu dipelipis Luna. Sesekali Luna meringis kesakitan.

"Tadi lo belum jawab pertanyaan gue Lun?" tanya Alvaro dengan sedikit lembut berbeda dengan tadi yang sedikit membentak.

"Bunda Al" jawab Luna seadanya.

"Ck!" Alvaro berdecak kesal, Kaera benar benar ibu yang tak pantas dibilang ibu, pikirnya. Luna menatap mata hitam legam milik Alvaro ia melihat kekhawatiran disana. Ternyata Alvaro benar benar mengkhawatirkannya.

siapa Alvaro sebenarnya?

"Nanti makan ice crime lagi ya?" Ajak Alvaro ia ingin Luna sedikit membuang sedihnya, Luna mengangguk semangat. Alvaro mengacak gemas rambut Luna.

"Rambutnya berantakan Al" Luna berdecak kesal menatap Alvaro sinis. Tapi dimata Alvaro Luna malah menggemaskan, mata luna yang sedikit sipit menatap Alvaro sinis tak ada seram seramnya malah.

"Lucu" gumam Alvaro pelan.

Ia mengandeng tangan Luna menuju kelas, Luna tak menolak ia membalas gengaman Alvaro erat. Sampai didepan pintu kelas belum ada guru yang masuk mereka berdua berhenti tepat didepan kelas mereka.

"Belajar yang bener" gumam Alvaro kembali mengacak rambut Luna gemas.

"Lo mau kemana?" Luna mengerutkan keningnya bingung? bukankah Alvaro duduk dengannya?

"bolos" jawabnya enteng.

"Dih gabolee" Luna menarik tangan Alvaro.

Alvaro berlari seraya memeletkan lidahnya kearah Luna.

"Biarin wleee"

Luna tersenyum menatap Alvaro dari jauh, Alvaro mewarnai sedikit kehidupannya.

***

HAII GAESSSS INI AKU UP 1000+ INI SPESIAL PART KARENA ADA YANG GUMUSSS GUMUSSS NYAA INI JUGA CHAPTER TERPANJANG FRAGIL.

I HOPE YOU LIKE IT GUAESS!!

MINTA VOTE DAN KOMENNYA KAKA 👉👈🥺

VIRTUAL HUG BUAT KAKA KAKA TERCINTOY♥️

salam author 🙏🥶


FRAGIL (end)Where stories live. Discover now