🌺21.🌺

6 0 0
                                    

⚠️ Support penulis dengan klik ⭐ dan komen.



Bismillahirrahmanirrahim.



...

Selamat membaca...

...




"Kenapa jadi kamu yang minta maaf? Ajarin dong adek kamu yang autis itu!  Tutur ibu itu kasar sekali.

Belum sempat aku menjawab Tante Ririn baru saja datang entah dari mana. Mendengar penuturan ibu itu Tante Ririn mengepalkan kedua tangannya.

Please, ya Allah.. jangan sampai ada keributan lagi.., batinku.

Tante Ririn mendekat ke arah Ibanez, menyuruh putra tercintanya itu untuk sedikit menunduk. Tinggi mereka yang berbeda membuat Tante Ririn kesusahan untuk sekadar membisikkan sesuatu ke telinga Ibanez.

"Sayang, maafkan ibu itu yang bicaranya kasar ya. Kita berdoa semoga Allah berikan hidayah kepada ibu itu. Tidak ada salahnya mengalah. Bukan berarti Ibanez kalah, bukan. Allah sedang mengajarkan Ibanez untuk bersabar dan ikhlas. Lagipula Ibanez juga salah kan, Nak?" Bisik Tante Ririn. Bayi besar mengerutkan dahinya.

"Ibanez sudah merusak mainan adik itu," lanjut Tante Ririn sambil mengarahkan telunjuknya ke arah rubik yang pecah menjadi beberapa keping.

Ibanez menatap adik kecil itu dengan wajah sendu.

"Maaf, aku sudah merusak mainan kamu. Aku akan ganti," tutur Ibanez dengan suara yang masih bergetar.

"Seratus dua puluh lima ribu!" Ibu dari anak kecil itu menyahut. Aku jadi kesal sendiri! Astaghfirullah..

Ibanez mengeluarkan sejumlah uang kemudian memberikan uang tersebut kepada adik kecil itu. Bukannya berterimakasih, ibu itu melenggang pergi begitu saja dari hadapan kami. Mashaallah..

"Ibanez, kamu nggak apa-apa?" Tanyaku mengkhawatirkan keadaannya. Bayi besar  menganggukkan kepalanya dengan lesu.





21. Mari Berdamai






Pagi yang cerah tak secerah keadaanku hari ini. Lagi-lagi aku tidak bisa bersantai di hari liburku. Kakakku satu-satunya yang paling aku cintai dan sayangi tidak bisa membiarkan aku istirahat barang sejenak. Pagi-pagi begini aku harus ke rumahnya mengantarkan jamu buatan ummi untuk istrinya. Belum lagi kak Anisa mengidam bubur tapi harus aku yang beli. Kak Anisa juga ngidam agar aku membacakan sholawat sembari mengusap perutnya. Katanya suaraku seindah suara dato'Siti Nurhaliza 🤭😁

Setelah semua itu rampung, aku baru bisa beristirahat di ruang tengah. Aku masih di rumah kak Irsyad, karena sekalian menemani kakak ipar. Nanti sorenya aku langsung pergi ke kafe setelah Kak Irsyad pulang. Sembari memandangi pemandangan hiruk-pikuk perkotaan, pikiranku kembali melayang mengingat pertemuanku dengan Rey kemarin lusa.


"Apa dia terluka parah? Apa lukanya serius?" Tanya Rey.

"Aku bukan Ibanez, Rey! Harusnya kamu datangi langsung dia dan pastikan sendiri keadaannya! Minta maaf sama dia! Bukan aku korbannya, Rey! Tapi dia!"

Perfect Ibanez--on Going-slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang