Di Penghujung Kelas 12

32 8 0
                                    

Kata orang, seseorang yang membuat kamu jatuh cinta di masa remaja adalah orang yang akan merubah segala sudut pandangmu akan dunia. Untukku kata-kata itu benar adanya.

Seseorang itu datang dalam bentuk seorang pemuda yang sejak kali pertama ku temui tak pernah kupikirkan kami akan menjadi dekat. Kalau aku diibaratkan sang matahari yang selalu menyinari hari dengan keceriannya. Maka ia adalah rembulan di malam tak berbintang. Sendirian, tak banyak bicara, dan terlalu tertutup. Namun ia tetap bisa bersinar dengan kecerdasannya yang diakui oleh siapapun.

Namanya Eka.

Aku dan dirinya berlawanan dalam banyak hal. Itulah mengapa butuh waktu 6 bulan lamanya, hingga kami yang notabene teman sekelas bisa saling berbicara. Eka dan segala kecerdasannya, adalah hal yang membuat siapapun merasa canggung untuk mendekat. Penampilannya terlalu serius, dan ia jarang sekali berbicara. Mungkin di kelas ia hanya akan berbicara panjang lebar ketika guru mengadakan sesi debat. Satu-satunya kondisi dimana siapapun bisa melihatnya begitu luwes berbicara di depan umum dengan pengetahuannya yang begitu luas. Tak heran jika selama 3 tahun masa SMAnya lebih banyak dihabiskan mengikuti lomba, tak sepertiku yang kerap kali datang ke sekolah hanya untuk bermain

Lantas dengan segala perbedaan itu, bagaimana bisa aku jatuh cinta padanya? Aku pun tak tau. Semakin lama kami berbincang, semakin lama kami menghabiskan waktu maka perasaan itu tumbuh dengan sendirinya. Aku yang tak begitu menyukai belajar, mendadak betah duduk berjam-jam bersamanya meski pembicaraan kami lebih banyak diisi diskusi tentang pelajaran ataupun laut dan segala misterinya. Topik favorit Eka.

Eka itu, tergila-gila sekali tentang laut. Jika remaja seperti kami lebih banyak berbagi cerita tentang musik ataupun film yang sedang terkenal belakangan ini. Maka Eka berbeda. Dia lebih sering berbicara tentang laut dan segala misterinya. Dalam salah satu sesi percakapan panjang kami, adakalanya ia membawa satu buah ensiklopedia laut dengan senyuman lebar. Memamerkan isinya kepadaku yang dengan senang hati mendengar.

Siapa sangka, kedekatan kami bukan hanya merubah perasaanku namun juga nilai-nilai akademik. Menyukai seseorang yang sangat hebat, memacu kamu untuk selalu menjadi yang terbaik. Menyukai Eka, membuatku berpikir untuk menjadi sosok yang mampu menyamainya. Menjadi sosok yang terlihat pantas untuk dekat dengannya. Si dia dengan segudang prestasi. Aku yang berniat di masa putih abu takkan lagi seambisius sebelumnya, berakhir mengejar Eka dalam nilai akademik. Tanpa sadar aku ikut bersinar bersamanya.

Namaku dan namanya selalu berdampingan sebagai peraih nilai tertinggi. Sebuah hal yang entah kenapa sering kami jadikan bahan candaan, dengan saling berlomba menyaingi nilai satu sama lain. Walau aku ini akan selalu kalah dari sosoknya. Perlombaan tak kasat mata kami, nyatanya membawaku untuk masuk ke 10 besar nilai tertinggi seangkatan selama 2 tahun. Nomor satunya? Tentu saja Eka. Urutan itu di tahun terakhir, jelas memiliki banyak arti. Termasuk fakta bahwa aku telah mengamankan posisi sebagai penerima kuota murid yang dapat mendaftar universitas melalui jalur undangan.

"Lo udah isi pilihan univ?" tanyaku padanya di suatu hari di masa awal menjadi murid tahun ketiga. Di depanku ada secarik sebuah formulir yang wajib diisi setiap murid tahun terakhir untuk mengetahui rencana masa depan mereka.

Eka yang kala itu sedang serius sekali menyelesaikan buku bank soalnya mengalihkan pandang padaku. "Udah. Gue pilih STEI sama SAPPK ITB sih."

"Loh nggak ambil yang tentang kelautan?"

"Nggak, ortu gue lebih setuju gue nggak ambil ke arah kelautan gitu." Pandangan Eka kembali fokus ke buku bank soal. "Lo masih belum ngisi? Bukannya terakhir dikumpul kemarin?"

"Iya, makanya gue lagi dikejar-kejar Bu Endah ini." Aku menghela napas mengingat wali kelasku telah memberi wejangan panjang buntut dari formulir karir yang tak kunjung ku berikan. "Gue bingung."

Summary Of Unrequited LoveWhere stories live. Discover now