55. Berusaha Memengaruhi

153 1 0
                                    

Langkah itu terpaksa terhenti.

"Ada apaan lagi sih, Ra?" tanya Frel kesal begitu melihat Dara dari belakang tiba-tiba melompat ke depannya layaknya kodok sambil merentangkan tangannya.

Dara menghadang Frel sambil cengengesan nggak jelas.

"Jangan buru-buru pergi dong, Frel. Gue kan belum jelasin maksud gue cariin lo tuh apa."

"Kenapa nggak dari tadi ngomongnya?"

"Ya, mau ngomong gimana, lo aja nggak kasih kesempatan gue ngomong, Frel," tukas Dara sambil sok cemberut.

Frel menghela napas kasar seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Ya, udah jelasin. Jangan lama-lama, gue kasih waktu lo lima menit."

Dara kontan melotot sambil berseru panik. "Kok waktunya dikit banget. Tambahin, dong!"

"Udah satu menit kebuang sia-sia. Waktu lo tinggal empat menit."

"Oke, oke. Gue ngomong." Dara maju mendekat sembari merangkul tangan sahabatnya. Ia cengar-cengir kayak orang bego. "Ikut gue, yuk, Frel."

Cewek berkulit putih itu memutar kedua bola matanya. "Ke mana?"

"Temani gue ketemu cowok gue, ya," katanya tanpa malu dengan disusul kerlipan manja matanya yang kontan membuat Frel bergidik ngeri.

"Biasanya juga lo sendirian yang duluan jemput Kak Ari. Ngapain sekarang minta ditemani sama gue?"

"Ya, biar ada temennya gitu, Frel."

"Maksudnya lo mau ajak gue jemput Kak Ari di kelasnya? Aduh, gini, ya, Ra, lo apa nggak ngerasa kebalik, tuh. Harusnya si cowok dong yang jemput ceweknya, bukannya kebalik gini." Frel mulai merasa dongkol juga mendapati kebiasaan aneh Dara.

"Emang bener, sih. Cuma ini dari awal kemauan gue, Frel. Kak Ari udah pernah bilang dia sendiri yang bakal jemput gue ke kelas, tapi gue nggak mau."

"Lha, kenapa?" Frel jadi heran, tapi juga penasaran. "Kan enak tuh Kak Ari udah tawarin duluan."

"Ya, nggak apa-apa." Tiba-tiba Dara yang tadinya menggoyang-goyangkan tangan Frel kini beralih membekap mulutnya sendiri sambil cekikikan.

Frel bengong. Ia seakan telah berubah menjadi sapi ompong.

Frel merasa ingin berlari ke rumah Pak Kyai terdekat dan memohon untuk memberikan rukiah pada sahabatnya. Apalagi saat ini mereka menjadi tontonan siswa-siswi yang sedang lewat di depan mereka.

Sungguh, ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada Dara kali ini.

Frel pengin kabur tapi juga nggak tega sama Dara. Pengin jambak rambut tuh anak biar sadar sedikit, tapi dia juga agak khawatir entar malah mereka dianggap gila, gimana?

Apa jangan-jangan Dara kerasukan setan penunggu sekolah?

"Ra, lo nggak apa-apa?" tanya Frel dengan tampang was-was campur ngeri.

"Ekspresinya gitu amat, sih?! Ya, iyalah gue nggak apa-apa." Tanpa menunggu tanggapan Frel, ia memelintir anak rambutnya sembari senyam-senyum, tanpa menghiraukan lirikan mata mengejek yang mengarah kepadanya.

Dia mah nyantai aja, Dara bisa bertaruh mereka nggak akan punya nyali menegurnya selagi ada Frel. Ya, sejak pem-bully-an itu para penghuni sekolah pada tahu gimana kehebatan sobatnya satu ini. Dengan kegemparan dan pembangkangan yang dilakukan Frel, lebih-lebih lagi ia bahkan bisa membalas kelakuan Farah—ratu kegelapan di sekolah—di depan semuanya, kini nggak ada lagi yang berani sama Frel.

Dara hanya tersenyum tenang sedari tadi. Ia memperhatikan wajah ngeri sekaligus khawatir dari sahabatnya yang paling baik itu. Ah, ia akan memberitahukan secepatnya daripada belum apa-apa ia kena sasaran amukan Frel. Kan, gawat!

Dara berdeham dan merapat ke arah cewek cantik itu. "Gini, ya, Frel, gue tuh cuma nggak mau kalo Kak Ari yang datang duluan ke kelas gue, entar temen-temen cewek di kelas kita pada naksir terus dibuat rebutan,  gimana? Kan gue sendiri yang repot. Terus entar mereka jadi iri sama gue, gimana?"

Huek!

Seketika Frel langsung mual mendengar kenarsisan Dara.

"Secara gitu, gue dapat pangeran tampan, yeeaah, meski tetap kalah sama ketampanan Kenn sama Kak Kevan. Tapi kan cowok gue tergolong cakep, keren, manis, lagi!" lanjutnya dengan penuh semangat dan kepercayaan diri tinggi.

Ia masih sibuk memelintir anak rambutnya sembari tatapannya mengarah ke dunianya sendiri. Berkhayal dan tersenyum nakal.

Melihat itu Frel langsung tepuk jidat dan nggak habis pikir kelakuan Dara. Ia jelas tahu apa yang ada dipikiran anak itu. Ia sangat mengenal Dara sedari kecil hingga perubahan drastis yang pernah dilaluinya. Terlalu jelas tergambar di jidatnya bagaimana bayangan lamunan dan rencana-rencana yang akan Dara praktekkan pada Ari nanti.

Ia hanya bisa membantu berdoa, semoga Tuhan masih melindungi kakak kelasnya tersebut. Dalam keadaan aman dan tak kekurangan sesuatu apa pun.

Namun, tiba-tiba Dara tersadar dari lamunan. "Eh, Frel, omong-omong soal Kak Ari, gue bukan mau ajakin lo ke kelasnya, tapi langsung ke kantin kok. Gue tadi tuh udah bilang sama pacar gue, entar mau nyusul ke sana. Jadi lo sekarang harus ikut gue, ya, Frel," pintanya.

Frel terdiam sejenak, lalu menggeleng mantap. "Ogah."

"Ayolah, Frel. Oh, ya, di sana ada Kak Kevan juga loh. Bukannya lo dari awal udah menargetkan Kak Kevan, ya? Lo naksir kan sama dia?"

Iya, sih, nggak salah apa kata Dara.

Semenjak bertemu Kevan—sang ketua OSIS—pada awal MOS, ia begitu tertarik dengan sikap ramah dan ketampanannya. Terutama saat Kevan menatap matanya, ia merasakan beribu-ribu kenyamanan dan ketenangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Hingga membuatnya nekat mengambil tantangan bodoh dari kakak kelasnya yang bernama Alvin untuk merayu Kevan dan mengajaknya berkencan di sebuah lapangan yang saat itu ditonton beratus-ratus siswa.

"Eh, gue inget deh, dari awal MOS lo kan pernah bilang tertarik sama Kak Kevan. Kak Farah jadi marah juga gara-gara lo berhasil mengambil perhatian Kak Kevan, daripada sama nenek lampir itu. Denger-denger dari dulu dia selalu ngejar Kak Kevan tapi sampai sekarang nggak dilirik tuh sama Kak Kevan. Nggak ditanggepin. Rasain!"

Dara terus aja berceloteh tanpa memberikan kesempatan Frel ngomong.

"Terus gimana? Lo mau, kan? Hitung-hitung buat PDKT, Frel. Biar lo makin deket lagi sama Kak Kevan. Kan lo kapan hari udah berhasil ambil tantangan dari Kak Alvin buat merayu Kak Kevan di lapangan sama berhasil ngajak kencan. Nah, tunggu apa lagi, kurang selangkah lagi lo bisa dapatkan hati Kak Kevan."

Frel termangu.

Ia emang dari awal berniat mengejar cinta Kevan. Udah beberapa kali ia mengeluarkan gombalan recehnya, meski nggak selebay Dara juga. Frel emang lebih cerdik dan dalam kemampuan alami yang lucu dan ngegemesin itu ia bahkan bisa begitu mudah menarik perhatian cowok.

Tetapi itu sebelum ada insiden pem-bully-an dan berubahnya sikap Kenn yang tiba-tiba membantunya. Tentu juga bukan itu aja. Sebegitu penasarannya dia tentang kehidupan Kenn hingga menjadikannya penguntit yang nggak tahu diri yang ke mana-mana ia selalu mengikuti Kenn.

Oke, sebagai musuh bebuyutan, mula-mula ia emang berniat mencari kelemahan Kenn dan setelah dapat ia bisa memanfaatkan itu sebagai cara balas dendam. Tetapi semua tidak sesuai perkiraan, ada banyak rahasia Kenn yang ditutupi termasuk alasan kematian kakaknya sendiri. Bahkan ia yakin itu masih sebagian kecil rahasia yang ia ketahui. Ada banyak hal tersembunyi dari diri cowok itu yang sengaja ditutupi selama ini.

Terutama tentang keluarganya, apalagi bokapnya sang pemilik sekolah yang notabene sangat jahat dan kejam.

Ah, kehidupan cowok itu ternyata benar-benar misterius. Orang kaya seperti mereka emang selalu aja ada masalah yang nggak bisa dianggap remeh.

Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengesampingkan tujuan utamanya, bukan?

Ya, ia harus bertekad kembali pada tujuan awal. Mengejar Kevan dan memenangkan hati si ketua OSIS tersebut.

Selepas ia memantapkan hati serta pikiran, Frel segera meraih tangan Dara dan segera cabut ke kantin untuk menyapa sang pujaan hati dengan semangat membara.

.........................***..........................

Cewek Agresif VS Cowok PolosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang