"Kan kartun anak-anak, masa ada cinta-cintaannya? Nggak mendidik!"

"Emang Kak Janitra waktu kecil nggak pernah suka sama orang?"

"Ya pernah."

"Nah itu, manusiawi dong."

Rupanya selagi kakak beradik yang tidak pernah akur itu mengobrol, Bi Yuli pulang dari pasar sambil membawa tas keranjang berisi sayuran. Perempuan itu ternganga, terkejut melihat bagaimana sepasang kakak-beradik yang biasanya bertengkar itu mendadak rukun. Tapi rupanya hanya berjalan beberapa menit karena detik selanjutnya Janitra berteriak. "Lo kenapa jadi jelasin gue Upin-Ipin, sih? Udah ah, sana lo. Jangan ganggu waktu gue untuk nonton!"

****

Baru saja Anindita ingin memejamkan matanya sambil menikmati hari yang panjang, tahu-tahu ponselnya bergetar. Matanya terbelalak begitu melihat siapa yang muncul di layarnya. Ca-ra-ka. Caraka Mahawira meneleponnya. Anindita menggerutu jengkel, tapi mau tak mau dia mengangkatnya. "Halo, Luwak White Koffie, passwordnya apa?" tanyanya teringat kuis interaktif yang sering dia tonton di rumah.

"Hah? Password apa?"

"Harusnya jawab, Luwak White Koffie, kopi nikmat tidak bikin kembuuung."

"Hmm, Luwak White Koffie, kopi nikmat tidak bikin kembung." Rupanya Caraka meladeni bercandaan Anindita yang membuat gadis itu bersorak kegirangan.

"Selamat, Anda memenangkan 500 ribu rupiah!"

"Ok, kalau gitu uangnya bisa diantar ke rumah gue sekarang juga. Gue tunggu. Setengah jam udah di sini. Ada kerjaan buat lo."

"Lhoo—ini ikan hari libur—haloo? Haloo?" sambungan terputus.

"Apa-apaan? Ini namanya eksploitasi tenaga manusia!" Anindita menggerutu, tapi sedetik kemudian teringat bahwa dia masih dalam fase magang. Buru-buru gadis itu menyambar jaketnya, mengganti celananya dengan celana yang tergantung di belakang pintu, lalu memesan ojek online. Setengah jam kemudian dia sampai di rumah Caraka. Cowok itu sudah rapi, mengenakan kaos berwarna hitam bertuliskan The Tielman Brothers. "Hai selamat pagi!" Anindita masuk.

"Wah selamat pagi, Kak Anin. Tumben banget nih pagi-pagi di sini."

"Hehehe soalnya ada yang tiba-tiba telepon aku nyuruh ke sini, ganggu banget."

"Oh gitu, jadi ganggu?" tanya Caraka.

"Eh udah ada Kak Caraka ternyata, hai Kak." Anindita menatap Caraka dengan senyum lebar, padahal jauh dalam hatinya, dia ingin sekali menjambak rambut gondrong cowok di depannya itu yang kini menatapnya tanpa sedikit pun merasa berdosa karena sudah mengganggu hari Sabtu orang lain.

"Udah sarapan?"

"Kebetulan udah."

"Iya udah, yuk berangkat."

"Hah? Berangkat? Ke mana?"

"Temenin gue."

"Ke ...?"

"Ya pokoknya temenin aja."

"Ratih mana?"

"Masih tidur, Neng," jawab Teh Yati. "Hari Sabtu biasanya Neng Ratih bangunnya agak siang, jam 10-an."

Caraka langsung menggandeng tangan Anindita, sampai gadis itu terkejut karena tiba-tiba saja tangannya digenggam. Lalu cowok itu membuka pintu mobil, mempersilakan Anindita masuk lebih dulu. Sampai Anindita bertanya-tanya, apa di hadapannya benar sosok Caraka yang kemarin kesal padanya? Sebenarnya dia punya berapa kepribadian, sih?

Cita Cinta CarakaWhere stories live. Discover now