O6 - Debaran Jantung

48 14 8
                                    

Erika melangkahkan kakinya sampai ke belakang jendela kaca yang menampilkan area balkon apartemen Rafael.

Di sana Rafael tampak berdiri menghadap pada teralis pembatas balkon, memunggunginya sembari memegangi sesuatu yang sepenglihatan Erika adalah sebuah buku. 

Sejak meeting dihentikan dengan ditutup oleh perkataan tajam dari kedua belah pihak ---Erika maupun Rafael--- Erika pun langsung mengantarkan Rafael kembali ke apartemennya sesuai dengan permintaan Rafael. Setelah sampai, Rafael tampak masuk ke dalam kamarnya kemudian dia berjalan keluar sembari menenteng sebuah buku sampai ke area balkon apartemennya tanpa banyak bicara. Setelahnya dia termenung di sana sendirian sampai detik ini.

Erika yang notabenenya memilih untuk sedikit menjaga jarak dengan Rafael karena interaksi sengit mereka pagi tadi, mulai penasaran dengan apa yang dilakukan Rafael, sehingga Erika pun memutuskan untuk mengintip Rafael secara diam-diam seperti ini.

Erika mengerutkan keningnya dalam-dalam saat dia melihat Rafael mengangkat sedikit bukunya sampai bertumpu pada teralis pembatas balkon membuat Erika bisa melihat isi buku tersebut yang menampilkan foto kelulusan Rafael ketika SMA. Atau dengan kata lain Rafael sedang menatap fotonya sendiri ketika dia masih culun, dua belas tahun lalu.

Selang berapa detik kemudian Rafael tampak membalikkan halaman buku tersebut. Kali ini menampilkan foto bersama angkatan mereka saat SMA.

Ya, sekarang Erika tahu buku apa yang ada dalam genggaman Rafael. Rupanya album berisi foto-foto kenangan SMA mereka.

Sekilas dapat Erika rasakan perasaan sakit melihat Rafael menatap cukup lama bagian di mana Rafael menatap presensinya yang berada cukup jauh dari kumpulan teman-temannya yang berpose dengan seru di sana.

Rafael seperti kuman yang dihindari oleh banyak orang kala itu.

Dan sekarang, takdir dengan baik hatinya membiarkan Erika merasakan apa yang lebih dulu Rafael rasakan.

Sakit.

Sangat sakit rasanya.

Erika seperti tidak memiliki harga diri. Erika seperti sampah yang diabaikan. Erika seperti sosok yang tidak diinginkan. Erika bahkan merasa kesepian. Dan mungkin perasaan yang Erika rasakan saat ini lebih dulu dirasakan oleh Rafael dengan dirinya yang menjadi pelakunya saat itu.

Perlahan tapi pasti Erika menundukkan kepalanya dalam-dalam. Entah kenapa tiba-tiba saja Erika kembali mengingat perkataannya pada Rafael pagi tadi. Rasa-rasanya perkataannya tadi terlalu berlebihan seolah-olah Erika berada jauh di atas Rafael padahal kenyataannya takdir sudah membalikkan keadaan. Dan seharusnya dengan pengalaman yang Erika punya di mana Erika kini merasakan bagaimana rasanya berada diposisi Rafael ketika SMA, mampu membuat Erika sedikit saja menge-rem mulutnya ini. Tapi lagi-lagi Erika malah kembali menorehkan luka dihati Rafael.

Pasti sekarang Rafael semakin membencinya. Dan mungkin akan semakin gencar membalaskan dendamnya kepadanya.

Haruskah Erika menyesalinya sedari awal sebelum Rafael semakin jauh menyiksanya atau---

"Kamu ngapain?"

Erika berjenggit terkejut. Segala lamunannya buyar seketika. Dia pun menolehkan kepalanya ke arah Rafael yang sekarang berdiri di dekat pintu balkon sembari menyandarkan lengannya pada bingkai pintu. Terlihat santai, namun tatapannya mengarah pada Erika dengan datar.

Erika berdeham pelan menghilangkan kepanikan sekaligus rasa malu karena ternyata kegiatan mengintipnya dipergoki oleh Rafael.  Kemudian Erika menggelengkan kepalanya pelan menjawab pertanyaan Rafael.

Rafael sendiri memilih untuk tidak mau perduli, dan segera berjalan melewati Erika sembari menenteng album foto tadi.

"Pak Rafael"

The Difference (✓)Where stories live. Discover now