O3 - Rafael Sialan!

51 13 7
                                    

Erika membungkukkan badannya berusaha memijat kakinya yang terasa pegal. Tentu saja, sebab dia berdiri di depan ruang meeting di salah satu hotel ternama sejak dua jam yang lalu. Hotel yang sebetulnya sering Erika kunjungi ketika Erika masih menjadi model lima tahun lalu.

Erika berdiri di sana selama berjam-jam lamanya dalam rangka menunggu Rafael yang tidak juga keluar dari ruangan tersebut. Kaki Erika sudah sangat pegal, tapi di dekat ruangan ini tidak ada kursi yang bisa Erika duduki, dan kalau Erika nekat mencari tempat duduk kemudian disaat itu juga Rafael keluar dari ruang meeting dan tidak menemukan keberadaannya, bisa-bisa Erika dihadiahi oleh perkataan tajamnya yang selalu berhasil menyakiti hatinya. Makannya sejak dua jam yang lalu Erika pasrah saja untuk tetap setia berdiri di sana.

"Lama banget sih? Meeting apa tidur coba" gerutu Erika merutuki atasan sialannya itu. Setelah dibuat kelaparan siang tadi, sekarang Erika harus disiksa seperti ini. Ayolah, jam sudah menunjukkan pukul lima sore, apa Rafael yang notabenenya pria culun berhati selembut kapas bisa sampai setega itu padanya?

Tentu saja tega.

Kapas itu kan sudah berubah menjadi kanebo kering yang begitu keras. Seandainya saja Erika tidak terlatih menahan perut kosong seperti ini ---ayolah Erika sering terpaksa berpuasa ketika disituasi dia tidak memiliki uang selepas kondisi ekonominya jatuh lima tahun lalu--- bisa dipastikan Erika akan pingsan detik ini juga.

Cklek!

Pintu ruang meeting terbuka lebar.

Erika langsung berdiri tegak sembari melemparkan senyuman ramahnya bersiap menyambut Rafael. Berpura-pura tentu saja. Kenyataannya dia ingin sekali langsung mendorong Rafael dari jendela lantai tiga hotel ini.

Seorang pria tampak keluar dari dalam ruangan tersebut kemudian dia menolehkan kepalanya ke arah Erika dengan tatapan penuh tanda tanya. "Kamu siapa? Karyawan di hotel ini?"

Erika langsung menggelengkan kepalanya pelan saat dia malah menemukan pria lain yang keluar lebih dulu, bukan Rafael seperti yang Erika kira. Sepertinya pria tersebut rekan kerja Rafael yang terlibat meeting dengan Rafael tadi, "Bukan, Pak. Saya asisten pribadi Pak Rafael" jawab Erika.

"Ohh..." pria itu menganggukkan kepalanya pelan kemudian dia menatap Erika dari atas sampai bawah seolah tengah menilai Erika. Lalu beberapa detik setelahnya dia kembali menaruh atensinya pada kedua manik mata Erika. Kedua matanya menyipit lucu dan senyuman penuh arti tampak terpatri di wajahnya, "Bajunya kelihatan kecil sekali ya"

Erika menundukkan kepalanya ke bawah melihat kemejanya tanpa balutan jas yang kembali dipakai oleh Rafael karena kegiatan meeting resmi ini. Dengan rasa malu Erika terpaksa jujur pada rekan kerja Rafael tersebut. Erika pun tampak menganggukkan kepalanya pelan, "iya, Pak. Saya belum sempat beli yang baru" Ayolah, kalau Erika sampai repot-repot berbohong yang ada dia dianggap aneh oleh pria tersebut. Karena dilihat dari manapun pakaian Erika memang terlalu kecil ukurannya untuk tubuhnya ini.

Pria itu menganggukkan kepalanya beberapa kali, "Kalau begitu kapan punya waktu senggang?"

"Hah?!" Pekik Erika terkejut dengan pertanyaan pria itu yang sekarang melemparkan senyuman manisnya di sana. Lantas Erika mengerutkan keningnya kebingungan, tidak benar-benar memahami pertanyaan aneh yang disampaikan kelewat santai oleh pria itu kepadanya.

Pria itu tampak mengacak poni rambut Erika kala melihat raut kebingungan Erika yang terlihat sangat menggemaskan dimatanya. Entah disadari olehnya atau tidak, yang jelas perlakuannya berhasil membuat Erika kembali merasa terkejut. "Kamu libur hari apa? Mungkin saya bisa temenin kamu beli baju lima atau sepuluh pasang sekaligus. Saya yang bayar"

The Difference (✓)Where stories live. Discover now