O5 - Cinta Pertama

50 16 7
                                    

Orang bilang cinta pertama dalam kebanyakan kasus selalu berakhir kegagalan.

Harus Rafael akui, bahwa dia pun membenarkan pernyataan tersebut.

Karena faktanya Rafael pun telah menjadi pihak yang mengalami langsung hal tersebut. Rafael gagal untuk mendapatkan balasan cinta dari sosok wanita yang menjadi cinta pertamanya.

Hanya saja yang membedakan adalah takdir membuat kisah cintanya dipenuhi bumbu yang mungkin tidak semua orang mendapatkannya.

Setelah dua belas tahun berlalu Rafael seolah dikembalikan pada saat dirinya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, menatapnya dari kejauhan, serta mengagumi setiap jengkal wajahnya dalam diam.

Kulitnya yang putih bersih yang dipadukan dengan rambut pirangnya, dan jangan lupakan poni khasnya yang kini kembali menutupi dahinya setelah sebelumnya dia sembunyikan dibalik topinya yang dia gunakan untuk melindungi eksistensinya dari publik. Serta yang paling membuat Rafael candu adalah bagaimana dia melemparkan senyuman manisnya, sekalipun bukan untuk dirinya tapi Rafael masih mengingat dengan jelas bagaimana kedua sudut bibir itu akan secara perlahan tertarik ke atas bersamaan dengan kedua matanya yang menyipit lucu serta lesung di tulang pipinya yang samar-samar akan nampak. Sempurna! Erika adalah wanita yang sempurna. Bahkan sekalipun dia tidak melemparkan senyuman manisnya seperti saat itu, dan hanya memasang wajah cemberutnya seperti saat ini, Rafael tetap harus mengakui bahwa sosok cinta pertamanya tetap terlihat sesempurna itu.

Rafael berdeham pelan membuat sosok yang sedari tadi berbicara di hadapannya, menjelaskan terkait projek yang akan digarap tersebut menghentikan ucapannya seketika.

"Maaf Pak, ada yang salah?" Tanyanya pada Rafael dengan raut wajah bingungnya karena Rafael yang tiba-tiba menginterupsinya.

Rafael menggelengkan kepalanya pelan tanpa mengalihkan atensinya dari si manis yang sibuk berdiri di dekat pot besar berisikan tanaman hias yang terletak tidak jauh dari posisi Rafael meeting bersama karyawannya. Sesekali pun Erika menggerakkan kakinya yang pegal dan jangan lupakan bibir merah ranumnya yang maju beberapa senti ke depan itu, terlihat sangat bosan menunggu dirinya selesai meeting dengan karyawannya. "Saya mau break dulu. Kita lanjut habis jam makan siang" ujar Rafael dengan ramah namun terselip ketegasan di sana.

Wanita muda itu pun segera mengecek jam di pergelangan tangannya yang baru merujuk ke angka sepuluh pagi. Kegiatan meeting mereka pun baru berjalan sejak tiga puluh menit yang lalu. Rasa-rasanya Rafael meminta waktu istirahat terlalu lama. Bukan, bukannya dia melarang atasannya beristirahat, tapi projek ini adalah salah satu projek besar yang harus segera digarap. Dan tanpa persetujuan Rafael, projek tersebut tidak bisa begitu saja digarap. Keberatannya kali ini pure karena masalah pekerjaan semata.

"Tapi Pak---" ucapan wanita itu terpotong untuk yang kesekian kalinya saat Rafael melirik wanita tersebut lewat ekor matanya. Lirikan tajam yang berhasil membuat wanita tersebut menelan ludahnya gugup. "Baik, Pak. Jam satu siang kita akan melanjutkan meeting di sini"

"Kantor aja. Jadi sekarang kamu bisa langsung kembali ke kantor" ujar Rafael secara tidak langsung mengusir karyawannya dari tempat ini, yang tentu saja membuat wanita tersebut menatap Rafael kebingungan, pasalnya sebelumnya Rafael sendiri yang memilih lokasi ini untuk meeting kali ini dengan alasan malas berada di kantor, tapi tiba-tiba saja meeting dihentikan dan ditunda sampai siang nanti dengan mengganti lokasi meeting mereka. Dan sebagai bawahan mana berani dia protes meskipun rasanya ingin sekali.

"Baik Pak. Saya permisi kembali ke kantor"

Rafael menganggukkan kepalanya pelan tanpa sekalipun mengalihkan atensinya dari objek yang dia perhatikan sejak tadi. Karyawannya pun sempat melirik Rafael sejenak yang tidak menatap dirinya barang sedetik pun, sebelum akhirnya dia berjalan meninggalkan Rafael.

The Difference (✓)Where stories live. Discover now