||• 1. Terakhir Sekolah •

25 0 0
                                    

“Tuhan tidak berjanji mewujudkan semua yang kamu inginkan. Tapi Tuhan berjanji, akan memberikan yang terbaik untuk mereka yang terus berjuang.”

- S m i l e  d u l u -

_____🕊🕊_____

Rumah sederhana dengan kombinasi warna putih dan biru. Pagar dari bambu yang menancap mengelilingi rumah. Sebelah kiri halaman rumah terdapat banyak bunga indah dan segar.  Tak lupa, sepeda tua berwarna hitam sudah terparkir di depan rumah. 

Suasana pagi di iringi kicauan burung menimbulkan irama yang indah, membuat hari ini menjadi lebih hidup.

Di tambah udara pedesaan yang asri, menambah keindahan dan kesejukan alam semesta ini.

"PAGIKU INDAH, SEINDAH SENYUMAN BAPAK. UWOWOWOWO." Dinda terus bernyanyi sambil membenarkan kerudungnya depan cermin.

Selesai dengan aktivitas tersebut, ia segera berjalan sambil menggendong tas ke arah dapur. Karena setiap pagi ayahnya selalu ada di dapur.

"Selamat pagi Bapaknya Dinda!" seru Dinda sambil tersenyum manis dan mencium selintas pipi kanan ayahnya.

Pria paruh baya itu membalas senyuman anaknya, hatinya menghangat melihat Dinda yang selalu cerita setiap hari.

"Pagi juga anaknya Bapak yang cantik," balas Hasyim seraya memberikan nasi goreng yang sudah ia beri telur ceplok.

"Nasi goreng spesial untuk anak Bapak yang cantik dan baik hati."

Mata Dinda berbinar melihat nasi goreng sederhana buatan ayahnya. Dengan senang hati, Dinda menerimanya.

"Wow, ini pasti enak. Makasih Bapak!" ujarnya bersemangat.

Tanpa menunggu lama, Dinda langsung melahap nasi goreng spesial itu sampai tandas.

Meski bukan pertama kali Dinda di buatkan nasi goreng oleh ayahnya. Namun Dinda merasa sangat senang di perlakukan seperti ini oleh orang yang ia sayangi. Ayahnya adalah satu-satunya sumber semangat bagi Dinda.

"Makannya pelan-pelan, nanti keselek lho."

Dinda hanya menyengir seraya menoleh ke arah ayahnya. Minyak yang belepotan di pinggir bibir Dinda membuat tangan Hasyim terangkat untuk mengelapnya.

"Kamu ini, makan kayak anak kecil. Masa udah mau SMA masih gini makannya. Belepotan."

Dinda seolah menulikan telinganya, ia tidak peduli dengan ocehan ayahnya. Fokusnya sekarang hanya makan dengan senang.

Lima belas menit sudah berlalu. Kini, Dinda dan ayahnya sudah siap untuk berangkat sekolah.

Dinda di antar oleh Hasyim menggunakan sepeda ontel, kendaraan satu-satunya yang keluarga Dinda punya.

"Karena hari ini, hari terakhir Dinda sekolah. Bapak ada kejutan buat Dinda," kata Hasyim membuat Dinda senang berkali-kali lipat.

"Kok kejutan di kasih tau sekalang sih," ujar Dinda.

Hasyim menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Iya juga, ya? Bapak baru inget."

"Idih," kata Dinda.

Hasyim tersenyum dan mengusap kepala anaknya. "Nanti deh, pulang sekolah Bapak kasih tau."

Dinda memanyunkan bibirnya. "Ya udah deh."

Dengan segera, Dinda duduk di jok belakang dan memeluk erat pinggang Hasyim yang ramping.

"Siap?" tanya Hasyim sudah siap mengayuh.

"Siap dong! Jalan!" ujar Dinda bersemangat.

Saat itu juga, Hasyim mengayuh sepeda tua itu, menikmati pagi ini dengan senyuman cerita dan candaan. Melewati banyak rumah-rumah, perkebunan, dan warga se-tempat yang hendak pergi ke ladang.

Hai, Dinda! Where stories live. Discover now