.

.

.

.

.

.

Aland terbangun di tengah malam dan melangkah menuju dapur karena merasa tenggorokannya sangat kering.

Dia melirik Azka yang sepertinya baru pulang dan duduk termenung di meja makan tanpa menyadari keberadaan Aland di sana.

Aland membuka kulkas dan mengambil minuman dan meneguknya hingga tandas.

Dia melihat Azka lagi, dapat dia lihat air mata yang meluncur bebas dari mata bulatnya itu. Aland menghela nafasnya pelan, dia sebenarnya tidak tega dengan pemuda yang sekarang menyandang sebagai adeknya itu, apalagi Aland asli berpesan padanya untuk melindungi adek bungsunya itu.

"Lo butuh pelukan?" Tanya Aland menatap Azka dengan tatapan datar. Mendengar itu Azka mendongak dan dia langsung menghapus air matanya kasar dan menatap Aland tajam.

"Nggak usah sok perhatian lo, lo senang kan liat gue kayak gini" ucap Azka, Aland mengangkat bahunya acuh dan melangkah menjauhi Azka, membuat Azka menatapnya tidak percaya. Dulu Azka juga pernah berbicara seperti itu pada Aland, tapi respon yang diberikan Aland sangat berbeda dengan sekarang.

Dulu Aland akan langsung memeluk Azka dan menenangkannya, tapi sekarang Aland bahkan abai padanya.

Azka menatap punggung Aland yang semakin menjauh, dia semakin menjatuhkan air matanya mengingat apa yang dia lakukan dulu.

Seseorang yang selalu membelanya dulu, selalu berada di sisinya, selalu menghiburnya, bisa-bisanya dia tolak kehadirannya. Bodohnya dia pikirnya, dan sekarang abang sulungnya itu juga ikutan mengabaikannya seperti daddy dan abang kembarnya.

"Gue benar-benar sendirian sekarang hiks" batin Azka dan menggelengkan kepalanya, ini tidak boleh terjadi pikirnya, dia tidak mau abangnya itu juga mengabaikannya, dia tidak ingin sendirian. Dia ingin abangnya bersamanya dan dia akan memperbaiki itu.

Azka melangkah cepat, menginjak satu-satu anak tangga dengan sedikit berlari menuju lantai dua dimana kamar abang sulungnya itu berada.

Saat melihat Aland hendak membuka pintu kamarnya, Azka langsung memeluknya dari belakang dan membuat Aland kaget dan memutar tubuhnya.

"A-abang" lirih Azka yang masih bisa di dengar jelas oleh Aland, dan entah kenapa dia merasakan perasaan senang ketika mendengar itu. Mungkin itu perasaan Aland asli pikirnya, karena ini pertama kalinya Azka memanggilnya dengan sebutan abang.

"Kenapa?" Tanya Aland masih dengan tatapan datar, padahal dia sekarang sedang mati-matian menahan senyum di wajahnya.

Azka menggelengkan kepalanya dan mengeratkan pelukannya, membenamkan wajahnya di ceruk leher abangnya itu.

"Katanya nggak butuh pelukan" ucap Aland yang terdengar seperti ejekan itu. Azka berdengus pelan dan menatap abangnya itu dengan tatapan berkaca-kaca.

"A-abang, kenapa abang berubah"

"Abang nggak sayang sama gue lagi yaa"

"A-azka tau kalau Azka nggak tau malu bicara kayak gitu sama abang""

"Tapi Azka nggak mau abang jauhin Azka seperti mereka hiks"

"Jangan abaikan Azka seperti mereka abang hiks, Azka nggak kuat abang hiks" isak Azka menghapus air matanya menatap Aland yang hanya diam.

Bukannya menjawab pertanyaan Azka, Aland malah bertanya balik "Lo juga kenapa berubah, biasanya selalu mencari perhatian mereka?"

Dia melihat Azka diam, padahal dia sudah tau jawabannya, dia hanya ingin Azka mencurahkan isi hatinya dan tidak memendam perasaannya sendiri.

Heyy walaupun di kehidupan sebelumnya Aland itu anak bungsu, tapi dia bukan hanya anak cengeng dan manja, dia juga terkadang berpikiran dewasa dan pengertian, walaupun sedikit bar-bar membuat abang-abanghya harus mengelus dada sabar menghadapi kelakuannya, tapi terkadang dia juga mageran bahkan bisa seharian dia tidak keluar dari kamarnya.

Aland menarik tangan Azka masuk ke kamarnya dan menutup pintu kamarnya itu.

"Kalau nggak bisa jawab juga gapapa, lo tidur sana, besok sekolah" ucap Aland mengelus rambut Azka dan masuk ke kamar mandi. Sedangkan Azka yang menerima elusan itu terdiam dan melihat pintu kamar mandi yang tertutup, seketika senyuman manis terbit di pipi cubbynya.

.

.

.

.

.

.

Aland menatap Azka yang tertidur di sampingnya, di tatapnya pipi Cubby yang menggemaskan dan mengelusnya. Ingin rasanya dia menggigit pipi itu dan mencubitnya gemes. Mungkin itu juga yang dipikirkan oleh abang-abangnya dulu, mengingat dulu pipinya jadi sasaran empuk oleh abang-abangnya itu.

Mengingat itu mata Aland A.ka Kenzi kembali berkaca-kaca, dia melangkah menuju balkon kamarnya menatap matahari yang mulai menampakkan sinarnya. Dia rindu dengan keluarganya, dia rindu dijahilin abang-abangnya lagi, padahal baru dihitung sehari Kenzi berada di dunia novel ini, apa dia sanggup menjalani hidupnya pikirnya.

Asyik dengan lamunannya, tanpa sadar sudah menunjukkan pukul setengah 7, dengan cepat dia langsung membangunkan Azka untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah.

"Azka, bangun!" Ujar Aland menepuk pelan pipi Azka, tapi bukannya bangun Azka malah mempererat selimutnya.

Dan Aland pun tidak menyerah dan kembali membangunkan Azka, tapi tetap saja Azka yang memang dasarnya susah dibangunkan masih saja tertidur dengan nyenyaknya.

Karena geram, Aland akhirnya mengambil air dalam gayung dan menjibratkannya pada wajah Azka.

"Azka, banjir"

"Bangun!" Ucap Aland dan berhasil membangunkan adeknya itu.

"AAA BANJIR" teriak Azka langsung berdiri dan keluar dari kamar Aland dengan masih setengah sadar dan akhirnya dia terjatuh, membuat Aland tertawa terbahak melihar Azka jatuh dengan tidak elitnya.

"Hahaha anjir, ngakak banget sih lo" tawa Aland membuat Azka menatapnya geram

"Abang iss" kesal Azka berdiri

"Abang ganggu aja sih, padahal gue lagi enak-enaknya mimpi pacaran sama IU tadi" lanjut Azka berdengus pelan

"Tu sadar kalau lo mimpi, jadi jangan kebanyakan mimpi dan halu"

"IU itu udah punya pacar, dan pacarnya kembaran gue"

"Jadi lebih baik lo siap-siap sana pergi ke sekolah" ucap Aland mengusap air mata di sudut matanya.

"Cihh padahal dia juga halu" batin Azka

"Emang sekarang jam berapa?" Tanya Azka melihat jam di dinding kamar Aland.

"Masih setengah 7 bang, masih lama masuknya"

"Itu makanya, siap-siap sekarang"

"Nanti gue nebeng sama lo" ucap Aland dan dipatuhi oleh Azka yang mulai melangkah keluar dari kamar Aland, begitu juga Aland yang melangkah menuju kamar mandinya bersiap-siap pergi ke sekolah.

Aland sekarang duduk di bangku kelas 12, padahal dulu dia masih berada di kelas 11. Tidak masalah sih bagi Kenzi, dia juga sudah mengusai semua pelajaran di kelas 12.

Dan kenapa Aland bilang dia berangkat sama Azka tadi, karena biasanya Aland itu berangkat menaiki ojek online atau kendaraan umum ke sekolahnya, jadi karena sekarang ada Azka kenapa dia harus ribet-ribet pikirnya.

Perinsip Aland atau Kenzi, kalau ada yang gampang kenapa harus yang susah, buang-buang waktu aja pikirnya, kenapa tidak dimanfaatkan saja hal yang mempermudah hidupnya.






Sip Updaten pertama 2 Chapter dulu yaa..

Tebece

Aland Leon O. (Pre ORDER)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt