🌺18.🌺

4 1 0
                                    

⚠️ Support penulis dengan klik ⭐ dan komen 👋


...

Bismillahirrahmanirrahim.

...


Selamat membaca..

.
.
.


"Rey.." Vina kembali berontak. Namun kekuatannya yang tak sebanding membuat Rey dengan mudahnya menarik tangannya.

Situasi macam apa ini? Batinku.

Tante Ririn yang baru saja kembali dari menunaikan ibadah sholat dhuhur berlari dengan mukenah yang masih melekat di tubuhnya. Suasana kafe mendadak jadi hening. Bisik-bisik pengunjung mulai terdengar bersahutan. Aku dengan sigap memohon maaf atas ketidaknyamanan mereka.

"Ada apa Ira?" Tanya Tante Ririn penasaran.

Aku tak langsung menjawab melainkan mengalihkan pandangan ke arah Ibanez. Bayi besar itu bersembunyi di balik mesin espresso sambil menutup kedua telinga dengan tangannya. Dia pasti ketakutan. Tante Ririn yang peka, dia langsung menghampiri putranya kemudian memeluknya dengan erat.

"Rey, berubah! Rey monster!" Ujar bayi besar itu. Tante Ririn kembali mengusap punggung Ibanez dengan sayang.

"Nggak boleh bilang gitu, Sayang. Rey bukan monster, Rey hanya tidak tahu kalau yang diperbuatnya itu salah, Sayang."

"Ibanez, mau buat caramel machiato bersama?" Tawarku mencoba mengalihkan ketakutannya.

Bayi besar itu sontak saja tersenyum sembari menganggukkan kepalanya.

"Ayok," ajak nya dengan tatapan wajah sumringah. Emosinya dengan mudah berubah.









18. Hidup bersama.











Aku tersenyum melihat Ibanez baik-baik saja. Saat ini dia tengah sibuk meracik kopi dengan mesin espresso kesayangannya. Bersama Ervan dan Yajid, bayi besar itu sepenuh hati dengan sabar memroses biji-biji kopi. Sedangkan aku sibuk menyiapkan topping dan cangkirnya.

Setelah Ibanez selesai meracik kopi, kami bersama memodifikasi tampilan beberapa cangkir machiato di hadapan kami. Butuh waktu 15 menit saja untuk membuat lima cangkir machiato. Dengan senyum yang kembali merekah, Ibanez meletakkan hasil minuman itu di atas meja pelanggan. Dengan semangat dia memanggil Tante Ririn yang tengah duduk sembari membaca majalah bulanan.

"Sudah selesai?" Tanya tante Ririn pada bayi besar itu. Ibanez tersenyum mengangguk.

Aku menghidangkan minuman yang kami buat kepada Tante Ririn. Sedangkan Ervan dan Yajid masing-masing membawakan milikku dan milik Ibanez. Kemudian mereka kembali ke habitat mereka. Aku dan Ibanez duduk bersama tante Ririn. Menikmati minuman yang tadi kami buat bersama sekaligus menikmati pemandangan langit yang cerah.

"Mm, mashaa Allah.. anak mama memang pinter bikin kopi ya.. Machiato-nya nikmat sekali, Sayang. Terimakasih," tutur Tante Ririn. Bayi besar itu tersenyum sambil menatap ke arahku.

Kan aku jadi salah tingkah! 🫣

aku segera mengalihkan pandangan dengan menatap lalu lalang kendaraan.

Perfect Ibanez--on Going-slow UpdateWhere stories live. Discover now