"Imi rumahku." Doyvar menunjuk kearah rumahnya.
Jaevan tertawa garing, ternyata begini cara takdir bermain atas hidupnya. "Dan itu rumahku, jendela yang ada balkon didepan sana adalah kamarku."
Doyvar reflek membuka mulutnya, alias terkejut melihat plot twist ini. Matanya berkedip beberapa kali, hingga suara Jaevan mengintruksinya lagi. "Dan itu, kamar dengan tirai biru muda adalah kamarmu. Benarkan?"
Jaevan menunjuk jendela kamar dengan tirai berwarna biru didalamnya. "Aku bahkan tidak berpikir akan seperti ini.." ucap Doyvar perlahan.
Tak lama kemudian ibu Doyvar keluar, "Siapa, kok ga masuk-masuk atau tekan bel s—"
Ucapannya terpotong saat mata Tyranna ibu Doyvar, melihat didepannya ada seorang lelaki tampan yang sangat ia kenal yaitu Jaevan. "Selamat sore Tante.." sapa Jaevan
"ASTAGA NAK JAEVAN, Aduhhh makin ganteng aja kamu pengusaha muda yang paling sukses ini." Tyranna langsung memeluk tubuh Jaevan, sesekali menepuk bahu pemuda itu perlahan.
"Terimakasih banyak Tante, bagaimana kabar Tante dan keluarga?"
"Baik sekali, tadi tante sudah bertemu keluarga kamu cuma tadi kata mereka kamu ada rapat..." Tyranna mengusap rambut Jaevan penuh sayang, "Anak ke empat tange sudah besar ya, duh kalau masih muda tante mau banget nikah sama kamu Jee."
"Hahaha Tante ada-ada saja."
"Eh, kalian pulang bersama?" Tyranna akhirnya menotice sang anak, yang sedari tadi menatapnya datar. Seolah lupa siapa anak kandungnya, sabar ya Doyvar.
"Iya Tante, saya baru tau kalau Doyvar ada dokter baru lulusan terbaik yang bergabung di rumah sakit saya. Kami tadi bertemu di panti asuhan, dan kebetulan dia mengikuti kegiatan sosial ini. Ya begitu kurang lebihnya."
"Sempit banget ya dunia, kalau gitu kamu pulang gih. Nanti kita makan malam bareng dirumah tante, bareng orang tua kamu dan adik kamu.."
Jaevan akhirnya memilih untuk berpamitan pada Tyranna dan Doyvar untuk kembali pulang kerumahnya, dan berada tepat didepan rumah Doyvar.
Malam tengah tiba, taman belakang rumah Doyvar sudah ramai diisi dengan dua keluarga. Mereka saling bercerita, melempar candaan dan melepas rindu pastinya.
Jaevan menyusul Doyvar yang sedang berdiri di ujung taman, melihat bagaimana keluarganya dan keluarga keduanya melempar tawa bahagia. Jaevan memberikan segelas jus pada Doyvar, dan berdiri di sampingnya.
"Pemandangan yang sangat ku rindukan." Ucap Jaevan singkat. Doyvar tersenyum kecil, tangannya menerima gelas tersebut dan meminumnya sedikit.
"Benar, sangat lama sekali keluarga kita tidak berkumpul seperti ini."
Hening beberapa saat, sebelum akhirnya Jaevan melontarkan pertanyaan yang membuat Doyvar diam seribu bahasa seperti 15 tahun silam.
"Jadi apa jawabanmu atas perasaanku? Tidak kah cukup menggantungkanku, selama 15 tahun?" Jaevan memposisikan diri ya menghadap Doyvar.
"Mas... Sebaiknya jangan di bahas sekarang, aku takut orang tua kita atau saudara kita-"
"Lalu kapan?" Potong Jaevan dengan cepat, matanya menunjukan sorot penuh harap kepada Doyvar.
"Nanti, kita cari waktu bersama ya? Aku mohon, jangan sekarang."
Baru saja Jaevan hendak melontarkan protesnya, namun sayang suara ayahnya mengintruksikan keduanya untuk berkumpul di meja tengah, karena makan malam akan segera di mulai.
Mereka makan dengan lahap, berbeda dengan Jaevan matanya bahkan tidak membiarkan lepas dari Doyvar. Seolah olah lelaki kelinci itu akan hilang, seperti sebelumnya. Meninggalkannya selama belasan tahun.
YOU ARE READING
DIFFERENT - JAEDO
Romance!WARN BXB ; GS! Jika se-amin, belum tentu juga se-iman. Tuhan mempertemukan kita dalam suatu cerita, yang sama sekali tak bisa dihindari. Lantas jika kita berbeda apakah kita pantas menyalahkan Tuhan kerena mempertemukan kita? "Mas, perasaan kita me...
