Beberapa kegiatan di panti saat ini telah usai, Jaevan meminta sekretarisnya untuk meninggalkan dirinya dan Doyvar. Mereka berdua saat ini berada di cafe, dekat dengan panti tempat mereka berkunjung.
"Wahh, aku tidak menyangka kita bertemu lagi..." Ucap Doyvar sesaat meminum sebagian dari coffe latte miliknya.
Jaevan menatap lekat wajah rupawan yang saat ini ada didepannya. Senyumnya sama sekali belum luntur sejak mereka bertemu tadi, di ruang konsultasi. "Takdir?" ucap Jaevan singkat.
"Ah bagaimana dengan kabarmu? Apakah kau baik? Maaf kita jadi lost kontak setelah lulus SMP saat itu, karena aku harus pindah ke luar kota." Doyvar melontarkan pertanyaannya.
"Kabarku sangat baik, ku kira kau pindah karena menghindari ku." ucapan Jaevan di akhiri dengan kekehan dari pria berdimple itu.
"Untuk apa aku menghindari mu Jaevan, kau benar-benar berbeda dengan Jaevan yang aku kenal dulu.."
"Everyone changes Doy, tapi rasa sukaku padamu tetap sama. Sama seperti dulu, saat aku mengatakannya padamu."
Bola mata Doyvar bergerak gusar, ia sesekali menggigit dinding mulutnya. "Tapi ini sudah 15 tahun berlalu..." Ia menundukkan kepalanya, dan berucap sangat pelan.
Jaevan hanya membalas dengan kekehan, "Aku baru tau kau pindah ke Jakarta, dan berkuliah disini bahkan bekerja di rumah sakitku."
"Aku pindah kemari karena kau tahu, sejak SMP aku sangat ingin bisa masuk universitas ini dengan hasil rapotku dan akhirnya berhasil. Untuk ke rumah sakit mu, aku sama sekali tidak kepikiran. Aku hanya mendapatkan tawaran, dan aku menerimanya..."
"... Aku kira Atmajaya masih dalam naungan orang tuamu, ternyata malah sudah berpindah tangan pada mu. Waktu cepat sekali berlalu ya."
"Kau tidak mau memanggilku seperti dahulu?" tanya Jaevan.
Doyvar mengerjapkan matanya beberapa kali, "Apakah boleh?"
"Tentu saja."
"Mas Jaevan??" Doyvar tertawa canggung, panggilan yang sangat lama sekali.
Jaevan tanpa ragu mengulurkan tangannya, untuk merapihkan anak rambut Doyvar yang sedikit berantakan. "Kau memperhatikan pasienmu, tapi tidak dengan dirimu sendiri? Kau sangat kurus."
"Eh?" Doyvar heran, mengapa Jaevan sering kali mengalihkan pembicaraan.
"Kau kesini naik kendaraan?" Tanya Jaevan, dan di balas gelengan oleh Doyvar. "Tidak, aku tadi nebeng hehe..."
"Kalau begitu, ayo ku hantar pulang. Atau kau ingin makan malam denganku?" Tawar Jaevan
"Eh, ga perlu umi minta aku untuk segera pulang karena hendak makan malam bersama kawan lama katanya."
Jevan hanya mengangguk-angguk, dia berjalan terlebih dahulu dengan Doyvar mengikuti di belakangnya. "Jaevan, apa tidak masalah aku numpang dengan mu?"
"Hey, tentu saja. Aku tidak akan membiarkanmu pulang sendirian, akan ku pastikan kau pulang dengan selamat. Jangan sungkan seperti itu, kau membuat hubungan kita terlihat sangat canggung."
Jaevan membukakan pintu mobil penumpang bagian depan untuk Doyvar, segera ia memasuki mobil Jaevan dan menunjukan arah kerumahnya.
Setelah menempuh jarak cukup jauh, mereka sampai di salah satu perumahan elite. "Kau yakin rumahmu disini?" tanya Jaevan.
"Iyalah, aku tidak mungkin salah alamat. Kenapa?"
"Rumahku disini, dan blok ini juga blok rumahku Doy." Mereka berhenti tepat didepan rumah yang Doyvar katakan, bahwa itu rumahnya. Mereka keluar dari mobil, Doyvar melemparkan tatapan bingung.
YOU ARE READING
DIFFERENT - JAEDO
Romance!WARN BXB ; GS! Jika se-amin, belum tentu juga se-iman. Tuhan mempertemukan kita dalam suatu cerita, yang sama sekali tak bisa dihindari. Lantas jika kita berbeda apakah kita pantas menyalahkan Tuhan kerena mempertemukan kita? "Mas, perasaan kita me...
