🌺17.🌺

3 1 0
                                    

⚠️ Support penulis dengan klik ⭐

Bismillahirrahmanirrahim.



.
.

Selamat membaca...

.
.




Tante Ririn tersenyum sembari meraih kedua tanganku. Dia menundukkan kepala dan kembali terdiam. Di sisi lain, degup jantungku kian berpacu dengan cepat.

"Maaf untuk semua yang telah terjadi, Ira. Tante tidak bermaksud menyembunyikan tentang kejadian dahulu dan pura-pura baru mengenalmu. Kami tidak menyangka jika kami akan pindah di dekat rumah baru kamu. Semua adalah kehendak Allah. Melihat kamu yang sudah baik-baik saja dan sembuh dari trauma, Tante sangat bersyukur dan lega. Bahkan kamu sama sekali tidak mengingat kami."

Lagi, aku terkejut mendengar penuturan dari Tante Ririn. Banyak sekali hal yang tak kuketahui di masa lalu akibat dari hypnotherapy. Aku jadi menebak asal kalau Ibanez mau berkomunikasi denganku karena aku sama sekali tidak mengingatnya. Itulah kenapa saat pertama kami bertemu ketika dia baru saja pindah, dia menatapku dengan tatapan yang menakutkan. Kemudian berubah menjadi hangat setelah mengetahui aku samasekali tidak mengingatnya.

"Maaf, Ira. Tante, om Arfan dan Ibanez benar-benar tidak ingin kamu terluka lagi. Jadilah kami.." aku memotong ucapan Tante Ririn.

"Karena itu om dan Tante baik kepada Ira untuk menebus semua kejadian pahit di masa lalu?." Harusnya aku tidak se kasar itu bertanya. Su'udzon itu hal yang tidak baik sama sekali!

Tante Ririn memelukku sembari mengusap puncak kepalaku dengan lembut.

"Tidak, Ira. Kami tulus. Kami tulus menyayangi kamu. Kamu anak yang baik, manis dan Ibanez juga nyaman sama kamu."

Degh!

Mendengar nama Ibanez disebut oleh Tante Ririn, jantungku berdegup kencang. Bagaimana dengan dia? Bagaimana keadaannya setelah kuusir dengan kasar sewaktu di rumah sakit?!.










17. Cookies and cream











Setelah Tante Ririn meninggalkan ruanganku, aku kembali berkutat dengan tumpukan pekerjaanku. Sepanjang aku membaca berkas-berkas, isi di kepalaku terus berputar-putar. Seklebatan berbagai macam ekspresi ummi memenuhi ruang di kepalaku.

"Anak autis itu merebut semua kebahagiaanku asal kamu tahu, Ira!!"

"Kenapa ummi ngomongnya begitu? Memangnya apa yang sudah Ibanez lakukan, ummi? Ira juga butuh penjelasan! Kalau ummi hanya menggantung pernyataan ummi setiap Ira bertanya, bagaimana bisa Ira mengerti, ummi!"

"Ummi bilang jangan berteman ya jangan berteman! Dia anak autis Ira!"

"Memangnya kenapa mi kalau dia autis? Autis begitu dia juga tetap manusia! Ira nggak akan pernah menyesal berteman dengan dia! Ira tidak akan pernah melepas dia!"

Kedua tanganku mengusap wajah dengan lesu. Ingatan itu membuyarkan fokusku membaca. Dulu aku begitu membela bayi besar itu habis-habisan. Tapi.., kenapa setelah aku tahu kebenarannya aku malah melanggar ucapanku sendiri? Allah benar-benar maha membolak-balikkan hati.

Perfect Ibanez--on Going-slow UpdateWhere stories live. Discover now