2.0

35 2 0
                                    

Pemuda itu terbaring lemah di atas brankar rumah sakit. Matanya terpejam dan wajah tampannya nampak begitu pucat. Layar monitor di sampingnya menyala, menampilkan garis hijau bergelombang. yang menandakan bahwa masih ada kehidupan dalam tubuh pemuda itu. 

Seorang gadis menggenggam erat tangan pemuda yang kini berbaring di depannya. Tubuh gadis itu semakin mengurus, kantung matanya menghitam karena jarang tidur. Yang dia lakukan setiap harinya adalah duduk termenung, seraya menunggu pemuda di depannya bangun. 

Hampir satu minggu pemuda di depannya ini tidur, namun Givan tidak menunjukan tanda-tanda akan bangun. Mata indahnya masih setia terpejam, seolah-olah ia sedang tertidur panjang.

 "Givan... gak mau bangun?" tanya Freya entah yang keberapa kalinya. Ia tidak pernah bosan mengucapkan kalimat itu, berharap suatu saat nanti Tuhan akan mengabulkan ucapannya. 

"tidurnya lama banget, lo gak kasian sama gue? Gue sendirian, Lang! , gue kesepian gak ada lo."

Bahkan air mata sudah tidak dapat lagi mendeskripsikan kesedihan Freya saat ini. la hancur, dunianya benar-benar hancur tanpa sosok Givan dalam hidupnya.

 Dahulu, Freya tidak pernah merasa takut akan kehilangan apapun, tapi sekarang berbeda. Ia sangat-sangat takut Givan pergi meninggalkannya lebih dulu.

Freya jatuh, ia jatuh cinta sedalam-dalamnya pada Givan. 

"Van..." Suaranya terdengar begitu parau. Freya berusaha tersenyum walau rasanya menyakitkan. 

"Lo tau nggak? kemaren gue berdoa. Gue minta sama Tuhan, supaya dia kembaliin lo lagi buat gue. Gue minta sama Tuhan, supaya kita bisa sama-sama lagi...."

Freya tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Gadis itu memukul-mukul dadanya yang Terasa sesak. Seumur hidupnya, Freya tidak pernah merasakan sakit yang luar biasa seperti ini. 

Freya menatap tangan Givan yang terbalut selang infus. "Pasti sakit ya, tangan lo diginiin?" Senyum pilu terbit di wajahnya. Freya lantas mengelus tangan Givan dengan hati-hati.

 "Sekarang masih sakit gak? Mana lagi yang sakit? bilang sama gue." Tidak ada kata lelah bagi Freya untuk mengajak Givan berbicara, walau ia tahu bahwa Givan tidak bisa menjawabnya. Tapi Freya yakin Givan bisa mendengar semua ucapannya. 

"Dunia jahat banget, ya? Bikin kamu luka kayak gini". Tangan Freya terulur untuk membelai pipi kiri Givan yang ada bekas luka. 

Tapi walaupun wajah Givan terdapat beberapa luka-luka, itu tidak mengurangi ketampanan lelaki itu di matanya. Givan tampan dalam keadaan apapun. 

Freya menatapnya lekat, memandangi wajah tampan pemuda itu hingga perlahan cairan bening kembali jatuh dari pelupuk matanya.

 Meski Givan terbaring sudah cukup lama, namun Freya masih sulit menerima semuanya. Bagi Freya semua ini adalah petaka yang mengerikan baginya, entah kapan Tuhan akan menyudahi kepahitan ini. 

Freya menyeka air matanya lalu memaksakan sebuah senyum. Jika Givan sekarang melihatnya, perempuan itu pasti akan mengatakan dirinya cengeng. 

"Dasar cengeng. Jangan nangis, ya?. Semua pasti baik baik aja! Jangan takut, gue bakal selalu ada buat lo"

"Bangun, Van... tidurnya jangan lama-lama. harus bangun. Lo mau ulang tahun! " pinta Freya sendu. 

Ia menyandarkan kepalanya di samping lengan Givan, tanpa melepaskan genggaman tangannya. Matanya kemudian ikut terpejam, membiarkan rasa sakit itu terus menerobos masuk ke dalam relung hatinya.

 Otaknya kembali memutar kepingan-kepingan moment indah bersama Givan. 

Freya tak bisa menebak apa yang diinginkan. takdir, ia hanya bisa berdoa apapun yang takdir gariskan itu adalah hal baik bagi Givan, Hidup Givan sudah cukup terluka. tidak adil jika kali ini takdir memberinya ujian lagi.

GRADUADIED || NA JAEMINWhere stories live. Discover now