1.7

27 0 0
                                    

Tiga hari setelah kejadian itu, Freya semakin sibuk dengan teman temannya. Bahkan dia hampir melupakan fakta bahwa dia memiliki pacar. 

Menghubungi Givan juga menurut Freya sudah tidak penting lagi. Dia sudah terlanjur kecewa dengan kekasihnya itu. Hari bahagianya dirusak begitu saja dengan Givan. Tanpa rasa bersalah sedikitpun, dia hanya bersikap biasa saja saat di sekolah. 

Iya, Givan sudah kembali bersekolah lagi. Menjalani kehidupan seperti biasanya lagi. Freya menatap aneh kearah Givan, anak itu berubah. Sudah berkali kali ia mendengarkan sumpah serapah dari mulut Givan. 
Givan kembali sekolah. Tidak dengan sikapnya yang dahulu. Entah apa yang merubahnya. Bahkan dalam satu malam, bisa dikatakan dia berubah seperti monster. 

Freya berusaha untuk tidak mempermasalahkan dan tidak menyikapi itu semua. Namun bohong dengan hatinya sendiri. Orang yang sangat dia sayang bahkan dia damba dambakan kini sudah beda dan berubah. 

“Fokus Frey” Suara Aufa menyadarkannya. Freya buru buru menggelengkan kepala, mencoba tersadar dari lamunannya. Gadis itu banyak melamun. 

Semenjak kegagalan acara makan malam Freya dan Givan malan itu. Keduanya seperti orang asing. Tidak saling mengenal. Bahkan tidak ada saling sapa seperti biasanya. 

Teman teman Freya pun sama, mereka menatap bingung dengan pasangan ini. Sebenarnya ada apa dengan mereka. Setiap mereka bertanya dengan Freya, mereka hanya akan mendapat gelengan pelan dari Freya. 

Akhir akhir ini juga sering dijumpai Freya yang menangis dalam diam saat pelajaran berlangsung. Mengusap dengan kasar air mata yang mengalir di pipinya. 

Bell pulang sekolah berbunyi. Freya segera membereskan barang barangnya untuk pulang. 

Ada beberapa anak mendatangi Freya saat dirinya berdiri di depan gerbang sekolah. “Givan nyebat Frey”

“Frey Givan ngerokok tuh di warung ibuk”

“Thanks info” Jawabnya singkat dan tersenyum. Freya berjalan cepat menuju mobil jemputannya yang sudah menunggu. 

Diperjalanan pulang Freya masih diam membisu. Bahkan ketika anak itu aktif dan selalu membuka topik dengan supir yang biasa menjemputnya. Kini sudah berbeda, dia memilih diam dan menatap kosong ke arah jalanan. 

Masih berputar memori memori tentang Givan dibenaknya. Banyak kisah kisah manis yang mereka buat bersama. Haruskah kisah mereka usai sampai disini saja. 

“Aku minta maaf, aku janji--

“ Lo mau janji apa lagi Van? Lo bisa pegang janji lo sendiri? “

“Gue janji ini permintaan maaf terakhir gue. kalau gue nyakitin lo lagi, gue siap pergi jauh, jauh dari hidup kamu. Kita baikan ya? “

“Besok hari jadian kita, udah dua tahun kita pacaran. Aku nggak mau kita pisah” Lanjutnya. 

Freya masih menatap hujan di depannya. Masih sama derasnya. Seakan menggambarkan perasaan Freya saat ini. “Lo bisa pegang janji lo kali ini? “

“Ini yang terakhir, aku pasti aku bakal pergi jauh kalau aku nyakitin kamu lagi” Ucap Givan mantap. 

“Buktiin” 

Lelaki itu masih saja menyalahi janjinya. Sama sekali tidak ada perubahan. Kini tinggal penagihan janjinya saja. Dia harus memegang ucapannya sendiri. 

Gadis itu masih menatap jalanan yang kini turun hujan gerimis. Tatapannya nampak kosong dan melamun, dia lebih banyak diam. Bahkan Sopir Freya menatapnya bingung. Gadis itu tidak seperti biasanya. 

GRADUADIED || NA JAEMINDonde viven las historias. Descúbrelo ahora