Dhaziell berdecak, dia menatap Alana dalam-dalam. "Di mata Kak Iell kamu tetap Alana kecil yang suka nangis kalau nggak diajak main bareng Kakak."

Alana tertawa, "Itu dulu! Kak Iell sih nggak balik-balik. Makanya nggak lihat pertumbuhan Alana. Alana udah besar, benar kata Kak Alvarez. Harusnya Kak Iell perlakukan Alana juga sama kayak usia Alana saat ini."

"Kalau Kak Iell perlakukan kamu sesuai usia, nanti kamu baper sama Kak Iell. Emang Alana siap Kakak nikahin?"

"Ih! Apa sih, Kak! Alana nikahnya sama Kak Caka tahu! Lagian yang baper nanti Kak Iell bukan Alana! Alana bapernya sama Kak Caka doang."

"Gitu ya? Nggak boleh! Kamu kalau udah besar nikahnya sama Kak Iell. Kan udah janji."

"Kapan janji? Nggak pernah!"

"Pernah Alana."

"Nggak pernah!"

Caka tidak bisa menahan dirinya lagi. Dia beranjak dari tempatnya mengambil tas. Membuat fokus Alana, Alvarez, dan Dhaziell melirik ke arahnya. "Mau ke mana, Ka?" tanya Alvarez.

"Pulang, bentar lagi masuk kerja."

"Oh oke, biar Alana bareng gue sama Kak Ziell aja."

"Umm," respon Caka. Tanpa berpamitan kepada Alana maupun Dhaziell, cowok itu keluar dari cafe. Tentu dengan tidak lupa meletakkan uang selembar lima puluh ribu di atas meja untuk membayar minumnya.

Alana berdiri, dia berniat menyusul Caka namun pergelangan tangannya dicekal Dhaziell. "Mau ke mana?"

"Mau ngomong sebentar sama Kak Caka."

"Seriously? Alana? Kakak di sini baru sebentar dan kamu mau pergi gitu aja? Kamu nggak kangen sama Kak Iell?"

"Kangen, Kak. Aku cuman susulin sebentar doang, kok."

Dhaziell melepas pergelangan tangan Alana, "Kak Iell tunggu nggak lebih dari 5 menit."

Alana berlari keluar dari kafe menyusul Caka. Di luar, Caka sudah memasang helm dan naik di atas motornya. Mesin motornya juga sudah hidup, dia hendak pergi dari sana sebelum Alana mencegatnya. "Kak Caka, kayaknya ada salah paham. Aku—"

"Gue nggak salah paham."

"Tapi—"

"Gue mau berangkat kerja. Nggak boleh terlambat."

Alana menunduk, "Tapi perasaan aku nggak enak. Sikap Kakak jadi dingin lagi. Aku nggak bisa biarin Kakak pergi. Aku takut buat salah lagi."

Caka pergi tanpa merespon ucapan Alana, membuat Alana terpaku di tempatnya seraya menatap punggung Caka menjauh. "Apa sikap gue ke Kak Iell keterlaluan ya tadi?" tanya Alana pada dirinya sendiri.

Setelah itu, Alana tidak seceria tadi karena tidak berhenti memikirkan Caka. Rasa bersalah itu mengganggu pikirannya. Alana bisa merasakan bahwa Caka bersikap dingin dan menahan amarah. Jelas sekali terlihat.

"Kak Caka marah nggak ya sama gue, Kak?" tanya Alana meminta pendapat Alvarez.

"Marah? Ngapain marah sama lo?"

Alana tidak bisa mengatakan bahwa dia dan Caka sudah resmi berpacaran. Alana sedikit gemas, padahal dia dan Caka sudah terang-terangan. Tapi Alvarez maupun Bilal tidak ada yang menyadari dia dan Caka berpacaran.

"Nggak jadi." Dengan lesu Alana menyeruput minumnya.

Dhaziell memperhatikan semuanya, dia tersenyum singkat menanggapi apa yang telah dia tangkap dari situasi yang ia perhatikan sedari tadi. Dhaziell mencubit gemas pipi Alana. "Alana, Kak Iell nggak kenal sama Caka. Coba Alana ceritain gimana Caka, Kak Iell mau dengar. Katanya Alana suka sama Caka?"

Strawberry Cloud [End]Where stories live. Discover now