Surat itu pun terjatuh dari genggamannya, tak lama tubuhnya ikut meluruh ke lantai. Napasnya tercekat seakan kehabisan udara, membuatnya terengah-engah seakan lupa caranya memompa jantung agar tetap berdetak. Pria itu tergugu seraya meremas kuat dadanya. Merasa tak kuat dengan sesak di dada, akhirnya Jung Yoon pun mengeluarkan tangisnya.

Setalah puas menikmati proses kehancurannya, Jung Yoon kembali ke rumah sakit, ia sudah mengambil keputusan untuk mengikhlaskan Anaya. Meskipun ia harus berperang hebat dengan batinnya.

Saat Jung Yoon sudah sampai di ruang rawat Anaya, ternyata keluarganya sudah berkumpul di sana dengan isak tangis yang memenuhi ruangan.

Karena saat di perjalanan, Jung Yoon menghubungi keluarganya untuk datang ke rumah sakit. Jung Yoon hanya ingin Anaya pergi dengan tenang serta bahagia melihat keluarganya berkumpul untuk melepaskan kepergiannya dengan hati yang lapang.

Jung Yoon melangkah lunglai seraya air mata yang tak luput dari kedua netra, menghampiri Anaya yang terbaring lemah, masih lengkap dengan alat-alat medis yang melekat di tubuhnya.

Jung Yoon mengambil tangan Anaya, menciumi tangan dingin itu dengan serakah, menggenggamnya dengan sangat erat seakan miliknya kini tengah di perebutkan.

Sontak membuat keluarga yang melihatnya semakin menitikkan air mata serta isak tangis tak kuasa mereka bendung.

Hana si bayi berusia tiga bulan pun ikut menangis kejar dalam gendongan Bu Rani, seakan bayi itu merasakan kesedihan keluarganya.

Hati mereka semakin terasa ngilu ketika melihat bayi itu tak kunjung berhenti menangis, membuat Bu Rani kewalahan menggendongnya. Sontak Bu Lilis sang baby sitter serta Nyonya Min ikut menenangkan Hana. Di susul oleh Jiwoon dan Yoo Joon juga ikut menenangkan.

“Bagaimana, Anda sudah benar-benar mengikhlaskan istri Anda?” tanya sang dokter yang akan melepaskan alat-alat medis dari tubuh Anaya.

Hyun, Adrian serta David serempak memegang tubuh Jung Yoon untuk memberikan kekuatan.

Namun tangis Adrian semakin kencang saat melihat Jung Yoon mengangguk samar dalam tunduk.

~Lihatlah aku disini, melawan getirnya takdirku sendiri, tanpamu aku lemah dan tiada berarti~

🎶(Terendap laraku – Naff)🎶

Kurang lebih satu bulan Jung Yoon membutuhkan waktu untuk bangkit dari keadaannya yang terpuruk, jika saja ia tak memiliki Hana, sudah pasti membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk ia bisa bangkit. Untung saja ia masih memiliki keluarga yang begitu menyayanginya, dengan sabar keluarganya terus memberikan semangat padanya untuk terus melanjutkan hidup. Dan Anaya pasti akan sedih jika melihat suaminya yang tak memiliki semangat hidup.

Lima tahun kemudian.

“Nak, menikahlah lagi! Sepertinya Hana membutuhkan sosok seorang Ibu, dia selalu sedih saat melihat teman-temannya di antar sekolah oleh Ibunya,” ujar Bu Rani.

Pria itu pun menghela napas lalu menyentuh lembut punggung tangan Bu Rani.
“Itu hal wajar, Bu. Namanya juga Hana masih kecil, dia belum mengerti. Aku tidak masalah menjadi orang tua tunggal untuk Hana, lagi pula aku pasti bisa mengurus Hana tanpa di dampingi seorang istri. Aku takut, jika aku menikah lagi, istri aku tidak menyayangi Hana dengan tulus, dan aku yakin saat Hana sudah dewasa, dia akan mengerti kenapa aku tidak menikah lagi,” Jelas Jung Yoon dengan lembut pun senyum yang tak luput dari wajahnya.

Bu Rani hanya mengangguk seraya menghela napas.

“Besok aku akan pergi ke Bogor untuk ziarah ke makam Anaya dan Bapak. Ibu mau ikut? Adrian juga akan ikut kok, sekalian ajak Bibi Fatma juga!”

Takdir Cinta (TAMAT)Where stories live. Discover now