Bayu tidak peduli. Lagi pula dia tidak merokok sebanyak itu. Hanya saat sedang penat saja.

Setelah menumpahkan tangisnya pada Riri kemarin, Bayu tidak mengatakan apapun. Dia hanya melahap nasi goreng buatan Riri yang sudah lama dirindukannya. Ditemani oleh Riri yang duduk di depannya. Hal-hal yang seharusnya tidak hilang dari hidupnya.

Riri pun tidak mengatakan apapun mereka hanya menangis menumpahkan kesedihan mereka. Itu yang pertama kalinya. Karena saat kehilangan bayinya Bayu lebih sering menangis sendirian. Tidak ingin menunjukan tangisnya pada Riri yang saat itu sangat terpukul. Amarah, rasa bersalah, kehilangan, kesedihan, semua itu ditahannya sendiri agar bisa menjadi penopang untuk Rumah tangga mereka. Namun ternyata hal itu tidak cukup, karena nyatanya rumah tangga mereka tetap berakhir dengan kehancuran.

"Gue diteror sama Cindy sejak kemarin. Lo ketemu dia?" Tanya Bimo yang sudah duduk di sampingnya.

Bayu menghentikan hisapan rokoknya, "Di luar rumah bokap gue. Sekarang dia di Jakarta?" Bayu tidak habis pikir ternyata Cindy juga menyusulnya ke Jakarta kemarin.

"Iya. Sorry nih ya. Lo jangan marah." Ucap Bimo hati-hati.

"Apaan?" Bayu memiliki firasat buruk.

"Gue keceplosan bilang Lo tinggal di apartemen Riri. Habisnya Cindy ngotot buat minta bantuan gue nanya alamat Lo yang baru. Jadi gue bilang aja, lupain Bayu soalnya dia sekarang sudah tinggal bareng Riri." Bimo mundur berusaha membela diri melihat tatapan tajam dari Bayu.

"Sialan! Harusnya lo sibuk ngurus anak Lo, jangan malah ladenin Cindy." Maki Rian.

"Belum tentu itu anak gue ya." Elak Bimo. Bayi itu kan belum lahir jadi belum pasti bahwa itu anaknya.

Rian malas meladeni Bimo. Memilih bertanya pada Bayu.

"Jadi gimana?"

Bayu memijat dahinya, "Nggak masalah, Fellisa juga pasti sudah mengatakan hal itu pada Cindy. Gue akan mengatasinya." Dia baru menyadari bahwa Cindy pasti sudah tahu bahwa Bayu sudah bertemu Riri dari sepupunya. Pantas saja ayahnya mendesak Bayu untuk seger menikah dengan Cindy. Merek ingin menghalangi kebahagiaannya lagi.

Bayu tidak akan membiarkan masalah Cindy menjauhkannya dari Riri lagi.

*****

Riri menatap bunga yang sedang bermekaran di taman kompleks apartemennya. Tempat ini hanya pernah beberapa kali dikunjunginya walau jarak dari apartemennya hanya perlu beberapa menit berjalan kaki untuk sampai. Bayu mengiriminya bunga karena tahu persis Riri memang menyukai beragam jenis bunga.

Penat di kepalanya sedikit berkurang. Kepalanya penuh dengan berbagai hal yang terjadi ketika Bayu muncul lagi di hidupnya. Penuh tangis. Namun Riri merasa lukanya sedikit terobati, melampiaskan amarah yang dipendamnya ternyata membantunya untuk sedikit lebih baik. Walau satu luka tidak kunjung sembuh. Entah mungkin karena Riri terlalu merindukannya.

Dia benar-benar merindukan bayinya.

Riri memejamkan matanya mencoba menghapus perih yang menjalar ketika mengingat satu luka yang sama sekali tidak berani Riri dan Bayu ungkit lebih jauh.

"Hiks...hiks...hiks.."

Suara sesegukan anak kecil membuat Riri membuka matanya, dialihkannya perhatiannya pada sekelilingnya namun tidak ditemukannya siapapun. Apa karena dia terlalu memikirkan bayinya?

"Hiks...hiks...hiks.." Suara yang semakin terdengar itu mengalihkan perhatian Riri, dia langsung bangun untuk mencari sumber suara. Setelah mencari beberapa saat dia menemukan seorang gadis kecil sedang menangis sendirian.

Riri mendekati gadis kecil itu, "Hei, kenapa nangis?" Tanya Riri.

Namun tidak dijawab, Riri akhirnya berjongkok untuk menyamakan tinggi badannya dengan gadis kecil itu. Air matanya masih mengalir deras namun hanya sesegukan kecil yang terdengar. Sepertinya dia menahan suara tangisnya agar tidak terdengar. Wajahnya imut dan cantik sekali. Kelopak matanya mengedip beberapa kali ketika melihat Riri.

"Kamu kenapa nangis? Mamanya dimana?" Tanya Riri lembut. Gadis itu terlihat takut padannya.

"Nte, capa? Hikks.." Matanya yang berbinar itu mengamati Riri.

Riri tersenyum lembut, "Nama Tante Riri, nama kamu siapa?"

"Hiks, nama aku Diyya," Ucap gadis kecil itu lucu.

"Oh, Diyya sekarang mamanya dimana?

"Bukan Diyya tapi diiyya." Anak itu sudah berhenti menangis dan cemberut pada Riri.

Riri mengerutkan kening, berpikir sebentar, "Dira?"

"Iya, Diyya." Angguk gadis kecil itu puas.

Riri menatap gadis lucu di depannya, bukankah usia gadis ini sekitar 3 tahunan.

Akankah gadis kecilnya saat itu menjadi selucu dan secantik anak ini?

Riri menekan dadanya menghalau perih, "Kita cari mama nya Dira dulu ya? Mama Dira pasti sedih nggak ketemu Dira." Ucap Riri mencoba menggenggam tangan gadis kecil itu.

"Mamah ndak cedih, mama Ndak suka Diyya." Ucap gadis itu berkaca-kaca seakan ingin menangis.

Riri menatap gadis kecil yang terlihat sangat sedih itu. "Mau digendong aja?" Tanyanya pada Dira berusaha menghibur gadis itu

Dira terlihat ragu, sepertinya ingin digendong namun malu untuk mengatakannya.

Riri langsung mengulurkan kedua tangannya, menggendong gadis kecil itu. Tubuhnya tidak seberat itu, walaupun pipinya terlihat gembul, tapi tubuhnya tidak terlalu berisi.

"Nte, Diyya nggak beyat?" Ucap gadis itu malu-malu.

"Nggak kok." Ucap Riri memeluk Dira. Mata Riri sudah berair, dia sungguh merindukan bayinya. Pelukan ini seharusnya bisa diberikannya pada bayinya. Apa bayinya akan marah sekarang karena dia menggendong anak lain?.

Riri mengeratkan pelukannya, namun suara ringisan dari gadis itu membuat Riri menghentikan pelukannya, "Tante peluknya kekencangan ya? Maafin Tante ya." Namun Dira tidak menjawab dan justru memeluknya lebih erat. Riri mengusap pelan punggung Dira, berpikir akan mencari kemana orang tua anak ini. Mereka pasti khawatir.

Belum sempat Riri mencari orang tua Gadis kecil ini, terdengar beberapa suara yang meneruskan nama Dira. Riri berjalan mendekati sumber suara. Dira sepertinya juga mendengar suara yang memanggilnya, dia terus melirik ke sana kemari.

"Om Bayuuu.."Teriakan antusias dari gadis kecil itu ketika menemukan orang yang memanggil namanya menghentikan langkah Riri. Begitu pula kedua orang yang berada tidak jauh darinya. Mata laki-laki yang mencari Dira itu kemudian membelalak menyadari kehadiran Riri, sedangkan wanita di sampingnya hanya terdiam.

"Mamah," ucap gadis itu pelan dan namun tidak melepaskan pelukan eratnya pada leher Riri.

Hah. Riri sungguh ingin tertawa saat ini. Menertawakan dirinya sendiri. Kamu sangat lucu Riri. Dia menatap gadis yang berada di dalam pelukannya dengan pandangan kosong. Riri menggigit kuat bibirnya menahan amarah yang menggelegak dalam dirinya. Bodohnya dia tertipu oleh Bayu. Bukanya kemarin dia sudah hampir luluh setelah melihat tangis Bayu. Sekarang lihat apa yang ada dihadapannya ini.

Sebuah keluarga dengan anak gadis kecil yang lucu?

Sebuah keluarga yang selalu ingin diberikannya pada bayinya. Sebuah keluarga yang menjadi impiannya. Membuatnya menahan segala luka agar keluarga itu terwujud. Otaknya berhenti berpikir, situasi ini menghentikan aliran darah ke kepalanya.

Mereka berbahagia?

Sekarang Riri lah yang orang asing?

Pengganggu?

Riri merasa menggigil akibat dingin yang menjalar di seluruh tubuhnya. Seluruh luka itu seakan terpampang nyata di hadapannya.

Sampai jumpa Minggu depan.

Jangan Lupa Vote dan Komen, Ya!! Kritik dan Saran Juga dipersilahkan.

Jum'at, 17 Februari 2023

Bekas LukaWhere stories live. Discover now