Pertandingan berjalan sedikit ketat. Mengandalkan rally dan berusaha memperkuat pertahanan, tim Universitas Harapan Jaya sedikit kesulitan. Itu karena beberapa peluang mereka untuk menyerang menjadi sedikit berkurang karena ketiadaan Alvito. Walaupun masih ada spiker lainnya, tapi terkadang smash mereka belum bisa langsung mematikan bola.
Tim Universitas Harapan Jaya tertinggal 4-8, saatnya time break pertama. Jonatan kembali meminta anak-anak untuk menjaga konsentrasi dan fokus pada setiap pergerakan bola. Selain itu, jika ada kesempatan untuk menyerang bisa langsung dilakukan, lalu defend tetap juga harus dikuatkan.
Beberapa saat kemudian, permainan dilanjutkan kembali. Tidak lama setelah time break, tim medis datang menghampiri Jonatan. Sambil meminta maaf karena menganggu perhatian Jonatan, tim medis lalu menyampaikan sesuatu kepada anak itu.
"Harus dibawa ke rumah sakit?" seru Jonatan sedikit keras. Untungnya, posisi Jonatan sedikit jauh dari anak-anak, dan juga kondisi venue cukup ramai. Jadinya, tidak ada yang mendengar seruan Jonatan tadi. Setelah menengok sejenak ke arah anak-anak dan memastikan mereka tetap bermain dengan baik, Jonatan lalu mengalihkan fokusnya lagi kepada tim medis itu.
"Iya. Dokter di sini menyarankan bahwa Alvito sebaiknya dibawa ke rumah sakit untuk diinfus. Tapi, kami memerlukan persetujuan dari timnya terlebih dahulu sebelum itu. Selain itu, kami juga menyarankan untuk mengirimkan satu orang agar bisa menemani Alvito ke rumah sakit."
"Kondisi anak itu gimana sekarang?"
"Masih cukup lemah, jadi ia masih berada di tempat tidur. Karena itu, dari dokter di venue ini, dia menyarankan untuk sebaiknya Alvito dibawa ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut."
Duh, kenapa jadi kayak gini? Alvito, lo sakit apa sih? Dan seberapa parah kondisi lo itu? Dalam pikirannya, Jonatan sibuk mencari jalan keluar. Di satu sisi, ia harus fokus dalam pertandingannya. Di sisi lain, ia tidak bisa meninggalkan Alvito begitu saja. Sebaiknya memang harus ada yang menemani anak itu di rumah sakit. Duh, gimana ya baiknya?
Saat sedang sibuk berpikir, Jonatan merasa handphone-nya bergetar. Siapa yang tiba-tiba nelpon ke gua pas lagi turnamen? Pas gua lagi pusing begini pula, batin Jonatan sedikit bingung. Biasanya, jarang ada yang menelpon kepada dirinya, apalagi sekarang sedang ada turnamen. Jadinya, Jonatan penasaran mengenai siapa yang menelpon dirinya sekarang.
"Alvin?" seru Jonatan kaget saat nama yang menelponnya itu muncul. Sambil meminta maaf karena harus mengangkat telepon kepada tim medis, Jonatan kemudian mengangkat panggilan itu.
"Tim lo kenapa? Kok bisa dibantai dua set gitu?"
"Lo ada di venue? Sama siapa? Ngapain?" Jonatan sedikit terkejut saat Alvin bisa tahu mengenai kondisi timnya saat ini. Refleks, Jonatan menatap ke arah penonton, sayangnya dia tidak bisa melihat di mana keberadaan Alvin.
"Sendiri aja kok. Calon lawan tim gua di nasional kan nanti ada tiga tim dari sini. Jadi, gua perlu tau juga gimana kekuatan mereka sebelum tahap nasional dimulai."
"Pas banget. Gua boleh minta tolong ke lo?" Sesaat, satu ide terlintas di kepala Jonatan. Jadinya, ia berharap Alvin bisa menolongnya untuk saat ini.
"Kenapa nih? Kok kayaknya lo stres banget?"
"Alvito lagi di ruang medis, dia tiba-tiba sakit. Sekarang, dia mau dibawa ke rumah sakit. Sebaiknya ada yang temenin dia, tapi lo tau kan kalo tim gua lagi tanding. Selain itu, kita pada lagi kekurangan orang, jadi gua gak bisa tinggalin mereka. Nah, lo bisa kan tolongin gua buat temenin Alvito ke rumah sakit?"
أنت تقرأ
Rebuild the Club!
أدب المراهقينMengalami cedera saat final turnamen nasional voli tingkat SMP membuat Jonatan trauma. Kesalahan dirinya saat mendarat seusai melakukan jump smash membuat Jonatan harus melewatkan beberapa bulan di rumah sakit. Setelah itu, Jonatan tidak mau lagi be...
Part 22: We're Defeated
ابدأ من البداية
