Tomorrow

27 4 0
                                    

Yang Jungwon » Jung Wonsu = Seo Jung Wu

asyakrmh

OC » Go Eun Byeol

⌗⌗⌗


"Kau serius?!"

Aku mengangguk mantap. Tak menghiraukan pekikan melengking sahabat cerewet binti berisik dihadapanku. "Kau siap dengan resikonya? Kau akan menjadi yang tertua namun muda di organisasi itu. Walau bagi dunia kita saat ini mereka adik kita, didunia organisasi itu mereka yang tertua, tertentu dari warna sabuk mereka. Aku tak siap!"

Aku menatap mata bukatnya yang menyala nyala, menolak anggapanku barusan. "Ini sudah tekadku! Jadi tolong dukung aku saja! Bukan malah menjatuhkanku!"

Ia membuang muka. "Aku tak menjatuhkanmu, hanta melindungimu! Itu saja!"

Dan aku tak ingin mendengarnya lagi. Dengan menutup kedua telingaku, membuatnya sudah mengerti selanjutnya. Ia menghela napas. "Baiklah! Uri chinggu. Go Eun Byul, Fighting!"

^_^

Tomorrow,,

Bagiku kata itu bagai suatu hal yang membuatku menjadi ambigu. Tak ada yang menjamin bahwa esok akan mampu terbangun dihari esok. Tak ada yang mampu menjamin bahwa esok, matahari masih menyapaku. Tak ada satu pun yang menakunkan bahwa esok hari akan datang untukku. Karena. Diriku..

Itu selalu menjadi kata paten setiap kali malam datang. Akankah esok hari aku akan mampu terbangun. Akankah esok hari akan datang padaku. Aku selalu dihantui rasa takut, bahwa esok hari takkan datang padaku. Aku selalu takut. Aku. Maupun keluargaku. Tapi. Saat kubertemu dengannya. Kata itu tak lagi membuatku khawatir.

Kematian! Itu pasti akan selalu darang padaku. Kapan pun itu. Tapi. Jika aku mati tanpa sedikit pun kenangan. Itulah yang menakutkan. Kata itu. Membuatku bangkit untuk menunggu esok hari. Karena aku mempunyai kenangan untuk kubawa pergi. Bersamanya. Adalah kenangan itu.

Untuk bertemu denganmu saat itu. Terimakasih. Untuk hukuman itu. Terimakasih. Untuk kata kasar namun bermaknamu. Terimakasih. Semuanya. Aku ucapkan terima kasih banyak. Kau.. Matahariku.

Dan sekarang. Kau telah dihadapanku. Dengan baju putihmu yang berlumur lumpur. Dengan tubuh yang tegap dihadapanku. Seperti bukan dirimu saja.

"Mungkin mengerjaimu sedikit bolehlah." Itu setuan dalam pikiranku melihat dia bermandikan lumpur. Tersenyum melihatnya. Wajahnya juga yang terpasang masam. Padaku. Sejak explorasasi dimulai. Untuk semua unit tingkatan sabuk dalam karateka sekolah.

Sedangkanku. Pemegang sabuk tinggi yang kini sebagai penguji. Penguji para junior sabuk karateka. Kutatap wajahnya yang memandang lurus kedepan. Dia mencoba fokus. Membuatku geli ingin menertawainya kencang-kencang.

"Go Eun Byul-ssi." Nama Kakak seniorku disekolah. Dan nama seorang perempuan yang memotivasiku, akan ada hari esok untukku dengan kenangan indah untuk kubawa pergi bersamaku. "Silahkan nyanyikan lagu mars Inkai?"

Kupandangi dirinya yang masih diam membungkam. Kupastikan, ia tak menghafalnya.

"Saya kurang hafal." Seruan jujurnya menggiring senyum miringku muncul. Saatnya mengerjainya.

"Pergi, dan temui Tae Jun Senpai! Minta ia, untuk mengajarimu!"

Ia menunduk. Lalu enyah dari hadapanku. Pergi menemui Tae Jun disudut barat. Dan aku kembali pada Junior sabuk karateka yang lainnya. Kulirik jam tangan yang melingkar dipergelangan tanganku. Masih ada setengah jam untuk usainya Explorasisa ini. Dan waktu itu ingin kumonopoli ia dalam permainanku. Mengerjainya? Mungkin ada betulnya juga. Aku hanya ingin bersamanya sebentar. Saat ini saja.

Sebenarnya. Aku yang baru kembali pada aktivitas karateka, sedikit terkejut. Tiba tiba diminta menjadi seorang penguji untuk unit Junior karate. Aku tak menginginkannya. Sebelum kulihat namanya yang tertara disecarik kertas pesertanya. "Aku akan ikut!" Keputusan yang terburu buru. Tapi aku memang ingin. Dengan adanya ini. Aku harap aku mampu membuat kenangan akan tentangmu. Senpai dalam sekolah. Dan seorang Junior dalam karateka. Lingkup kehidupanku.

Sekolah hari hari biasa. Setelah pengujian itu. Ia sering kali menghujumkan tatapan dingin dan sinis padaku. Aku tak mampu melawan. Dirinya adalah ketua sekolah. Mungkin jika aku berada diposisinya. Aku akan mengincar dan membalas balik perlakuan buruk yang dilakukan padaku. Tapi ia tidak!

Dia Senior easygoing yang menarik. Menarik perhatianku. Sifatnya memang easygoing. Hanya saja tidak dengan hatinya. Hatinya begitu lembut. Selembut dan serapuh permen kapan. Yang mudah pudar saat terkena air. Dan mudah keras saat diterpa angin. Begitulah dirinya. Dia gadis yang tertangkap pandangan mataku, menangis tersedu sedu karena kucing jalan yang terseok seok meminta belas kasihan padanya. Meminta sesuap makanan, namun ia tak mampu memberi. Ia pun menangis. Easygoing, namun berhati kapas. Ia selalu menarik perhatianku.

Penyakitku. Ketika itu datang. Aku hanya mampu membayangimu. Dengan semua kenangan itu dalam pikiranku. Menerawang kembali kejadian kejadian, dinana ada kau disana. Go Eun Byul seonbeonim. Karena dirimu. Aku dapat tersenyum menatap langit. Tak lagi lari dari langit dan matahari. Kau inspirasiku.

"Jung Won Su-ssi." Dokter yang baru meneriksaku memandangiku nanar. "Banyak banyaklah istirahat. Kau perlukan itu." Itu pesannya. Aku benci tatapan mata itu. Aku tak menyedihkan sedemikian rupa. Aku benci pandangan dan simpati mata nanar itu. Aku benci itu. Setiap kali penyakit ini datang. Surat ijin ketidak hadiran sekolah selalu membawa berita tentang kepergianku keluar negeri. Aku ingin merahasiakannya. Karena aku benci tatapan dan rasa simpati itu. Aku membencinya. Aku tak ingin menerima rasa kasihan mereka. Tak ingin meminta rasa simpati mereka. Aku tak menyukainya sekali.

Hari-hari akan berlaku cepat saat penyakit ini datang kembali. Membawa kabar diriku semakin lama semakin menghilang. Sejujurnya juga. Aku begitu kesepian. Jika dalam rumah sakit ini aku menemukannya dan mengetahuinya. Apa yang akan kudapatkan sama seperti yang kudapatkan dari Dokter dan para Suster perawatku? Apa aku akan menerima sedemikian rupa. Menggelikan.

Aku pikir bayangan itu hanya fatamorganaku. Fatamorgana yang bermain senang dan ria dalam pikirannyaku saja. Aku pikir begitu. Sebelum benar-benar kutangkap seorang diujung koridor. Menatapku dengan bola mata yang membulat lebar.

Kutemuian ia disana. Berdiri diujung sana.

Buru buru kuberbalik arah. Ingin lari dan hilang dari hadapannya.

"Seo Jung Wu?"

Aku berhenti seketika. Nama pertamaku. Nama milikku yang sebenarnya. Bagaimana bisa ia mengetahuinya? Bagaimana bisa ia mampu menemukan nama itu?

Terdengar suara langkahnya mendekat. Aku menarik rodaku untuk berputar kembali. Menjauh darinya. Menghilang dari dirinya.

"Jung Wu." Ia mampu menahan kursi rodaku untuk tak membawa tubuhku pergi. "Kau Seo Jung Wo, kan?" Suaranya bergetar. Aku menundukkan kepala. "Aniyo." Suaranya kembali terdengar. "Jung Won Su-ssi, kusebut begitu?"

Kenapa ini waktu begitu cepat menguak ceritaku. Kenapa begitu cepat angin membawa berita yang tertutup rapat itu padanya. Aku hanya ingin menyimpannya sendiri. Karena akulah pemiliknya sesungguhnya. Hanya aku saja!

Ia putar kursi rodaku menghadapnya. Duduk bersejajar dengan tubuhku. Aku benci pandangan ini. Pandangan nanar ini. Aku benci untuk menatapnya.

"Tomorrow. Mari kita berjanji untuk bertemu." Aku tercekat. Kemudian mendongak menatap matanya. "Berjanjilah. Esok kau akan menemuinku. Datang padaku. Dan tersenyum bersamaku." Bola matanya tak menyiratkan keraguan. Seakan ia menyalurkan padaku sebuah kepercayaan. Bahwa. Akan selalu ada hari esok untuk. Akan selalu ada semangat dan keyakinan yang baru tentang hidupku esok hari.

"Kenangan itu. Akan selalu aku ukirkan esok hari untukmu." Tegas kata kata itu terlontar. Menyakinkan hati kecilku untuk lebih hidup menatap esok hari.

Tomorrow. Akan kudapatkan dan melewatinya bersamamu!









END

⌗ Dimple Boy ⟩Where stories live. Discover now