BAB 1 || HUJAN

5 2 0
                                    

🪐

🪐

🪐

Salah satu nikmat terbesar yang harus manusia syukuri adalah kita masih beruntung dapat menikmati turunnya hujan dan melihat secara langsung pertumbuhan dari beberapa flora yang ada di sekitar kita. Sebenarnya, tak ada satupun alasan bagi manusia untuk meragukan sang pencipta tentang apa yang hendak ia turunkan kepada bumi. Baik itu dinginnya air hujan, maupun panasnya terik matahari.

Pukul 14.30 siang itu, seorang gadis dengan parasnya yang manis terlihat begitu menikmati hujan saat ini. Siapa pun yang melewatinya pasti dapat menyimpulkan bahwa gadis itu sedang bermain hujan.

Sedangkan tak jauh dari tempat gadis itu menikmati hujan, seorang pemuda sejak tadi mengamatinya. Kadang lelaki itu tersenyum atau mengerutkan keningnya saat melihat tingkah gadis itu.

"Den Alzam?"

Lelaki yang sejak tadi sibuk mengamati hujan dan seorang gadis itu sedikit terkejut ketika namanya tiba-tiba di panggil.

Alzam menolehkan kepala dan mendapati supir pribadi keluarganya. "Iya mang?" Jawab Alzam.

"Aden gak pulang? Katanya tadi disuruh jemput, kok malah bengong?"

"Haha iya mang gak fokus saya. Ya udah ayo."

Alzam kemudian menaiki mobilnya, pandangannya masih tertuju pada gadis yang sejak tadi menarik perhatiannya itu. Terkahir yang Alzam lihat adalah gadis lain menghampiri gadis itu dan mengajaknya untuk pulang.

Di dalam mobil Alzam mengedikkan bahunya teratur, dirinya bingung mengapa sangat tertarik memperhatikan gadis berjilbab biru tua itu.

Sementara itu setelah sesampainya di rumah Alzam tak langsung ke kamarnya. Di ruang keluarganya sudah ada orang tuanya yang menunggu. Sopirnya juga tadi sudah mengatakan jika orang tuanya sudah menunggu dirinya di rumah.

Alzam menaikkan alis saat melihat keadaan sedikit tegang. Atau sebenarnya Alzam hanya pura-pura tak tahu keadaan.

"Kamu sekarang mau pakai alasan apalagi untuk menutupi kesalahan?"

Alzam hanya dapat menelan air liurnya ketika tanpa aba-aba ayahnya langsung melontarkan perkataan itu.

"Alzam bisa jamin pa, bukan Alzam yang bakar motor mereka."

Arham, ayah Alzam, hanya dapat menghela nafas lelah. Ini bukan kenakalan yang dilakukan Alzam untuk pertama kalinya. Namun, sudah sekian kali dirinya mendengar kabar buruk tentang anak satu-satunya itu.

"Nggak, pa, ini cuma akal-akalan mereka aja. Mereka sendiri yang bakar motor itu biar bisa nuduh Alzam dan teman-teman." Ucap Alzam masih terus meyakinkan orang tuanya. "Papa tahu kan sejak 3 bulan yang lalu mereka emang suka cari gara-gara sama teman-teman Alzam."

Arham menggelengkan kepalanya, "apapun itu papa gak mau tau lagi, papa capek dengar semua keluhan tentang kamu, Zam." Arham memandang Alzam yang masih menggunakan seragam putih birunya itu.

"Kamu nggak kasihan sama mama kamu? Orang-orang bicarakan tentang kasus kamu ini tepat di depan mama kamu!"

Alzam menundukkan pandangannya, dia tidak tahu jika ternyata masalahnya kali ini akan serumit ini. "Alzam minta maaf."

"Nggak, papa tidak akan memberikan toleransi lagi untuk kamu."

"Maksud papa?"

"Kamu akan papa pindahkan ke Tokyo, melanjutkan sekolahmu disana hingga kamu lulus SMA." Putus Arham kemudian meninggalkan Alzam yang masih termenung di kursi sofa siang itu.

Alzam menahan kemarahannya, namun dia sadar melawan ayahnya tadi tidak akan menyelesaikan masalah. Dia tidak ingin membuat hubungan mereka menjadi tidak akur.

Sesampainya di dalam kamar, Alzam tak langsung mengganti bajunya. Pemuda itu masih terus memikirkan perkataan ayahnya. Bagaimana bisa Alzam dapat menghabiskan waktu dalam jangka waktu yang begitu lama disana? Akan seperti apa nasibnya kelak.

Alzam tahu disana ada kakek dan neneknya juga paman dan bibinya, namun tetap saja Alzam masih bingung bagaimana cara agar ayahnya Arham mengurungkan niatnya untuk mengirim Alzam kesana.

Sementara itu, di kamar orang tuanya, ibu Alzam, Ayu, masih meyakinkan suaminya untuk tidak mengirim Alzam jauh-jauh ke Jepang.

"Pa, papa yakin mau ngirim Alzam jauh kesana? Aku takut Alzam akan kesusahan disana."

"Kamu tenang saja, saya yakin dia akan baik-baik saja. Sejauh ini kita tau kemampuan berbahasa Jepang Alzam sudah cukup bagus. Disana juga ada keluarga kita." Arham masih tetap pada pendiriannya.

"Tapi, pa, dia mungkin bakal kesepian disana?" Ayu masih tetap terus membujuk Arham.

Arham kemudian memegang kedua bahu istrinya itu. "Saya percaya anak kita bukan orang yang cengeng. Saya sendiri yang akan memantau kesehariannya disana."

"Terus kapan Alzam akan pindah?"

"Dua bulan lagi, setelah dia lulus masa putih birunya." Jawab Arham mengakhiri  percakapan itu.

🪐

🪐

🪐

Hi! Ini merupakan cerita pertama aku!
Just vote and comentt.

Salam manis!💐

Start : 1 April 2023!

Secret LoveWhere stories live. Discover now