"Hotelnya juga nggak bisa di Blue Sky," jelas Nuca.

"Gue maunya di situ."

"Ya nggak bisa gitu juga!" Nuca menggeleng tak suka. "Emang lo mau kita tunangan di parkiran? Ada-ada aja lo."

Henna mengangkat bahu. "Meski di parkiran kalau dekorasinya bagus, juga bakal keren."

Tenica melongo mendengar jawaban Henna. "Tenang, Kak. Nggak mungkin saya milih di parkiran," jelasnya. "Kami ada hotel rekomendasi yang nggak kalah bagus. Ada di tablet situ. Silakan cek."

Henna kembali menghadapkan tablet ke arahnya. Dia melihat beberapa foto ballroom dengan kaca besar yang memperlihatkan pemandangan di luar. Setelah itu dia melihat area dekat kolam renang yang luas. Dia tampak berpikir, sebelum akhirnya menunjukkan ke Tenica. "Saya mau di sini."

"Benar?" Tenica tentu senang. Setelah itu dia sadar jika kebaya yang dipilih Henna berwarna kuning. "Kak, besok ada waktu kosong? Kalau ada kita ke butik untuk fitting."

"Besok, kan, Sabtu. Gue libur," ujar Nuca. "Besok gue temenin, Babe."

"Oke!" Henna menyerahkan tablet ke Tenica. "Udah, kan?"

Tenica membuka chat-nya dengan Liv yang memberi tahu jika sudah konfirmasi ke pihak catering. "Kalau nanti sore kita test food gimana?"

"Gue nggak bisa!" jawab Henna cepat.

Nuca mengembuskan napas lelah. "Mau ke mana?"

"Syakila ulang tahun." Henna menatap Nuca. "Lo jelas tahu, kan?"

"Iya juga, sih."

"Gue dateng sama anak-anak," jawab Henna. "Lo test food aja sama Tenica."

Nuca melirik Tenica yang memilih sibuk dengan tabletnya alih-alih memperhatikan. Dia senang jika wanita itu menghargai privasi orang lain. "Kalau test food di lain waktu nggak bisa, ya?"

Barulah Tenica menatap dua orang yang sempat berdebat itu. "Bisa," jawabnya. "Catring yang kami pesan juga menyediakan nasi kotak yang setiap hari ada pesanan. Jadi, kita bisa test food sebisa klien. Asal konfirmasi dulu."

"Gimana kalau besok setelah dari butik?" tawar Nuca.

"Gue nggak bisa. Sore udah ada janji sama mama." Henna kembali menolak.

Nuca menatap Henna yang tampak ogah-ogahan. Dia menarik tangan wanita itu hingga berdiri dan mengajaknya keluar. "Lo menghindar, kan?"

"Enggak. Ngapain?"

"Terus, kenapa apa-apa nggak mau?" geram Nuca. "Masa gue yang harus siapin semuanya? Lo juga, dong."

"Gue pengen lihat bukti lo. Oh, jadi nyerah?"

Di ruangan, Tenica mendengar perdebatan itu dengan jelas. Dia mencoba biasa saja meski telinganya berusaha mencari dengar. Dugaannya kian menguat, bahwa ada yang salah dengan dua orang itu.

"Sorry, besok gue nggak bisa," ujar Henna sambil kembali masuk. "Soal makanan gue serahin ke Nuca. Gue cuma mau urus baju sama make up aja."

Tenica menatap Henna yang terlihat menahan amarah. "Iya, Kak. Tenang aja, makanan dari catering pilihan kami kualitasnya terjamin."

"Besok, gue harus ke butik jam berapa? Jam empat sore gue nggak bisa."

"Setelah jam makan siang?" tawar Tenica.

"Oke! Udah, kan? Gue ada kerjaan lain."

Tenica mengambil tas dan memasukkan tabletnya. "Kak, tolong kalau saya hubungi dibalas, ya."

All in AllWhere stories live. Discover now