38. Kiss

375 36 1
                                    


Karina berlarian dengan sepatu heelsnya. Ia mendekap kresek besar berisi banyak hiasan untuk delorasi. Ada beberapa balo  panjang yang menjuntai turun.

Para pelayan meringis menyaksikan betapa gesitnya sang nyonya. Karina berlari mengambil ini, itu, semuanya. Karina sudah mengambil dua kayu sepanjang dua meter, memasang double tip di seluruh permukaannya, sampai mendorong dua meja bundar ke samping kanan dan kiri pintu.

"Nyonya, biar saya aja, nyonya. Biar kami aja. Nyonya harus ke rumah sakit jam empat, kan?"

"Iya, nyonya. Ini udah jam setengah empat inii. Macet lho entar di jalan."

"Astagaaa! Haiiissh! Wait-wait! Bentar lagi aja, kok, bi. Bentar yaa." Karina membuka box berisi banyak pompa elektrik. Ia keluarkan semua, ia colokkan pada terminal yang memiliki 10 colokan.

"Huuft."

Karina menyandar pada sisi bawah sofa gendut. Ia usap keringat dengan lengan blazer. Ia kelelahan sekarang.

Para pelayan yang sibuk memasang balon pada pompa elektrik meloto syok menyaksikan sangat nyonya yang tiba-tiba berdiri. Karina mengambil tas, memakai sepatunya kembali, lalu berlari mengucapkan salam perpisahan pada semua yang ada di sana.

"Jangan lupa ayam McD! Si kurcil mau itu teruus!" teriak Karina berjalan mundur mendekati pintu besar.

"Jangan lupa juga susu sama sereaaal!!"

"Siap, nyonya cantiiik! Laksanakan!" teriak para pelayan serentak.

"Ahahahah! Good job, everybodeeeh!" teriak Karina bertepuk tangan dengan heboh. Ia angkat kedua ibu jari, lalu ia melambai sebagai perpisahan.

Karina mendengus seiring melangkah di lantai halaman yang tertutup atap luas. Di depannya ada motor gede yang siap menunggu, sudah dipanaskan. Sengaja dirinya meminta pelayan laki-laki tuk menyiapkan motor itu.

Satu pelayan laki-laki berteriak dan berlari padanya. Pria paruh baya itu bertanya apakah dirinya yakin menaiki motorbsebesar itu? Karina mengangguk, dirinya yakin. Tanpa ragu ia menarik rok bahan sepahanya yang pas, membiarkan paha berbalut legging hitamnya terekspose.

"Pak, saya duluan yaa," ucapnya memakai helm, lanjut memakai sarung tangan yang kebesaran. Tangan Raffi jauh lebih besar.

"Yaa! Hati-hati, noon!"

'Brumm!'

'Brum-brum-brumm!!'

"Ck! Ck! Ck! Ada-ada ajaa itu nyonya baru. Istri tuan Raffi kali ini emang beda. Semua bisa, masak enak, pake motor gede juga jago!" gumam pelayan laki-laki tersebut menggeleng kagum masih berdiri mematung menyaksikan motor yang melaju kencang.

"Top markotop, deh! Udah mah ga ada sombong-sombongnya!"

"Pak Darman! Tolong bantu dorong meja gede, pak, di dalem!" teriak satu pelayan muda melambaikan tangan.

"Oke, siaap!!"

"Ngomong-gomoong,.. emang buat apa? Kelihatannya pada rame di dalem." Darman berlari sigap. Ia menggaruk kepala, tanda penasaran.

Darman dan pelayan itu memasuki rumah bersamaan. Cuaca di luar sangatlah teri meskipun sore hari. Darma mengangguk dengan mata membulat. Katanya akan ada sambutan dan kejutan untuk nona kecil, si bungsu. Ini semua ide dari Karina. Darman semakin kagum saja.

Di dalam kamar rawat inap yang luas, Florenzia duduk di kursi roda, menyuapi Naufla yang duduk dalam lahunan Raffi. Di belakangnya ada Benedict yang ia minta untuk memaju mundurkan kursi yang ia naiki.

"Gini, dong, sehat! Jangan di ICU muluu. Tiduur aja kerjaannya!" celoteh Flori mengaduk sebagian kecil bubur.

"Aaa! Buruaan!"

My Handsome Boss, My Lover [ON GOING]Kde žijí příběhy. Začni objevovat