1

11 9 1
                                    

Sebenarnya Bian cukup handal merayu wanita. Apalagi dengan fisik dan wajahnya yang rupawan, minus tatonya yang mungkin terlihat menyeramkan atau justru menambah kesan seksi? Yang penting Bian cukup diam saja sudah menarik perhatian lawan jenisnya. Tapi sepertinya visual yang dimiliki Bian tidak berpengaruh bagi wanita yang duduk dihadapannya, Winona. Sudah satu jam mereka makan malam bersama, kencan di hari Sabtu sesuai kata Wisnu, tapi Winona hanya diam. Wanita itu hanya bersuara saat memesan makanan.

Ah iya, Bian baru ingat. Bahkan dulu saat dirinya hampir telanjang, Winona tidak tertarik kepadanya. Sepertinya memang ada yang salah dengan wanita itu.

"Katakan," ucap Winona setelah menghabiskan red velvet crepe cake yang dia pesan sebagai makanan penutupnya, "saya tidak bisa membaca arti tatapan kamu."

Bian yang sejak tadi diam menatap Winona akhirnya tersenyum, senyum yang sarkas. Jadi, Winona sadar kalau sejak tadi Bian menatapnya tapi wanita itu tetap diam saja, tidak menatap Bian balik. Baru setelah Winona selesai makan ia berani menatap intens kearah Bian.

"Kamu lupa sama saya?"

"Kamu ingin saya mengingat kamu?" tanya Winona balik. Jangan lupakan wajah Winona yang jutek. Terlihat sekali kalau wanita itu enggan berkencan dengan Bian. Padahal Bian juga tidak punya waktu untuk hal seperti ini. Tapi bagaimana lagi, ini semua demi rumah sakit.

"Ok. Saya anggap kamu ingat saya," ucap Bian akhirnya. Jika Winona lupa dengannya, maka bisa saja Winona sedikit senang dengan kencan malam ini. Dan hal itu berlawanan dengan ekspresi wanita itu sekarang. "Kenapa pura-pura tidak mengenali saya?"

Winona mengangkat satu alisnya, "bukankah saya yang harus bertanya begitu? Kenapa kamu bilang ke ayah saya kalau kamu ingin kencan dengan saya? Atau karena kejadian tahun kemarin? Saya tidak menyangka kalau pertemuan singkat itu membuat kamu tertarik dengan saya, padahal saat itu pertemuan yang em... buruk, mungkin."

Bian tertawa. Winona memang masih mengingatnya. Bahkan Winona tak segan mengakui pertemuan pertama mereka adalah pertemuan yang buruk. Sebenarnya Bian juga berpikiran sama. Pertemuan pertama mereka tidak baik tapi mengatakannya buruk juga terlalu berlebihan. Padahal itu adalah pertemuan biasa antara dokter dan pasiennya.

Flashback

Winona terpaksa menggantikan Profesor Yanuar untuk merawat pasien VVIP yang kemarin lusa baru saja dioperasi karena luka tusukan dibagian perutnya. Winona tidak masalah merawat luka tersebut. Tapi yang membuat Winona malas adalah status pasien itu. Selama ini Winona menghindari pasien VVIP karena dulu dia pernah hampir melakukan kesalahan hingga keluarga pasien hampir membawanya ke ranah hukum. Bisa dikatakan Winona sedikit trauma saat merawat pasien VVIP.

Tapi sepertinya kesalahan itu akan terulang kembali saat Perawat Ikha memberitahu Winona bahwa perawat Disa membawa obat yang salah untuk pasien VVIP tersebut. Bayangkan betapa paniknya Winona menyusul Perawat Disa sebelum kesalahan besar terjadi. Bak kesetanan, Winona berlari kencang, menaiki lift tidak sabaran, dan membuka pintu dengan keras.

Begitu masuk di ruangan pasien VVIP tersebut, Winona tidak menemukan Perawat Disa. Dirinya justru melihat pasien yang tengah berdiri bersandar pada lengan ranjang dengan tangan kanan memegangi tiang infus sedangkan tangan kirinya di gips karena lengan bawahnya patah. Jelas Winona lebih terkejut melihat penampakan itu.

"ASTAGAAA! APA YANG ANDA LAKUKAN?" teriak Winona spontan sanking terkejutnya.

Bian, si pasien itu hanya menatap Winona datar. Bahkan hendak melangkah sambil berpegangan dengan tiang infusnya sebelum akhirnya Winona mendekat dan memapahnya ke ranjang. Sayang sekali, Winona tidak cukup kuat memapah tubuh Bian.

Best DealWhere stories live. Discover now