Berhenti

147 18 90
                                    

Hari berikutnya, kondisi Mingi sudah jauh lebih baik ketimbang sebelumnya.

Bekas lukanya masih ada, tapi setidaknya sudah mengering dan tidak membutuhkan plester lagi. Sebenarnya Mingi masih ingin memakainya, karena ia menyukainya. Gambar kartun dinosaurusnya lucu, dan warnanya bagus. Tapi ia tidak bisa membersihkan tubuhnya seutuhnya jika memakai plester.

Jadi ia melepasnya dan ... kau salah besar jika berpikir bahwa ia hanya akan membuangnya ke tempat sampah begitu saja.

Ia menyimpannya.

Sebagai kenang-kenangan.

Ia menempelkannya di dinding kamar tidurnya, agar ia bisa melihatnya setiap hari setiap kali akan pergi tidur dan juga saat bangun tidur. Seperti sebuah poster atau lukisan untuk dekorasi ruangan.

Meskipun bukan Yunho yang memberikannya, tapi secara teknis plester itu milik Yunho. Ditambah lagi pada akhirnya Yunho sendiri memperbolehkan Mingi memakai plester itu dan tidak bersikap agresif lagi terhadap barang-barang miliknya yang dipakai Mingi.

Yunho sudah belajar bahwa jika ia tidak dirugikan, maka ia tidak perlu marah pada siapa pun.

Hari ini Mingi kembali dititipkan di kediaman Yunho.

Kali ini semuanya berjalan dengan baik, seperti seharusnya. Yunho dengan senang hati senantiasa berbagi ayunannya dengan Mingi. Ayunannya sedikit tinggi. Pada hari-hari sebelumnya Mingi perlu sedikit berjinjit untuk bisa mencapai dudukannya. Begitu juga dengan Yunho, tapi Yunho sudah biasa melakukannya.

Yunho memegangi kedua tali ayunannya dari belakang, menahannya untuk tidak bergerak selagi Mingi mencoba untuk naik dan mendudukkan diri di sana. Ketika sudah duduk, kaki-kaki kecil Mingi tidak menapak tanah. Menggantung, berayun kecil. Tanda ia sudah duduk sepenuhnya.

“Kau sudah siap?”

Mingi mengangguk semangat, “Eung!”

“Baiklah kalau begitu. Pegangan yang erat ya, jangan sampai nanti terjatuh. Kalau kau terjatuh nanti sakit, dan kau akan terluka lagi. Kau kan baru saja sembuh.”

“Iya Yunho, aku mengerti.” Mingi menggenggam erat tali ayunannya secara berlebihan karena terlalu semangat ditambah percaya saja pada perkataan Yunho bahwa jika pegangannya tidak kencang maka nanti ia akan terjatuh seperti sebelumnya—padahal alasan ia terjatuh waktu itu karena didorong Yunho. Dan sekarang justru sebaliknya, Yunho tidak ingin jika Mingi sampai jatuh.

“Oke bersiap ya, satu, dua, tiga!” Yunho mendorong kuat Mingi, dan ayunan pun mulai berayun. Mingi berseru senang, padahal pergerakannya masih pelan. Tapi itu tidak masalah, karena saat Mingi berayun mundur kembali menghapiri Yunho, Yunho menariknya mundur untuk membuat ancang-ancang, seperti apa yang biasanya dilakukan ayah dan ibu Yunho pada Yunho.

Dan benda itu pun berayun semakin kuat, semakin jauh, semakin naik membawa tubuh mingi seperti terbang, ringan, seluruh beban seakan hilang seiring angin yang menerpa tubuhnya. Hingga membuat Mingi berseru lebih bersemangat dari sebelumnya. Dan Yunho pun ikut tersenyum lebar melihatnya.

Yuri yang melihatnya dari balik jendela, hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum menyaksikan putranya sudah akur dengan putra tetangga barunya. Dengan begini ia tidak perlu khawatir lagi Yunho akan berbuat kasar pada Mingi dan membuat Mingi jadi tidak betah di sini.

Dan ia tahu putranya punya banyak teman di luar sana, tapi ia bersyukur karena putranya memiliki seorang teman yang rumahnya dekat dengannya, tepat di sampingnya. Jadi Yunho tidak perlu sering-sering bermain keluar rumah terlalu jauh dari pengawasan Yuri.

Meski ini hanyalah sebuah desa kecil, sebagai seorang ibu tetap saja Yuri akan mengkhawatirkan Yunho jika hingga petang putranya itu masih belum juga kembali pulang karena masih asik bermain bersama teman-temannya.

Yuri masih memiliki banyak kesibukan lain, jadi ia harus kembali ke dapur ketimbang melamunkan kebiasaan Yunho yang sekarang akan jarang untuk dilakukannya lagi semenjak ada kehadiran Mingi di rumah ini.

Yunho selalu mendorong kuat setiap kali Mingi datang padanya.

Hingga di satu saat yang lengah, bagian belakang dudukan ayunan itu menabrak wajah Yunho begitu keras hingga ia terjatuh, bagian belakang kepalanya membentur rerumputan di bawahnya. Ia memegangi keningnya yang sakit, rasanya begitu pusing.

Mingi berteriak memanggil nama Yunho khawatir ketika menoleh ke belakang. Tapi Yunho yang masih meringis kesakitan itu menginterupsi,

“Jangan turun, Mingi! Berbahaya!”

Mingi menatap sedih Yunho, merasa bersalah. Ia ingin menolong. Yunho jadi begini karena dirinya. Ayunan pun tidak tahu kapan akan berhentinya, karena masih berayun terlalu kencang dan tinggi. Ia juga tidak bisa mengerem dengan kakinya karena tidak sampai. Tapi Yunho tidak bisa menunggu terlalu lama. Sampai kapan Mingi akan membiarkan Yunho kesakitan seperti itu?

“Tunggu sampai ayunannya berhenti sendiri, Mingi! Aku tidak apa-apa! Jangan pedulikan aku! Lihat saja ke depan!” Yunho sebenarnya tidak ingin membuat Mingi khawatir dengan memegangi kepalanya, tapi kepalanya berdenyut sakit, dengan dipegang seperti ini lumayan menekan rasa sakitnya meski hanya sedikit.

Tanpa diduga, Mingi melompat turun. Saat kursi ayunannya berada dekat dengan tanah.

“Mingi!”

Jadi ia terjerembap, tapi itu bukan masalah besar. Rasanya tidak terlalu sakit kali ini, dan tidak ada luka. Hanya membuat bagian depan pakaiannya sedikit kotor. Terima kasih banyak rumput. Tanaman ini benar-benar ramah untuk anak-anak.

Mingi segera bangkit tanpa mempedulikan bajunya yang kotor, langsung berlari menghampiri Yunho.

“Astaga, Yunho, kau baik-baik saja?”

Tentu Yunho tidak baik-baik saja. Mingi hanya tidak tahu kalimat apa yang tepat untuk dikatakan.

Mingi mengambil tangan Yunho untuk membuka jidatnya yang ia tutupi, untuk melihat separah apa lukanya. Ternyata ada memar di sana. Beruntung Yunho tidak gegar otak dengan benturan dari segala arah di kepalanya, dan masih bisa berpikir jernih untuk meminta Mingi tetap berada di ayunan. Hanya saja masa bodoh bagi Mingi, yang penting ia tidak terlambat untuk menyelamatkan Yunho.

“Kau bisa bangun?”

Yunho tidak mampu menggeleng, terlalu sakit untuk menggerakkan kepala sedikit saja. Jadi ia menjawab lirih, “Tidak.”

“Ya ampun. Bagaimana ini?” Mingi mengusapi dengan lembut bekas memar itu, membuat Yunho mengernyit dan meringis.

Mingi meniupinya, “Pergilah sakit,” mengecup pelan memar itu. Membuat Yunho menahan tangis.

Yg satu sembuh, yg satunya sakit :'D 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yg satu sembuh, yg satunya sakit :'D
 

Fall Daisy 🌼 YunGi [⏸]Where stories live. Discover now