02. Abang Bohong

500 115 26
                                    

Sinar matahari pagi yang menerobos memasuki kamar berhasil membangunkan bocah munggil dari tidur nyamannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sinar matahari pagi yang menerobos memasuki kamar berhasil membangunkan bocah munggil dari tidur nyamannya. Tangan kecilnya mengucek matanya. Begitu kesadarannya sudah terkumpul, Biru menoleh kesana kemari. Mencari dimana keberadaan Banyu yang tadi malam ikut berbaring di sampingnya.

"Abang?" Panggilnya dengan suara serak khas bangun tidur. Tapi yang dipanggil sama sekali tak menyahut.

Biru meremat selimut tebal yang masih membungkus kaki kecilnya. Perasaannya mulai tak enak. Ia takut firasatnya tadi malam benar-benar terjadi.

Buru-buru ia turun dari ranjang. Kaki munggilnya memijak lantai yang dingin. Tanpa mengunakan alas kaki, Biru berlari keluar kamar. Tujuannya hanya satu. Mencari dimana keberadaan Banyu. Semoga saja Firasatnya tidak akan pernah terjadi.

"Abang!" Teriaknya saat menuruni tangga.

"Biru.."

Suara bariton dari arah meja makan membuat langkah Biru yang akan pergi ke halaman belakang terhenti. Ia membalikkan badannya, menatap Ayahnya yang duduk di salah satu kursi meja makan.

"Ayah tau Abang kemana?" Tanyanya pada sang Ayah. Matanya kembali melirik kesana kemari, barangkali sosok Banyu bisa ia temukan.

Jeffran yang tadi tersenyum kini menatap sendu anak keduanya. Ia memejamkan matanya sebentar lalu kembali tersenyum seperti biasanya. "Biru, sini Ayah mau ngomong sesuatu."

Biru menggeleng. "Nanti aja ya Ayah. Biru mau cari Abang dulu." Katanya dan membalikkan badannya. Tapi sebelum kakinya melangkah, suara Sang Ayah mampu membuat dirinya mematung.

"Banyu nggak ada disini, Biru. Tadi malam Bunda sama Banyu pergi."

Dengan cepat Biru membalikkan badannya langit menghadap Ayahnya. "Maksud Ayah apa? Kenapa Bunda sama Abang enggak ngajak aku kalau mau pergi?" Tanya Biru.

Biru kian gelisah. Takut jika firasatnya memang benar.

Jeffran tak langsung menjawab. Ia bangkit dari kursi yang sejak tadi ia duduki. Berjalan menghampiri Biru yang matanya sudah berkaca-kaca. Hal itu membuat rasa bersalah di hati Jeffran kembali timbul. Untuk entah keberapa kalinya ia kembali melukai hati anak-anaknya.

"Dengerin Ayah dulu ya.." Kata Jeffran yang kini sudah berjongkok menyamakan tingginya dengan sang anak.

Biru diam. Sama sekali tak menanggapi perkataan sang Ayah. Tangannya mencengkram erat celana tidurnya.

"Mulai hari ini Biru cuman tinggal berdua sama Ayah. Kemarin Ayah sama Bunda udah resmi berpisah. Kita udah nggak ada lagi hubungan suami istri. Jadi biar adil. Banyu ikut sama Bunda dan Biru ikut sama Ayah."

Bagai disambar petir. Tubuh Biru menegang. Firasat buruknya tadi malam benar-benar terjadi. Perlahan mata sipitnya mulai mengeluarkan air mata.

"Enggak! Biru nggak mau pisah sama Abang. Ayah jahat udah pisahin Biru sama Abang." Jeritnya tak terima dan langsung berlari ke kamarnya tanpa peduli teriakan sang Ayah.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 26, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Banyu Biru || Renjun Jeno (ON HOLD) Where stories live. Discover now