Aspia 03

598 146 9
                                    

I know I can treat you better
Than he can
And any girl like you deserves a gentleman
Tell me why are we wasting time
On all your wasted cryin'
When you should be with me instead
I know I can treat you better
Better than he can

Aku meresapi lirik lagu Shawn Mendes, Treat You Better dari earphone yang aku pake di telinga. Ponselku selalu bisa diandalkan, isinya mp3 lagu-lagu kesayangan. Lebih baik menenggelamkan dalam lagu-lagu romantis begini. Daripada mengingat apa yang telah terjadi dalam kurun waktu 48 jam di hidupku.
Kemarin Asdos sok ganteng itu menuduhku secara terang-terangan aku yang meracuni Mario atas sikap 'nakal' nya selama ini. Dan juga mempermalukanku di kantin, yang membuat separuh dari penghuni kampus ini menatapku dengan penasaran. Sofia, angkatan 2015 akhirnya nyerah juga sama playboy kayak Mario. Setelah 2 semester menolak mentah-mentah.

Itu tuh yang aku dengar dari beberapa bisik-bisik orang yang aku lewatin sejak aku melangkah masuk ke lobby kampus siang ini. Untung saja aku langsung menemukan perpustakaan sebagai ruang untuk bersembunyi. Menunggu kelas manajemen strategik. Aku terlalu awal datang ke kampus, Citra tidak menemaniku karena dia tidak mengambil makul ini. Yang ada aku kesepian.

Aku sebenarnya bukan orang yang tidak punya teman, tapi memang aku lebih dekat dengan orang yang gak neko-neko seperti Citra. Lebih seperti sifatku yang gak mau ikut tertarik dalam hebohnya gemerlap dunia. Kalau kata Ayah sih, aku harus menjaga kepercayaannya. Tinggal di Yogya ini ikut bude, kakak dari bunda. Dan aku memang ingin mengenal Yogya lebih baik, daripada kota kelahiranku sendiri Jakarta. Aku ingin ketenangan di sini, dan aku mendapatkannya. Maka aku tuh bukan tipe cewek yang semodern Lila, mahasiswa kampus yang terkenal itu. Lila itu cantik, seksi, dan yang pasti mejadi idola di kampus ini.

Atau secerdas Ranti, yang pasti IP-nya 3 lebih terus. Tapi juga tidak se-hopeless si Miko. Mahasiswa yang entah angkatan tahun berapa, tapi masih asyik aja ngulang makul-makul yang tidak lulus. Kalau ditanya 'Mik, kapan skripsi?'
Dia akan jawab 'Kalau aku udah dapatin bojo kayak Pamela Anderson.'

Tuh kayak gitu. Aku enggak, aku yah mahasiswa biasa saja. IP ku juga tidak pernah kurang dari 3 hanya saja masalah absen memang suka menjadi penghambat bagiku. Apalagi di kelasnya Pak Irawan itu, semester ini tuh aku ngulang karena semester kemarin nggak lulus.
Absenku bolong-bolong. Habisnya jadwalnya selalu pas aku nggak bisa. Aku tuh kan punya perpustakaan kecil-kecil gitu di rumah, jadi nyewain sama anak-anak yang kos di rumah bude. Jadi pas jadwal makul Pak Irawan, pasti ada aja gitu halangannya. Yang perpus rame, kan kalau nggak diawasin nanti pasti nggak bakalan balik itu koleksi novel-novelku. Atau kayak kemarin tuh diajakin curhat si Citra sampai larut malam. Atau kalau enggak tiba-tiba ada pentas tari gitu dimana. Owh iya aku tuh juga suka nari, apalagi di Yogya ini sanggar-sanggar tari banyak banget. Aku ikutlah, eh tahunya aku diajak terus deh kalau ada acara-acara gitu. Seneng kan?
Kemarin aja aku diajakin sanggar tarinya Mas Didi. Iya penari yang terkenal itu, kan ya antusias banget. Nah pas itu tuh, pas makulnya Pak Irawan lagi. udah deh bolos lagi.

Braaaaaakkk

Aku langsung menurunkan buku yang sedang aku baca, dan menatap cewek yang telah menjatuhkan sebuah buku tebal di atas meja. Cewek cantik dengan pakaian kurang bahan. Emang di kampus boleh pake rok mini segitu?

"Situ beneran jadian ama Mario?"

Aku kembali mengernyit mendengar pertanyaannya. Cewek itu langsung mengibaskan rambutnya yang ikal dan diwarnai pirang itu. Aku makin menyipitkan mata untuk melihat kuku-kuku berwarna merah menyala. Ih dia itu mau ke kampus atau mau fashion show?

"Jadi-jadian atau jadian atau jadi?"

Aku bersedekap dan kini menurunkan earphone dari telingaku. Shawn Mendes-ku nanti saja aku dengarkan lagi. Kini aku fokus menatap cewek yang bener-bener sepertinya akan menelanku. Dia kini menopangkan satu tangan di meja lalu condong ke arahku. Dari tempatku duduk saja aku bisa melihat belahan dadanya yang muncul dari kaos berpotongan rendah itu.

"Jangan ngajakin bercanda deh Mbak. Inget situ seksi juga enggak. Cantik juga sama aku kalah. Jangan kegeeran Mario mau sama Mbake. Orang model kayak Mbak penjual jamu aja pede. Mario tuh cuma penasaran sama situ."

Eh dia ini kok nyolot ya? Aku langsung menggulung lengan kemeja warna biru yang aku pakai. Style-ku siang ini, kemeja lengan panjang, dan celana jeans serta sepatu kets putih. Rambut di cepol seperti biasa. So- simple. Nggak ribet kayak cewek di depanku ini.

"Mbak penjual jamu sehat dong ah. Ya udah ya Adek cantik, udah gih sono deketin Marionya. Aku mah ikhlas bakti bina bangsa kalau dia sama kamu. Iya kan? Udah hust-hust.. minggir. Anda mengganggu ketenangan perpustakaan ini. Nanti ada Bu Ranti loh, kena santlap."

Dia kini menatapku dengan bibir terbuka, pasti ingin membantah ucapanku. Tapi kemudian ada deheman dari arah belakangnya.

"Ini perpustakaan. Bisa baca peraturannya kan?"

Suara berat itu membuat aku ikut melongok ke belakang cewek yang melabrakku ini. Aku tidak terkejut mendapati siapa yang ada di sana. Si tuan asdos sombong.

"Awas ya!"

Cewek itu sekali lagi menatap marah ke arahku, tapi kemudian menghentakkan stilettonya yang entah berapa cm. Kuhela nafasku dan kini mulai memasang earphone lagi saat mendapati si tuan asdos melangkah ke arahku. Siang ini dia mengenakan kacamata dengan bingkai warna hitam. Rambutnya ada yang menutupi dahinya, ingin rasanya aku menyingkirkan rambut itu.

"Nggak di kantin, Nggak di kelas, kamu selalu membuat keributan."

Aku hanya mengangkat alis, malas menanggapi hardikannya. Tapi kalau enggak dijawab pasti dia ngelunjak.

"Owh siang Pak Asdos yang terhormat. Anda bicara sama saya?"
Aku menunjuk diriku sendiri. Tapi dia kini menarik kursi kayu di depanku dan malah duduk di sana.
Bersedekap dan menatapku lekat.

"Kenapa tidak mundur saja dari Mario?"

Kali ini aku sudah kehilangan kesabaranku. Tadi ada cewek yang melabrakku karena Mario, sekarang ada mas-mas yang entah dari kemarin sensi terus sama aku gara-gara Mario juga. Memang aku sama Mario ngapain coba?

"Bukan urusan anda juga, memang situ bapaknya Mario?"

Biarin, dia makin marah. Aku juga sudah muak selalu dituduh yang tidak-tidak. Mending dituduh yang benar-benar kan ya?

Kali ini si asdos membenarkan kacamatanya. kemeja warna putihnya itu terlihat kontras dengan kulitnya yang agak gelap. tapi entah kenapa membuat sesuatu yang lain di ulu hatiku.

"Mario itu tanggung jawabku di sini. Dia dipindah dari jakarta karena sudah terlalu liar di sana. Tapi dengan adanya kamu.. tidak mungkin dia akan serius."

Tuduhan lagi. Aku berdecak kesal. Lalu mengedarkan pandangan ke sekitar perpustakaan. Kenapa juga hari ini sangat sepi? Aku kan jadi merasa terintimidasi kalau seperti ini.

"Bapak Asdos yang terhormat, sekali lagi saya bukan emaknya Mario, eh maksudnya pacarnya Mario. Dia cuma, ehm apa ya?'

Aku mengetuk jariku ke atas meja. "Nah fans saya yang sudah saya tolak mentah-mentah. Tapi yah mungkin dia sudah terlalu klepek-klepek sama pesona saya. Dados dingapunten nggeh Mas, kulo pareng. [jadi minta maaf ya Mas, saya pamit,]

Setelah mengatakan itu aku langsung beranjak dari dudukku. Aku mumet, udah ketemu sama si tukang aturnya Mario ini. Aku harus mencari si biang masalah kalau begini.

Bersambung

Note: ini versi lain dari aslan dan sofia ya jadi memang berbeda. Ok ok

BAKPIA RASA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang