Aku tersentak dari lamunan kilatku saat Chanyeol menyodorkan secangkir teh hangat padaku. Dia mendorong kursi di sampingku dan duduk di atasnya.

"Minumlah! kau tampak kacau," ujarnya pelan. Dia masih belum memberi pertanyaan spesifik padaku.

Aku mengangguk lalu meraih cangkir yang langsung terasa hangat di telapak tanganku. Saatku dekatkan cangkir itu ke mulutku, aku bisa mencium bau teh melati yang begitu harum hingga perlahan membuatku relax. Selama ini aku lebih cenderung menyukai kopi ketimbang teh, dan aku merasa sedikit menyesal dengan pendapatku itu setelah mencicipi rasa teh buatan Chanyeol.

"Ini enak, terimakasih."

Aku tau saat aku meletakan cangkir ini kembali ke meja, aku harus bersiap dengan segala pertanyaan pria itu padaku. Aku tidak merancang jawaban apapun sebelumnya namun aku masih tidak bisa mengatakan tentang masa laluku pada Chanyeol.

"Kau bisa masak?"

"Ne?" aku sedikit bingung. Dia sama sekali tidak menyinggung tentangku.

"Aku lapar sekali, Han ahjumma sedang libur," terangnya lebih lanjut.

Aku mengangguk menyanggupinya setelah menghapus dengan cepat sisa air mata di wajahku sendiri. Silahkan dicatat, dia tidak bertanya mengapa aku menangis. Rasanya aneh tapi aku lega.

"Kau ingin aku membuatkanmu apa?" aku bertanya dengan suara gamang sehabis menangis. Chanyeol masih tidak berkomentar apapun tentang hal itu, aku pikir dia sengaja melakukannya.

"Apa saja, sesukamu."

Aku kembali mengangguk lalu mulai mendekati salah satu kulkas dan menemukan aneka bahan masakan tersedia disana. Untuk beberapa saat aku hanya berdiri mematung didepan pintu kulkas yang terbuka, bukan lagi tentang traumaku namun kini kepalaku dipenuhi dengan pertanyaan baru semacam, apa yang harus aku buat? Apa Chanyeol akan menyukainya?

Memasak memang buka hal asing bagiku, mengingat aku tinggal sendiri tanpa orang tua jadi memasak sudah menjadi kebiasaan. Namun aku merasa otakku tumpul seketika saat melihat banyaknya bahan masakan di depanku, hal ini justru membuatku bingung karena terlalu banyak pilihan.

"Masaklah sesuatu yang biasa kau buat"

Chanyeol bersuara seperti tahu bahwa aku sedang berpikir keras disini.

"Eoh??" balasku. Aku melihat ada setoples kimchi dan itu memberiku sebuah ide.

Dua porsi nasi goreng kimchi dengan kacang polong. Aku tidak yakin apa Chanyeol akan menyukainya dan sekarang aku berharap-harap cemas menanti reaksinya terhadap masakanku.

"Yeumm, mashita... neomu mashita," ujarnya dengan mulut penuh. Dan yang ku lakukan saat ini justru hanya diam menyaksikan seseorang makan dengan lahap hasil masakanku.

Walaupun aku merasa pujiannya terlalu berlebihan tapi aku senang akhirnya ada hal yang bisa ku banggakan tentang diriku di mata Chanyeol.

"Jadi... Han ahjumma libur di hari jum'at?" tanyaku dan tetap tidak bisa mengalihkannya dari makanan.

"Jum'at, sabtu dan minggu," jawabnya disela kunyahan. Aku cukup ber 'O' ria menanggapinya. Aku tahu alasannya, karena di hari itu dia ditemani si pekerja sampingannya itu.

"Sebelum aku, kapan terakhir kali kau memperkerjakan seorang 'pekerja sampingan'?"

Aku mencoba bertanya karena aku merasa buta pada pekerjaan ini. Aku tahu Chanyeol sudah menjelaskannya tempo hari, kami bahkan sudah melakukannya sekali tapi tetap saja aku ingin tahu bagaimana orang lain bekerja untuknya.

"Sekitar tiga bulan yang lalu."

Oh, Jadi selama tiga bulan terakhir ini bagaimana caramu menahan hasrat? meski penasaran aku tidak sampai hati menanyakan hal itu.

Crazy in Love (NC)Where stories live. Discover now