📷 chapter t w e n t y

Começar do início
                                    

Alsa kontan menghentikan langkah, begitu pula dengan Radya meski sebentar. Laki-laki itu lantas memamerkan senyum kecil sebelum kembali beranjak dan berbelok menuju lapangan parkir khusus mobil. Alsa yang melihat itu tertegun di tempat sebab ia tak menyangka akhirnya malah hanya begini saja. Mana bisa Radya pergi begitu saja dengan meninggalkan banyak pertanyaan dalam kepala Alsa, bukan?

Maka dari itu, sebelum Radya semakin jauh, Alsa buru-buru menyusulnya dan menarik ujung lengan jaket laki-laki sampai akhirnya ia berhenti. Radya lalu menoleh dengan tampang terkejut karena tentu saja ia tak menyangka Alsa akan menahannya seperti itu.

Dengan segenap keberanian yang berhasil terkumpul dalam dirinya, Alsa pun berujar, "Lo mau pergi gitu aja, Bang? Lo nggak berniat kasih penjelasan apa pun ke gue, gitu?"

Radya terdiam sejenak. "Soal apa?"

Alsa menjadi semakin gemas. Bagaimana bisa Radya tampak sesantai itu sementara Alsa bahkan merasa jantungnya mau meledak saat hal itu terjadi? "Yang tadi ... di depan sekret ... maksudnya apa?" tanya Alsa lagi, berusaha agar tak terlalu terdengar menggebu-gebu.

"... lo nggak paham?"

"Ya ... gimana gue bisa paham kalau lo aja nggak mau jelasin?"

Kali ini Radya tak langsung memberi balasan. Ekspresinya sulit terbaca, tetapi Alsa cukup yakin bahwa kepalanya tengah berpikir keras saat ini. Setelahnya Radya mengembuskan napas berat dan ia ambil langkah agar dapat berhadapan dengan Alsa. Posisi tersebut membuat Alsa harus ekstra mendongak karena tubuh Radya yang menjulang sementara laki-laki itu malah semakin memangkas jarak di antara mereka.

"Bukannya nggak mau, tapi terlalu cepat buat gue kalau harus jujur sekarang," tukas Radya dengan kedua netranya yang mengunci Alsa. "Gue nggak bisa jamin kalau lo nggak bakal lebih kaget lagi dengernya, dan gue nggak bisa jamin kalau gue nggak bakal ditolak. Jadi, menurut lo gue harus gimana?"

Tunggu ... tunggu dulu.

Ditolak, katanya? Ditolak kenapa? batin Alsa yang benar-benar tak mengerti maksud ucapan Radya. Namun, setelah ia memanfaatkan waktu sejenak untuk berpikir hingga dirinya berhasil sedikit menguraikan benang merah kusut dalam kepalanya. Segala kemungkinan yang ada membuat Alsa benar-benar tercengang sekarang.

"Ja-jadi, maksud lo ...."

Radya tersenyum kecil. "Kayaknya, lo udah mulai ngerti sekarang."

"Tapi, itu nggak mungkin." Alsa tentu saja masih sulit untuk memercayai semua ini.

"Kenapa nggak mungkin?"

"Soalnya, elo kan ... gue kan ... jadi, masa sih?"

Kali ini, tawa kecil Radya mengudara, dan Alsa yakin itu pertama kali ia mendengarnya.

"Lo mau ngomong apa, sih?" Radya menyahut dengan nada geli. Kemudian ia mengangkat tangan kanannya untuk mengacak pelan puncak kepala Alsa dengan ringan. "Udah, nggak usah terlalu dipikirin. Gue bilang juga apa, 'kan? Lo pasti bakalan kaget, dan gue bahkan belum ngejelasin apa pun ke lo."

Alsa sekonyong-konyong mematung di tempat. Sentuhan di kepala sang gadis membuat detak jantungnya kian tak terkendali. Seluruh pembendaharaan kata yang ada di kepalanya seolah lenyap tak bersisa sehingga ia tak mampu mengutarakan apa pun.

"Kalau nggak ada lagi yang pengen lo tanyain, gue duluan."

Ketika Radya berpamitan sekali lagi, Alsa bahkan tak berniat untuk mencegah seperti sebelumnya. Dan ia pun hanya mampu membalas, "Oh? I-iya, Bang ...."

Radya pun mengambil dua langkah mundur sebelum berbalik dan beranjak pergi, meninggalkan Alsa yang masih berusaha mencerna semuanya. Pandangan Alsa tak bisa lepas dari punggung tegapnya yang kian jauh. Namun, tak lama setelah itu, Alsa malah mendapati Radya tiba-tiba berhenti. Kemudian Radya menengok pada Alsa selama tiga detik sebelum akhirnya kembali menghampirinya.

Through the Lens [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora