ASPIA 1

2K 307 13
                                    


06.30

Aku menatap jam digital gede yang ada di atas mal di Jalan Magelang ini. Jam yang tidak pernah bohong, selalu jujur dan membuat semua orang pastinya panik, seperti aku yang pastinya telat lagi. Padahal juga absenku tinggal satu kali ini di kelasnya Pak Irawan, dosen mata kuliah Manajemen Bisnis.

Aku segera melajukan motor matic-ku dengan kecepatan 100. Biarin dibilang ngebut juga, yang pasti absenku terancam. Aku tidak mau mengulang lagi di semester depan, ehm bukan, dua semester depan karena makul ini akan hadir lagi di semester ganjil. Yang artinya aku harus menunggu dua semester lagi dalam kesia-siaan. Alamat, ditunda lagi skripsiku kalau satu mata kuliah ini tidak lulus.

"Astagfirullah. Mripate nandi? [Matanya di mana?}"

Aku langsung menoleh ke arah belakangku, seorang ibu yang sedang mendorong gerobaknya kini menatapku dengan galak.

Aduh, alamat telat beneran ini, sepertinya aku menyerempet gerobaknya.

Aku segera menepikan motorku dan menghentikannya. Membuka masker yang menutup mulut dan hidung. Jalan di selokan mataram ini kalau pagi begini memang terlalu crowded.

Melangkah mendekati ibu berdaster warna ijo dengan gambar bunga matahari gede itu, aku langsung mengeluarkan dompetku dari tas ranselku dan mengambil uang 100 ribu.

"Dingapunten nggeh Bu {mohon maaf ya Bu}"

Aku segera menjabat tangan ibu yang kini tampaknya sudah siap memarahiku. Tapi begitu melihat uang di tanganku, beliau langsung menerimanya.

"Anak jaman sekarang, numpak { naik} motor ugal-ugalan. Makanya sekolahnya yang pinter."

Sambil memarahiku, uang ditanganku sudah pindah ke tangan ibu tadi. Beliau langsung menyelusupkan ke balik dasternya. Aku sendiri mengernyit melihatnya, itu kalau uang lolos dari dalaman ibunya gimana? ilang kan ya?

Tapi kugelengkan kepala, dan tersenyum sekali lagi. "Injeh Bu, pareng { Iya Bu, permisi.}"

Aku segera berlari ke arah motorku yang kini bersandar di depan warung nasi yang sepertinya juga mau buka. Aduh kalau seperti ini terus, kapan aku sampai kampusnya coba?

"Mbak, ini gimana? Motornya itu mbok ya jangan diparkir di sini. Udah tahu jalan sempit, mau buka juga."

Aku menghela nafas dan mencoba untuk bersabar. Meminta maaf kepada ibu pemilik warung dan langsung melajukan motorku lagi.

Sebenarnya aku tuh nggak akan telat, kalau semalam nggak diajak ngobrol sama Citra. Biasa, sahabatku di kampus juga partner in crime sejatiku itu, semalam ngajakin curhat. Dia diputusin sama Radit, pacarnya yang entah sudah berapa tahun diajakin putus nyambung terus kayak layangan. Alhasil tidur terlalu malam, dan bangun juga kesiangan.

******

"Good morning, Pia.."

Aku tersenyum ramah saat memarkir motor kesayanganku di parkiran motor kampus yang ada di sayap kanan gedung universitas ini. Membuka masker, lalu meletakkan helm gambar hello kitty-ku di atas motor. Lalu membenarkan rambutku yang kusut karena terkena angin.

"Morning, Mas Ali."

Satpam kampus ini memang selalu ramah denganku. Bahkan selalu mengucapkan selamat pagi setelah aku didapuk untuk mengajarinya bahasa inggris demi ujian untuk menembak pacarnya. Meski yang dia hafal hanya good morning saja.

Aku langsung berlari saat menatap jam yang melingkar di tanganku. Sudah pukul 7 lebih 5 menit.

Kenapa juga kuliah diadakan jam segini?

BAKPIA RASA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang