Bab 1 : First Day of Preschool!

735 78 6
                                    

Berkali-kali wanita itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Berkali-kali pula ia menghela napas. Dirinya sudah hampir terlambat. Sayangnya, kakinya saat ini benar-benar tidak bisa digerakkan.

Tepatnya kaki kiri. Tempat anak laki-lakinya bergelantungan dengan erat sambil terisak. Sesekali bocah itu berteriak ketika ibu guru muda itu berusaha membujuknya agar mau masuk ke dalam kelas. Sudah hampir 30 menit ia menahan gejolak emosi dan rasa malu. Ini hari pertama sekolah, semua orang tua murid datang mengantar anak. Namun, satu-satunya anak yang tantrum cuman anaknya. Bahkan beberapa orang tua murid itu tidak segan-segan memperlihatkan tatapan menghakimi. Seolah-olah mereka paling hebat dalam mengontrol perilaku anak.

"Asha mau sama Bunda! Asha nggak mau sekolah! Asha benci sekolah!" pekiknya membuat Kana, Sang Bunda tidak habis pikir. Ini baru hari pertama bocah itu sekolah, and for god sake, ini taman kanak-kanak. Tempat dimana belum ada pekerjaan rumah, matematika, apalagi skripsi. Mereka hanya perlu bermain dan berteman. Bagaimana bisa bocah manja ini bilang benci sekolah?

Kana pun menarik napas dalam-dalam. Kana berusaha untuk berpikir jernih sebelum bertindak. Semalam dia sudah berjanji untuk menjadi ibu yang baik pagi ini. Pelan-pelan Kana melepaskan pelukan bocah kecil itu dari kakinya. Lalu Kana membungkuk agar sejajar dengan putranya, Marshal, atau Asha. Kana lalu menyentuh kedua pundaknya.

"Kakak Asha," ucapnya selembut mungkin. "Kakak Asha sudah besar, sudah mau 5 tahun, sudah waktunya Kakak sekolah... kalau Kakak nggak sekolah nanti kakak nggak bisa jadi pilot, lho. Katanya Kakak mau jadi pilot yang hebat, kan?"

Marshal menatap bundanya dengan bibir yang menekuk ke bawah dan wajah memerah penuh air mata. "Iya, kan?" ujar bundanya sekali lagi. Mau tidak mau Marshal mengangguk. Tangisannya sedikit demi sedikit mulai mereda. Hanya tersisa isakan-isakan kecil.

Bunda Kana pun tersenyum. Bujukannya mulai mempan. Dirinya tinggal menambah bujukan mautnya. "Kalau mau jadi pilot, Kakak Asha harus sekolah. Belajar sama Miss Cat. Sebentar aja kok, nanti kalau sudah selesai bunda jemput. Pulang sekolah kita langsung pergi makan es krim! Gimana?"

Marshal kecil menggigit bibir. Mata besarnya melirik-lirik sang bunda. Bocah itu pasti sedang membayangkan kudapan favoritnya itu meleleh di mulutnya.

"Rasa oreo?" ucapnya pelan. Kana mengulum senyum menahan rasa gemas melihat wajah polos Marshal. Kana mengangguk cepat.

"Iya rasa oreo, sebanyak apapun yang Asha minta bakal bunda kasih selama Asha yakin bisa habisin." Kana lalu mengelus kepala Marshal dengan penuh rasa sayang. "Sekarang Asha masuk kelas sama Miss, Bunda pergi kerja dulu, oke?" Setelah akhirnya bocah itu mengangguk setuju, Kana langsung menyerahkannya pada ibu guru yang sejak tadi berdiri menunggu ibu dan anak itu berpisah. Kana memberikan salam perpisahan sambil mengawasi putranya berjalan menuju pintu kelas. Kana berniat akan pergi setelah Marshal benar-benar masuk ke dalam kelas. Namun beberapa langkah kemudian, Marshal berbalik dan berlari lagi ke arahnya. Kana langsung diserang rasa panik. Jantungnya berdegup lebih kencang daripada saat mengetahui anggota direksi mendadak ingin bertemu dengannya.

Marshal kembali memeluk kakinya. "Bunda lupa kasih kiss and hug buat Asha," ucap bocah itu dengan nada sedih.

Kana terkikik geli. Ia segera membungkuk kembali dan memberikan pelukan serta kecupan di seluruh bagian wajah putranya. Marshal akhirnya tersenyum puas. "I love you, Bunda!" serunya dengan riang.

"I love you more, Sayang!" sahut Kana. Setelah Marshal benar-benar sudah masuk ke dalam kelas, Kana kembali mengecek jam. Mata besarnya membulat sempurna. Tanpa pemanasan ia berlari dari gerbang sekolah menuju parkiran.

"Mati gue, mati!!" gumamnya sambil merogoh isi tas mencari kunci mobil. Secepat kilat Kana membawa mobil SUV itu turun ke jalan. Satu-satunya yang ada dipikirannya sekarang adalah mencari jalan pintas menuju kantor. Ada rapat penting yang harus ia pimpin. Dia hanya punya waktu 10 menit sebelum rapat dimulai. Situasi beginilah yang membuat Kana berharap mobilnya bisa berubah menjadi mobil terbang.

MOMMY, I Want DADDY!Where stories live. Discover now