spotify | kita harus punya pemakluman terhadap kegagalan

396 97 27
                                    

"enam tahun nggak ketemu, sekarang udah makin keren aja! gimana kabar lo, na?"

"baik banget, zi. kamu gimana?"

"yah, gue sih gini-gini aja, ya."

"gini-gininya aja seorang mizi tuh, artinya baik-baik aja kan, ya?"

"iya selama matahari masih terbit dari timur dan perang dunia ketiga belum terjadi, gue oke-oke aja."

"hehe, selera humor kamu masih sama ya, zi?"

"makin parah sih sekarang ... eh, btw, buat yang baru pertama kali dengerin podcast gue, gue mau imtoduce naja sedikit dulu kali ya. jadi, naja ini teman sekampus gue dulu. salah satu orang paling baik dan paling nyambung kalau diajak diskusi. setelah enam tahun nggak ketemu, akhirnya hari imi gue punya kesempatan buat ngajak ngobrol naja yang sekarang karyanya lagi rame diomongin di mana-mana. kamus besar bahasa ibu. itu sebutannya apa sih, na? novel? cerpen? atau apa?"

"kalau ngomongin tentang jenis karyanya, itu prosa. lebih spesifik lagi, itu songlit. cuma biasanya, songlit identik sama lagu yang dibuat jadi novel, nah ... yang naja dan partner naja tulis adalah kumpulan lagu yang diinterpretasikan dalam satu atau beberapa fiksimini. dan semua fiksimini itu punya tokoh utama yang tetap. premis semua ceritanya sama."

"woah, keren banget. ini semacam konsep baru yang coba lo buat, ya?"

"sebenarnya, ini bukan konsep yang baru. fiersa besari sama marchella fp sudah lebih dulu punya konsep ini. yang beda mungkin penyajiannya aja kali ya. fiersa besari menulis albuk yang berisi album dan cerita dalam bentuk novel, marchella fp buat semacam cerita bergrafis dengan tokoh awan yang jadi sentral ceritanya, nah ... cerita yang naja dan partner naja tulis ini, cerita kumpulan lagu yang diinterpretasikan menjadi fiksimini. agak beda sama cerpen. fiksimini benar-benar singkat. bahkan bisa sesingkat satu postingan twit."

"wah ini menarik, sih, na. gimana proses kreatifnya? lo memang merencanakan ini dari awal atau gimana, na?"

"proses kreatifnya panjang banget, zi, makanya bukunya baru dirilis tahun ini. enam tahun itu proses yang panjang, kan?"

"iya ya. perosesnya lama banget. apa ini dimulai dari lo pindah ke jogja?"

"iya, zi. ketika memutuskan untuk pindah ke jogja, naja memang udah punya rencana mau bikin sesuatu."

"sesuatu kaya syahrini gitu, ya?"

"hehehe."

"makasih, lho, udah ketawa. oke oke, lanjut. terus gimana? jadi lo mau bikin apa?"

"iya. jadi ... naja tuh mau bikin industri kreatif sendiri di mana naja bisa menghasilkan atau meluncurkan karya yang naja suka dan pada akhirnya, semoga hasilnya bisa bikin naja hidup juga. dari dulu, naja mau bisa makan dengan berkarya. jadi, tahun pertama di jogja, naja membangun industri kreatif itu bareng partner naja. kita membangun Rumah Nala. awalnya, intensinya hanya sebatas rumah penerbitan aja untuk self-publishing. naja mau bikin market dari buku yang naja tulis sendiri atau menerbitkan tulisan orang lain yang memang bagus dan sesuai value Rumah Nala. tapi, seiring berjalannya waktu, tim kita akhirnya paham kalau target marketnya udah berubah. buku aja nggak cukup. terus apa? kita lihat potensi musik indie lagi ramai. dan kebetulan, partner naja ini bisa menulis lagu dan paham marketing. jadi konsep ini pelan-pelan dibuat."

"oh ... i see. jadi sebelum kamus besar bahasa ibu ini dibuat, udah ada karya yang lahir dari Rumah Nala, ya?"

"udah ... udah ada beberapa. cuma ya itu tadi. yang menikmatinya cuma kalangan tertentu aja. kita publish buku, lagu, dan cerbung di spotify. beberapa apa yang kita lakukan untuk uang, beberapa ada yang kita lakukan karena kita memang suka melakukannya."

BersanajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang