Sesampainya di ruang OSIS, mereka menunjukkan sebuah data pengeluaran. Sama seperti perkiraan Allen. Anak itu juga pintar mengira-ngira. "Kalian boleh pergi."

"Kalo maunya nemenin kamu gimana?" Tanya Jani menaik-turunkan alisnya. Namun siapa sangka, pemuda itu justru menjawab "boleh."

••

Karin lebih baik pergi ketimbang menjadi nyamuk untuk mereka berdua. Desas desus mengatakan bahwa Jani seringkali mendapat perhatian khusus dari Allen. Namun hal itu tak membuat Jani dibenci, mereka memutuskan untuk bersaing secara sehat.

Ditengah kesibukannya memasang lampu tumblr, tiba-tiba saja hujan turun, deras. Mereka meneduh di lapangan. Untung saja Seksi pangan sudah membeli makan malam untuk mereka. Jadi mereka beristirahat sembari makan malam.

"Guys, semangat ya! Harus perfect pokoknya!" Gave-wakil ketua OSIS-mengawali.

"Ngomong doang lu Gave, kontribusi lo apa coba?" Sahut Ivan. Semuanya bersorak untuk sang tampan, Gave.

Sementara Gave hanya terdiam, tak tahu harus berkata apa. Pernyataan itu benar adanya. Ia menyenggol bahu Zidan-menyuruhnya menolong. Namun Zidan hanya mengedikkan bahu dengan ekspresi mengejek.

"Btw guys, liat Allen ga? Apa lagi ngapel ya sama Jani?" Gwen bertanya-tanya. Semua langsung ricuh meributkan mereka.

Setelah tenang, batang hidung Allen yang pertama muncul. Ia muncul dari arah ruang OSIS, beberapa langkah dibelakang, terdapat seorang gadis melangkah dengan wajah berseri-seri, Jani.

"Kiw abang. Habis ngapain hayooo." Goda Arkan setelah mereka duduk.

"Ga nyangka banget kamu gitu, kamu ngekhianatin aku Al." Ucap Gave dengan wajah dramatis nya.

"Apa? Gue sama Jani nggak ngapa-ngapain. Kalian yang kenapa? Iya nggak Jan?" Jawab Allen. Jani yang merasa disebut namanya mendadak kikuk. "Eh, iya kok," dengan senyum polosnya.

"Udahlah Jan, lo habis di jamah kan sama Allen?" Arkan menaikturunkan alisnya, mendapat geplakan di pahanya oleh Vita. "Sembarang kamu."

"Oh iya, kalian jadi couple kan pasti?"

"Belum tau, Jani belum jawab." Allen keceplosan, padahal ia mau hal itu menjadi kejutan nanti.

"Neng Jani jangan lama-lama mikirnya, masih banyak yang mau sama Allan!" Sorak Fatih.

"By the way nih ya, kabar yang onoh begimane, ada kelanjutannya?" Gave menunjuk Bara dengan matanya. Semua sontak menatap pemuda yang sengaja menjauh-karena ingin merokok-itu.

Bara yang merasa dirinya disebut, menatap teman-temannya dengan tatapan bingung, "apa woy?"

"Itu, lo udah ada kelanjutan belum sama Karin?" Tanya Fatih blak-blakan.

"Gue? Nggak usah ditanya, apa sih yang nggak bisa buat Albara si tampan sedunia."

"Bayar uang kas." Sontak semua tertawa. Pemuda itu memang mempunyai kekayaan yang luar biasa, namun untuk kas yang seharga cilok saja tidak mampu bayar. Bukan tidak mampu, namun prisnsipnya; jika tidak diminta, ia beri, jika diminta, ia enggan.

"Enak aja, gue bukan nggak bisa, tapi males." Elak Bara.

"Udah nggak usah ngelak Bar. Lo emang selalu kabur kan kalo waktunya bayar kas, lo udah nunggak dua bulan anj*r." Bendahara kelas, Riska.

"PARAH BANGRA! BAYAR BA*GSAT!" Sorak Zidan. Tidak, ia tidak marah, hanya ingin mengumpat guna melepas lelah, dan hal itu baru bisa ia lakukan sekarang.

"NYANTE ANJI*G!" Balas Bara mematikan rokonya. Ia kemudian berjalan, duduk di samping Karin.

Thank YouWhere stories live. Discover now