(15) Warta Pancadasa : Sungai Perantara Waktu

Start from the beginning
                                    

Ratungganara tanpa henti berbisik lirih merapalkan do'a sembari mengusap-usap lembut telapak tangan Purnawarman, dengan harapan lelaki itu bisa lekas siuman dari posisinya tidak sadarkan dirinya saat ini. Air mata perempuan itu tidak dapat berhenti menetes, meskipun ia tidak mengeluarkan suara tangisan sedikit pun karena ia berusaha menguatkan diri. Perempuan tersebut tak bergeser barang sedikitpun dari posisi duduknya, sabar menunggui Purnawarman di sampingnya, hingga dirinya lupa menyantap makanannya, bahkan tidak sempat berganti pakaian.

"Nyuwun pangesthu, Raden Ayu. Hamba izin masuk ke dalam," ujar Yu Ratih, pelayan setia Ratungganara dari sejak ia balita sampai saat ini. Ia memutuskan untuk membawa Yu Ratih dari Salakanegara ke Tarumanegara untuk menemani sekaligus melayaninya, karena dirinya kurang memercayai pelayan dan dayang yang sudah disediakan oleh Kerajaan Tarumanegara.
Ratungganara hanya mengangguk kecil tanpa mengeluarkan sepatah kata.

"Mengapa Raden Ayu belum menghabiskan makanan yang telah Yu Ratih bawakan?"
Yu Ratih memanggil Ratungganara dengan sebutan 'Raden Ayu' karena ia merupakan putri sulung dari Raja Salakanegara, yang berarti dia mempunyai garis suksesi utama untuk mewariskan tahta kerajaan. Maka dari itu Ratungganara bergelar 'Gusti Raden Ayu', meskipun nama tersebut sebentar lagi diganti, sebab ia akan segera menikahi Putra Mahkota Purnawarman dan berganti gelar menjadi 'Gusti Kanjeng Putri' dan 'Prameswari' ketika dilantik menjadi Permaisuri setelah dinobatkannya Purnawarman sebagai Raja penerus tahta.

Ratungganara menoleh pada Yu Ratih dengan tatapan sendunya. "Bagaimana bisa aku menyantap hidangan itu, jika Kakanda Purnawarman terbaring lemah begini? Kecemasanku sudah menghilangkan selera makanku."

"Ampun beribu ampun, wahai Raden Ayu. Mohon tenangkan diri anda, tabib kerajaan sedang menuju kemari untuk memberikan pertolongan terbaik bagi Putra Mahkota. Hamba khawatir jika Raden Ayu ikut jatuh sakit apabila tidak memakan dan meminum apapun, dan hamba yakin Putra Mahkota tidak ingin melihat Raden Ayu dalam keadaan nelangsa begini."

Ratungganara memalingkan wajahnya dari Yu Ratih, lantas ia kembali menatap lekat Purnawarman. "Aku takut, aku sungguh takut bila terjadi sesuatu hal yang buruk menimpanya. Bagaimana kalau dia tidak dapat terbangun lagi?"

"Jangan berputus asa atas kuasa Dewa, wahai Raden Ayu. Hamba percaya bahwa para Dewa selalu melindungi Putra Mahkota." ucap Yu Ratih menghibur Tuan Putrinya.

Ratungganara hanya memanggutkan kepalanya perlahan.

"Hamba mendapatkan kabar jika rombongan Pangeran Cakrawarman sedang dalam perjalanan kembali ke Ibukota Sundapura bersama Empu Bamang, seorang Guru Sakti pendiri padepokan Adikara Ageng dari Tanjung Barat. Semoga dengan mendengar berita itu, kegundahan hati yang dirasakan Raden Ayu dapat berkurang." tutur Yu Ratih.

Ratungganara tersenyum lega, lantas mengangguk kecil. Ia sungguh mengenal sosok Empu Bamang, namanya begitu tersohor sampai ke seberang pulau, sebab ilmu kebatinan dan kesaktian yang dikuasainya paling kuat di seluruh penjuru nusantara. Raja Dharmayawarman adalah salah satu murid terbaik hasil didikan Empu Bamang.

"Terima kasih, Yu Ratih. Aku benar-benar berterima kasih padamu, kau selalu tahu bagaimana cara untuk menenangkanku di saat diriku bermuram gelisah."

"Sudah menjadi kewajiban hamba untuk melayani Raden Ayu dengan sebaik-baiknya,"

Ratungganara menghela napas sebentar, kemudian ia menegakkan punggungnya. "Yu Ratih, suruh Kepala Pelayan agar segera menyiapkan meja makan untukku disini, dan tolong bawakan secarik kertas beserta bulu tintanya. Aku berniat mengirimkan surat permintaan bantuan kepada keluargaku di Salakanegara sekarang."

Yu Ratih menundukkan tubuhnya dengan khidmat. "Sendhiko dhawuh, Raden Ayu."

| 𝐓𝐇𝐄 𝐑𝐈𝐕𝐄𝐑 𝐎𝐅 𝐏𝐀𝐒𝐓 & 𝐅𝐔𝐓𝐔𝐑𝐄 |

The River of The Past & FutureWhere stories live. Discover now