"Arfarenza!!!"

☽༓☾

Neissya menghela napas berat karena hasil testpack-nya negatif. Ia merasa sedih. Dua tahun pernikahan mereka, tapi mereka belum dikaruniai anak. Neissya ingin sekali menjadi seorang ibu. Ia juga ingin memberikan keturunan untuk suaminya yang sangat ia cintai itu.

Farenza menghiburnya, "Tidak perlu sedih, kita masih muda. Kita masih memiliki banyak waktu untuk menikmati momen-momen romantis berdua sebelum memiliki anak. Kita juga harus bekerja keras di kantor untuk masa depan anak kita."

Neissya hanya mengangguk. Ia memeluk Farenza dan melelapkan wajahnya di dada bidang suaminya itu. Farenza mengusap lembut rambut istrinya.

"Maafkan aku," kata Neissya pelan.

"Kau tidak melakukan kesalahan, jangan meminta maaf." Farenza mengecup puncak kepala istrinya.

"Aku mencintaimu, Sayang," sambung Farenza.

"Aku juga, aku mencintaimu, Farenza."

Keesokan paginya, Neissya terbangun ketika sinar matahari pagi menerobos masuk lewat celah-celah jendela dan menyilaukan matanya. Ia merasakan tangan Farenza yang melingkar di perutnya.

Neissya menoleh ke belakang. Farenza masih tertidur pulas. Ia tersenyum kecil dan mengusap rambut gondrong suaminya itu. Neissya mengecup lembut kening Farenza.

Senyuman Neissya memudar. Ia teringat akan sesuatu yang membuatnya kembali merasa tertekan dan khawatir.

Neissya menghela napas panjang lalu beranjak dari tempat tidur dan berlalu ke kamar mandi. Setelah itu, ia menyiapkan sarapan. Sementara Farenza belum bangun sama sekali bahkan ketika masakan Neissya sudah matang.

"Sayang, kau tidak akan berangkat ke kantor?" Neissya mengusap bahu suaminya dengan lembut berharap pria itu bangun.

"Kemarilah," gumam Farenza tanpa membuka matanya.

"Sayang, aku sudah memakai pakaian kantor. Jangan aneh-aneh." Neissya sudah tahu apa yang ada di dalam kepala suaminya itu.

"Sebentar saja," rengek Farenza seperti anak kecil.

Neissya mengalah. Ia pun mendekat pada Farenza.

"Mana morning kiss-nya?" Farenza membuka matanya dan menatap Neissya dengan tatapan sayu.

Neissya mengecup bibir Farenza sekilas kemudian berlalu. "Aku pergi, ya."

Farenza bangkit dan menatap punggung istrinya yang kemudian menghilang di balik pintu.

Dengan malas, Farenza pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri lalu menyantap sarapan.

"Ah." Farenza menggelengkan kepalanya saat masakan Neissya lagi-lagi tidak enak.

Karena tidak ingin membuang-buang makanan, Farenza memilih untuk memasaknya kembali dengan ditambah bahan lain agar tidak terlalu asin. Kuahnya menjadi lebih banyak.

Dengan begitu, Farenza bisa menikmati sarapannya.

Setelah itu, ia pun pergi ke kantor tanpa terburu-buru padahal jam sudah menunjukkan pukul 10. Saat melewati pos security, Farenza melihat security berbadan gempal yang semalam kini bertugas di pagi hari.

"Selamat pagi, Tuan Hadrian," sapa security.

Farenza mengangguk. "Selamat pagi."

Tampaknya si security tidak ingat dengan kejadian semalam. Seolah ia lupa dan tidak pernah melihat kejadian apa pun.

Farenza memasuki ruangannya yang terlihat normal seperti sebelumnya. Padahal semalam ruangan itu berantakan dan menjadi TKP. Namun, seperti orang-orang misterius itu 'membersihkan' semuanya dengan sangat baik dan sempurna.

Terdengar suara pintu diketuk. Seorang karyawan pria memasuki ruangan. "Tuan Hadrian, Anda memanggilku?"

Farenza mengangguk. "Naikkan jabatan security yang sekarang bertugas di pos berikut dengan gajinya."

"Oh?" Pria itu tampak keheranan dengan keputusan Farenza yang tiba-tiba tanpa angin dan hujan.

"Lakukan sesuai perintahku," suruh Farenza.

"Baik, Tuan." Setelah mengangguk hormat, pria itu pun berlalu pergi.

Farenza menyandarkan punggungnya ke kursi. Rupanya ia merasa tersentuh dengan dedikasi yang ditunjukkan oleh security berbadan gempal itu terhadap dirinya yang berada dalam bahaya semalam. Ya, meskipun tidak membantu sama sekali, tapi setidaknya si security benar-benar menunjukkan kalau ia tidak lalai dari tugasnya.

Dan itulah sebabnya Farenza memberikannya hadiah dengan menaikkan jabatannya.

Sementara itu di kantornya, Neissya tampak berdiri di depan kaca jendela yang lebar di dalam ruangannya. Ia meneguk kopinya sambil menatap pemandangan kota yang sibuk.

Dari sorot matanya, Neissya masih menunjukkan rasa khawatir. Ia membuang napas kasar dan meletakkan gelas kopinya ke meja.

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

17.05 | 1 Desember 2021
By Ucu Irna Marhamah

AMOREVOLOUSWhere stories live. Discover now