stepfather|1

1.6K 49 17
                                        

Kaki telanjang nan ringkih pemuda Beomgyu menginjak rerumputan menuju kearah jalan utama, meninggalkan jejak sisa-sisa air sungai disana. Sesekali anak muda itu mengusak surai basah berwarna hitam rada kecoklatan miliknya supaya cepat kering.

Ringisan terdengar beberapa kali dari celah mulut Beomgyu saat dirasa perih dari dalam perut, sengatan terik matahari menuju siang hari memperparah gundah pertahanan hidupnya.

Ia mengusap ujung hidung yang basah dengan punggung tangan. Paling enggak sekarang Beomgyu terlihat lebih bersih. Lucu saja, disaat-saat seperti ini ia malah memikirkan penampilan.

Ayah dan ibu sudah capek-capek merias wajahnya dengan arang dan tanah dipagi-pagi buta, juga memakaikan ia baju putih lusuh kebesaran dengan celana pendek berdebu, agar anak tunggal mereka satu itu dapat menafkahi diri sendiri. Namun tak ada satu pun tingkah orang tuanya yang sudi Beomgyu apresiasi.

Pelan-pelan ia menengadah keatas memandangi langit yang terbentang luas, kenangan seolah menguap disana, kematian nenek seminggu lalu ditambah rasa penat yang teramat, membuatnya mati rasa untuk sesaat, tubuh pemuda Choi Beomgyu bahkan tidak sempat beristirahat dengan benar karena kelakuan ibu dan ayah kandungnya.

Kemarin-kemarin ia selamat karena ada saja orang yang ingin memberikan Beomgyu makanan. Tapi hari ini tak ada seorang pun yang bahkan melirik kearahnya. Tak apa, Beomgyu masih bisa tahan, namun jika hingga besok, ia mungkin akan mati.

Dijalan sepi tempat Beomgyu berjalan, mobil hitam melaju menyapu daun-daun yang jatuh berguguran. Beomgyu spontan menengok kebelakang, sadar akan arah lajunya yang seolah ingin menabrak tubuh Beomgyu.

"Matilah aku.."

Benda logam itu berhenti tepat dua meter dari tempat ia berdiri. Perhatian Beomgyu kini terpusat pada suara detak jantungnya sendiri hingga beberapa detik kemudian terdengar suara pintu mobil yang ditutup dengan keras membuat Beomgyu otomatis memandang kearah sumber suara.

Siapa orang itu? Seketika pikiran Beomgyu diserang oleh begitu banyak pertanyaan negatif. Beomgyu segera membalik tubuh hendak mengabaikan, namun sebuah tangan dengan cepat mencekal lengan kanannya.

Pegangan itu sangat terasa dan berbobot, hingga membuat Beomgyu segan untuk bergerak. "Nak, siapa namamu?" Suara laki-laki dewasa itu seakan menekan atmosfer disekitar mereka, terdengar berat, kasar, dan cepat.

Pria itu memutari tubuh Beomgyu, memposisikan diri supaya berhadap-hadapan dengan anak itu.

Tunggu, perasaan apa ini?

Aroma mahal sekaligus maskulin yang menguar, setelan formal dan rapih dari ujung sepatu hingga ujung rambut, tinggi badan yang menjulang hingga membuat leher Beomgyu pegal untuk melihat paras dinginnya yang seperti tidak nyata, serta urat-urat ditangan yang masih memegang lengan kanannya, hanya memegang tapi seakan diremukan. Ya, ini perasaan insekyur.

Beomgyu mengerjap waspada, jangan sampai hanya karena penampilan ia berhasil dibodohi. "Namaku Choi Beomgyu om.." jawab Beomgyu kemudian, dengan jakun yang terlihat naik turun karena ludah yang ditelan dengan susah payah.

Laki-laki itu mengembangkan sebuah senyuman, puas mendengar jawaban Beomgyu. "Nama yang tampan. Dimana kamu tinggal?"

"Aku-" pandangan pemuda Gyu turun meremas ujung bajunya. Ia mulai frustasi, mengapa bapak ini senang sekali menanyakan hal-hal yang tak ingin ia jawab? Dan Beomgyu berani bertaruh, jika dia sebenarnya sudah lupa nama Beomgyu tapi sok-sokan memberi pujian.

"Kamu mau ikut sama om?" Lagi-lagi pria berambut hitam legam itu melayangkan pertanyaan dan langsung mendapat gelengan kepala dari Beomgyu. Niat melarikan diri, namun kedua kakinya tak berani bergutik sedikitpun dari sana. "Maaf om, saya harus pergi.." ucap Beomgyu akhirnya secara baik-baik.

STEPFATHER • YEONGYUWhere stories live. Discover now