CHAPTER 5

11.6K 2.2K 197
                                    

"Mbak, itu gimana yang Nineskin? Mereka minta guarantee CTR*."

Dayu mengangkat mata dari laptopnya kepada Hito, salah satu senior account manager yang berada di bawah koordinasinya. "Nggak bisa, kan?"

"Udah aku bilangin, tapi mereka ngotot pengin diusahain gitu. Awalnya malah pengin ada guarantee jumlah buying, at least berapa persen gitu."

"Wah, gila." Dayu mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja. "Gini aja, coba discuss dulu sama Mas Bima, possible apa nggak yang CTR. Kalau possible, ada term & condition yang perlu kita set dulu atau nggak. Terus tanya juga risikonya apa dan cost yang harus kita tanggung apa aja."

Hito mengangguk. "Oke. Kalau nggak possible?"

"Coba kita tawarkan benefit lain ke klien. Kasih bonus social media shares atau mungkin paid parnership dengan influencer. Apa pun yang sekiranya kelihatan menarik, tapi masih bisa kita usahakan. Dan make sense, jangan lupa."

"Intinya, jangan sampai kita yang boncos yes, Mbak," gurau Hito.

"Yoi. Bisa dikubur gue nanti sama Mas Rico."

"Sip."

Dayu kembali fokus ke laptopnya yang sedang menampilkan WhatsApp web. Saat ini dia sedang berbincang dengan Inka, teman kuliahnya yang bekerja di salah satu lembaga non-provit luar negeri yang baru saja membuka kantor representatif di Indonesia. Kantor Inka berencana menjalankan rangkaian program sex education untuk remaja, dengan menggandeng media sebagai partner-nya. Tentu saja Dayu melihat ini sebagai peluang emas. Dia sedang merayu Inka untuk bisa meeting offline untuk memperbincangkan rencana ini lebih lanjut, dan tim Dayu bisa membuat penawaran program yang menarik.

"To, kita udah pernah megang program jangka panjang dari instansi kan, ya?" tanya Dayu, mengonfirmasi ingatannya, agar tidak salah sebut ke calon klien potensial.

"Yup, dari Kementerian Informasi. Yang sosialisasi internet itu. Kayaknya pernah juga sama Kementerian Pariwisata."

"Berapa lama waktu itu? Yang sosialisasi internet."

"Programnya sih enam bulan."

"Good." Dayu manggut-manggut. "Yang megang lo juga kan, ya? Gue lupa."

Hito menggeleng. "Nancy."

"Oh iya, bener. Nancy."

Oke. Dayu sudah punya kerangka dalam pikirannya. Program apa saja yang bisa ditawarkan serta PIC yang bisa dia andalkan untuk meng-handle project ini.

Saat kembali menatap layar laptopnya, Dayu mendapati ada chat baru di sana. Nomor itu belum disimpan, tetapi karena kode areanya berasal dari luar negeri, Dayu langsung tahu itu chat dari Rasen.

+44207602xxxx:
Dayu

Meski sebal karena pria itu hanya memanggil namanya—bukan hanya Rasen, Dayu selalu jengkel menghadapi tipe chat seperti ini. Kenapa tidak langsung mengatakan keperluannya saja, sih?—Dayu segera membalasnya.

Dahayu Paramitha:
Rasendriya

Balasan Rasen cukup cepat

+44207602xxxx:
Hello there.
Sibuk nggak?

Dayu mengerutkan dahi. Matanya otomatis mengecek tanggal percakapan terakhir mereka, yaitu hari mereka kencan itu. Lima hari sudah berlalu dari hari itu, kenapa mendadak Rasen menghubunginya? Ada apa? Dayu bertanya-tanya.

DIHAPUS - Parafrasa Rasa Where stories live. Discover now