Bagian 1

758 43 3
                                    

Karma memandang bosan pada jarum yang menembus kulitnya. Dia sudah berhenti merasakan sakit ketika jarum itu menembus kulitnya dan mengalirkan cairan yang Karma tak ingin tahu manfaatnya apa ke dalam tubuhnya. Karma merasa ini sudah biasa baginya. Sejak Karma di skors tahun lalu, orang tuanya membawanya ke dokter. Mereka mengatakan sesuatu yang Karma tak mau pahami. Dan mulai lah Karma dengan berbagai macam obat yang harus dia minum setiap harinya atau jarum yang menusuk kulitnya setiap seminggu sekali. Karma sudah tidak peduli lagi. Dia tak ingin peduli.

"Kamu harusnya beristirahat Karma." Bersamaan dengan kata-kata itu, sebuah selimut tebal berwarna merah jatuh menutupi pundak Karma.

Karma mendongak untuk melihat siapa yang menyelimutinya dan menemukan seorang wanita berambut merah senada dengan dirinya sedang tersenyum sedih pada Karma yang hanya memandang kosong padanya.

Wanita itu mendudukkan dirinya di sisi Karma dan memandang langit malam yang tadinya dipandang oleh remaja bersurai merah itu.

"Bintangnya sangat banyak bukan?"

"Hmm.." Karma kembali mendongak untuk menatap langit malam yang sedang bertaburan bintang. Itu malam musim semi dan langit menjadi lebih cerah. Namun, hawa dingin dari musim dingin belum sepenuhnya berakhir. Karma merasakan jemari dingin menggenggam tangannya yang membeku karena terlalu lama berada di udara dingin.

"Kau akan sembuh sayang.. kau akan sembuh."

Karma menatap wajah wanita itu. Wanita itu tersenyum pada Karma. Namun, Karma bisa melihat dengan jelas air mata miliknya yang jatuh melalui mata coklat indah itu. Karma hanya mengangguk kecil namun dia sama sekali tidak menganggap ucapan wanita itu serius. Kalimat itu sudah terlalu sering dia dengar membuatnya merasa muak dengan setiap kebohongan yang diucapkan orang tuanya. Mereka mengatakan bahwa dia akan sembuh. Bahwa dia tidak akan merasakan lagi rasa sakit dari penyakit yang diam-diam menggerogoti tubuhnya. dia tahu satu-satunya yang menunggu nya adalah kematian. Dan sampai matipun, Karma akan tetap merasakan rasa sakit dari penyakit ini.

Wanita yang tak lain adalah Ibunya sendiri itu masih memegang tangannya dengan erat. Karma sudah berhenti ikut menangis bersama dengan wanita ini. Dia sudah mati rasa. Dia sudah tidak bisa merasakan apapun lagi dan itu membuatnya kadang berpikir apakah dia masih hidup ataukah sudah mati.

"Ibu.."

"Hmm.. kenapa sayang?"

"Jika aku meminta sesuatu.. apakah Ibu akan mengabulkannya?"

"Tentu saja! Jika itu membuatmu senang tentu Ibu dan Ayah akan mengabulkan apapun yang kau minta. Bahkan mencuri Sirius dari tahtanya pun akan Ibu lakukan demi dirimu, sayang."

"Aku punya permintaan."

"Ya.. apa yang kau inginkan?"

"Aku ingin kembali ke sekolah." Karma menatap mata Ibunya. hati wanita itu bergetar melihat kembali tekad di mata anaknya yang sudah lama menghilang.

"Kau.. tak boleh lelah."

"Aku akan rajin beristirahat."

"Makanmu harus dijaga."

"Ibu bisa menyiapkan bekal untukku."

"Bagaimana jika Ibu kesepian..?"

"...Aku.." Karma menarik nafas kemudian melihat kembali ke langit, "Aku tidak akan lama di sekolah."

"Bahkan jika Ibu mengatakan tidak kau pasti akan tetap pergi bukan?" Karma tersenyum kecil, itu hanya senyum kecil penuh luka. Ibu Karma mengelus surai merah terang milik sang anak dan tersenyum padanya.

"Pergilah jika begitu.. bersenang-senanglah jika begitu.. kau.. kau membutuhkannya."

.

.

.

Karma tersenyum pada Nagisa. Dia berjalan mendekati Nagisa dan berbicara dengan pemuda biru itu lalu mendekati guru mereka. Koro Sensei tersenyum dan menyambutnya dengan hangat. Dan saat itulah Karma menjadi orang pertama yang berhasil melukai Koro Sensei.

Karma menjalani kehidupannya di kelas 3-E dengan semangat. Dia menyukai berada bersama dengan teman-temannya ini. Belajar sambil memikirkan cara membunuh Koro Sensei. Menyusun rencana dan mencari tahu lebih banyak informasi mengenai guru wali kelas mereka. Kehidupan Karma tidak lagi terasa monoton dan membosankan.

Rutinitas obat dan jarum suntik itu masih tetap ada. Namun, sekarang hidupnya terasa lebih berarti. Lebih berwarna dan lebih cerah. Karma merasa senang bisa melihat cahaya matahari sekarang. Dia merasa senang masih bisa menyambut hari esok dan bertemu dengan teman-temannya.

Hari ini ada pertandingan exebition antara kelas 3-E dengan klub baseball Kunugigaoka. Karma tentu saja mengikuti pertandingan itu juga. Dia menikmati bagaimana jantungnya berpacu dengan cepat saat dia berlari atau bagaimana menyenangkannya melihat reaksi orang-orang saat mereka termakan provokasinya.

Pertandingan itu berakhir dan kelas 3-E keluar sebagai pemenang.

"Tadi itu hebat sekali! Aku tidak menyangka kita bisa menang melawan anak-anak gedung utama!!" ujar Maehara Hiroto dengan penuh semangat.

Isogai Yuuma, ketua kelas mereka hanya tersenyum kecil sambil membereskan peralatan yang mereka gunakan dalam pertandingan baseball ini. Sugino Tomohito tertawa bersama teman-teman yang lainnya. Karma senang melihat teman-temannya bahagia karena berhasil mengalahkan anak-anak dari gedung utama.

"Karma. Oi! Karma!"

Karma mengedipkan matanya bingung. Pemandangan di depannya terlihat kabur dan tak jelas. Karma yakin dia mendengar seseorang memanggilnya. Tapi, siapa? Lalu.. kenapa kakinya terasa berat sekali?

"KARMA!"

Gelap. Karma tidak tahu apa yang sedang terjadi. Karma tidak tahu apakah dia sudah mati ataukah belum.

Tbc~~
04 Desember 2022

You are My FeelNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ