2

4.7K 289 1
                                    

Bersyukur itu hal sederhana yang bermakna istimewa

Bandung berlanjut

..................

Matanya mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang masuk ke netranya. Sesak, itu yang pertama kali ia rasakan. Dadanya naik turun dengan tempo tak beraturan rasanya tidak nyaman tubuhnya seakan mati namun terus bergerak tak beraturan. Ingin berteriak meminta pertolongan namun ia hanya merasakan sakit karena sebuah benda yang berada di mulutnya. Ia hanya bisa menangis.

Bayangannya sangat mengerikan, apakah rasa sakit yang terakhir kali ia rasakan harus terulang kembali, bayangan kematian yang seolah terus menghantuinya. Ia berpikir apakah ini cara Tuhan menghukum hambanya yang tidak tau berterima kasih.

"Hey tenang, adek fine everything gonna be fine". Sebuah tangan hangat mengelus dadanya yang naik turun.

Ia masih bisa melihat banyaknya orang berbaju putih mencoba menenangkannya, mengatakan kalimat-kalimat yang bahkan belum pernah ia dengar untuknya.

Sesaat setelah semua terkendali, ia mulai terbiasa dengan adanya benda dimulutnya, hidung dan bahkan bagian bawahnya. Ia linglung karena hanya matanya yang seolah bebas bergerak.

Semua anggota tubuhnya terasa kaku bahkan hanya untuk sekedar menggerakkan jari pun ia tak mampu.

Ia memejamkan matanya mencoba mengingat apa yang sebelumnya terjadi, namun naas semakin mencoba mengingat ia hanya akan mendapati ingatan seorang pemuda kecil yang tersenyum bahagia di setiap harinya, bangun dengan ceria seolah tak memiliki beban, memiliki pundak hangat yang selalu menjadi sandaran, direbutkan dengan rentangan tangan untuk memeluknya. Ia iri sangat iri dengan kehidupan anak kecil diingatannya.

Apakah seorang pemuda yatim piatu yang harus berjuang melawan kerasnya dunia pantas merasakan kehangatan yang seperti itu. Beberapa pekerjaan ia lakukan untuk membayar uang sekolah, tunggakan tempat ia tinggal, ejekan demi ejekan yang ia dengar namun tubuhnya seolah abai yang ia teguhkan hanya untuk melanjutkan hidupnya.

Namun, pemikiran manusia siapa yang tau? Ia bahkan dengan bodohnya memilih merasakan dinginnya air sungai dimalam hari sebagai jalan protes terhadap takdir akan hidupnya.

Tunggu? Ada yang salah bukan. Sungai, dingin, ketakutan, kecewa, kematian yang rasanya membaur menjadi satu itu di gantikan dengan hangatnya tangan yang menggenggamnya, mengelus Surai lembutnya, serta memijit pelan kedua kakinya.

Ia membuka matanya pelan sedikit terkejut melihat ketiga pemuda yang usianya mungkin diatas dirinya tersenyum dengan lembut kearahnya. Ia memejam sekali lagi mendapatkan ingatan ditubuhnya yang sama sekali tidak hilang ataupun berkurang.

Ia bingung, bagaimana rasanya mengutarakan rasa senang, sedih atau merasa bersalah. Apa ia boleh egois karena bahagia di beri kehidupan kedua dengan terbangun di tubuh orang lain. Di mana pemilik tubuhnya?

Ia bungkam ingin bicarapun rasanya mustahil mengingat ventilator yang berada dalam mulutnya. Air matanya bahkan mengalir tanpa bisa ia kendalikan.

Sebuah usapan lembut menghapus air mata yang berlomba-lomba keluar dari iris lembutnya itu.

"Adekk fine. Kakak, Abang sama mas ada disini buat adek, jangan nangis sayang nanti dadanya sesek lagi. Ayah sebentar lagi dateng kok tadi pulang sebentar ngambil keperluan adek". Ia hanya merasakan ketulusan yang di pancarkan netra yang ia rasa kakak diantara ketiganya, kecupan bertubi-tubi ia terima ntah di kening, ataupun kedua tangannya.

Belum lama kemudian suara pintu terbuka kembali terdengar, diiringi langkah kaki ribut yang menuju kearahnya. Pria paruh baya yang ia kenali sebagai ayah terus mengelus surainya dengan kecupan-kecupan tulus yang ia berikan.

Ahh ia menangis lagi, mengapa ia merasa jika dirinya yang sekarang cengeng sekali. Dulu, jangankan untuk menangis ia bahkan tak memiliki waktu untuk hanya sekedar meratapi nasibnya yang menyedihkan.

"Ayah disini sayang". Pria itu mulai memeluknya, hangat itu yang ia rasakan. Apakah ini yang dinamakan pelukan seorang ayah? Rasanya tenang dan nyaman secara bersamaan.

Rasanya ia bahkan bisa memejamkan matanya untuk menjemput mimpi dengan tenang tanpa memikirkan apa yang akan terjadi di esok hari.

Desember 2022
Bandung berlanjut

ADEK || 00Where stories live. Discover now